Abdjay Palanuwee

Selamat Datang di Blog Resmi Abdul Qadir Jailani. Blog ini merupakan mediator yang berfungsi sebagai sarana publikasi hasil-hasil karya yang tidak tersalurkan. selain itu, juga berfungsi sebagai kearsipan pribadi.

29 Oktober 2009

Makalah Perencanaan Pembangunan Daerah

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Didalam melakukan pembangunan, setiap Pemerintaah Daerah memerlukan perencanaan yang akurat serta diharapkan dapat melakukan evaluasi terhadap pembangunan yang dilakukannya. Seiring dengan semakin pesatnya pembangunan bidang ekonomi, maka terjadi peningkatan permintaan data dan indikator-indikator yang menghendaki ketersediaan data sampai tingkat Kabupaten/ Kota. Data dan indikator-indikator pembangunan yang diperlukan adalah yang sesuai dengan perencanaan yang telah ditetapkan.

Struktur perencanaan pembangunan di Indonesia berdasarkan hirarki dimensi waktunya berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dibagi menjadi perencanaan jangka panjang, jangka menengah dan jangka pendek (tahunan), sehingga dengan Undang-Undang ini kita mengenal satu bagian penting dari perencanaan wilayah yaitu apa yang disebut sebagai rencana pembangunan daerah, yaitu Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJP-D), Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJM-D) dan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) serta Rencana Strategis Satuan Kerja Perangkat Daerah (Renstra-SKPD) dan Rencana Kerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (Renja-SKPD) sebagai kelengkapannya.

Perencanaan pembangunan daerah seperti diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang SPPN, mewajibkan daerah untuk menyusun Rencana Pembangunan Jangka Panjang yang berdurasi waktu 20 (dua puluh) tahun yang berisi tentang visi, misi dan arah pembangunan daerah. Perencanaan ini kemudian dijabarkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah yang berdurasi waktu 5 (lima) tahun, yang memuat kebijakan keuangan daerah, strategi pembangunan daerah, kebijakan umum, program SKPD dan lintas SKPD, program kewilayahan disertai dengan rencana-rencana kerja dalam kerangka regulasi dan kerangka pendanaan yang bersifat indikatif. Selanjutnya RPJM Daerah dijabarkan dalam perencanaan berdurasi tahunan yang disebut sebagai Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) yang memuat rancangan kerangka ekonomi daerah, prioritas pembangunan daerah, rencana kerja, dan pendanaannya, baik yang dilaksanakan langsung oleh pemerintah maupun yang ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat.


BAB II
PEMBAHASAN


A. Perencanaan Pembangunan
Menghadapi realitas kehidupan yang menunjukkan adanya kesenjangan kesejahteraan mengakibatkan adanya pekerjaan berat kepada para ahli pembangunan termasuk di dalamnya para pembuat kebijakan. Ini dimaksudkan untuk mengatasi berbagai persoalan yang muncul akibat kesenjangan kesejahteraan, perlu dilakukan upaya pembangunan yang terencana.
Upaya pembangunan yang terencana dapat dilakukan untuk mencapai tujuan pembangunan yang dilakukan. Lebih jauh lagi berarti perencanaan yang tepat sesuai dengan kondisi di suatu wilayah menjadi syarat mutlak dilakukannya usaha pembangunan.

Perencanaan ada sebagai upaya untuk mengantisipasi ketidakseimbangan yang terjadi yang bersifat akumulatif. Artinya perubahan pada suatu keseimbangan awal dapat mengakibatkan perubahan pada sistem sosial yang akhirnya membawa sistem yang ada menjauhi keseimbangan awal. Perencanaan sebagai bagian daripada fungsi manajemen yang bila ditempatkan pada pembangunan daerah akan berperan sebagai arahan bagi proses pembangunan berjalan menuju tujuan di samping itu menjadi tolok ukur keberhasilan proses pembangunan yang dilaksanakan.
Menurut Tjokroamidjojo (1992), perencanaan dalam arti seluas-luasnya tidak lain adalah suatu proses mempersiapkan secara sistematis kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan untuk mencapai sesuatu tujuan tertentu. Perencanaan adalah suatu cara bagaimana mencapai tujuan sebaik-baiknya dengan sumber-sumber yang ada supaya lebih efisien dan efektif.
“Melihat ke depan dengan mengambil pilihan berbagai alternative dari kegiatan untuk mencapai tujuan masa depan tersebut dengan terus mengikuti supaya pelaksanaan tidak menyimpang tujuan”, Albert Waterston mendefinisikan perencanaan pembangunan seperti demikian.
Berbagai ahli memberikan definisi perencanaan. Bahkan ada yang memberikan pengertian lebih luas contohnya Prof. Jan Tinbergen mengemukakan lebih kepada kebijaksanaan pembangunan (development policy) bukan hanya perencanaan (plans) semata.

Perencanaan dapat dilakukan dalam berbagai bidang. Namun tidak semua rencana merupakan perencanaan pembangunan Terkait dengan kebijaksanaan pembangunan maka pemerintah berperan sebagai pendorong pembangunan (agent of development), ini terkait dengan definisi perencanaan yang merupakan upaya institusi public untuk membuat arah kebijakan pembangunan yang harus dilakukan di sebuah wilayah baik negara maupun di daerah dengan didasarkan keunggulan dan kelemahan yang dimiliki oleh wilayah tersebut.

Perencanaan pembangunan memiliki ciri khusus yang bersifat usaha pencapaian tujuan pembangunan tertentu. Adapun ciri dimaksud antara lain:
  1. Perencanaan yang isinya upaya-upaya untuk mencapai perkembangan ekonomi yang kuat dapat tercermin dengan terjadinya pertumbuhan ekonomi positif.
  2. Ada upaya untuk meningkatkan pendapatan perkapita masyarakat.
  3. Berisi upaya melakukan struktur perekonomian
  4. Mempunyai tujuan meningkatkan kesempatan kerja.
  5. Adanya pemerataan pembangunan.

Dalam prakteknya pelaksanaan pembangunaan akan menemui hambatan baik dari sisi pelaksana, masyarakat yang menjadi obyek pembangunan maupun dari sisi luar semua itu. Lebih rinci alasan diperlukannya perencanaan dalam proses pembangunan sebagai berikut:
  1. Perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan memberikan perubahan yang sangat cepat dalam masyarakat.
  2. Perencanaan merupakan tahap yang penting apabila dilihat dari dampak pembangunan yang akan muncul setelah proses pembangunan selesai.
  3. Proses pembangunan yang dilakukan tentu saja memiliki keterbatasan waktu pelaksanaan, biaya serta ruang lingkup pelaksanaannya.
  4. Perencanaan juga dapat berperan sebagai tolok ukur keberhasilan pelaksanaan pembangunan sehingga proses pembangunan yang dilakukan dapat dimonitor oleh pihak-pihak terkait tanpa terkecuali masyarakat.

Perencanaan yang baik seperti sebuah perjalanan yang sudah melewati separo jalan, karena sisanya hanyalah tinggal melaksanakan dan mengendalikan. Apabila dalam pelaksanaannya konsisten, pengendalian yang efektif, dan faktor-faktor pengganggu sedikit atau tidak memberi pembiasan pelaksanaan pembangunan, maka pembangunan dapat dikatakan tinggal menanti waktu untuk mencapai tujuan.
Negara besar sekalipun tetap menghadapi berbagai masalah pembangunan yang bertahap harus diselesaikan. Ada berbagai alasan sebagai pendorong untuk melakukan perencanaan seperti menonjolnya kemiskinan, adanya perbedaan kepentingan, keterbatasan sumber daya, sistem ekonomi pasar dan adanya tujuan tertentu yang ditetapkan. Jadi Perencanaan pembangunan menjadi prioritas utama.
dalam pembanguna itu sendiri.

B. Aspek Legal Perencanaa Pembangunan
Implementasi otonomi daerah dan desentralisasi di Indonesia menuntut perubahan paradigma perencanaan dan keuangan daerah yang bersifat komprehensif mengarah kepada transparansi, akuntabilitas, demokratisasi, desentralisasi dan partisipasi masyarakat. Merujuk pada Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, perencanaan adalah suatu proses untuk menentukan tindakan masa depan yang tepat, melalui urutan pilihan, dengan memperhitungkan sumber daya yang tersedia. Pembangunan dalam UU ini Pembangunan Nasional dimaksud upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen bangsa dalam rangka mencapai tujuan bernegara.
Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) itu sendiri adalah satu kesatuan tata cara perencanaan pembangunan untuk menghasilkan rencana-rencana pembangunan dalam jangka panjang, jangka menengah, dan tahunan yang dilaksanakan oleh unsur penyelenggara negara dan masyarakat di tingkat pusat dan daerah.

Tujuan perencanaan pembangunan nasional menurut Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004, antara lain:
  1. Mendukung koordinasi antarpelaku pembangunan
  2. Menjamin terciptanya integrasi, sinkronisasi, dan sinergi baik antar-daerah, antar-ruang, antar-waktu, antar-fungsi pemerintah maupun antara Pusat dan Daerah
  3. Menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan dan pengawasan Mengoptimalkan partisipasi masyarakat dan menjamin tercapainya penggunaan sumberdaya secara efisien, efektif, berkeadilan dan berkelanjutan

Lebih lanjut proses perencanaan menurut UU Nomor 25 Tahun 2009, yakni:
  1. Proses Politik: Pemilihan langsung Presiden dan Kepala Daerah menghasilkan rencana pembangunan hasil proses (publik choice theory of planning) Khususnya penjabaran Visi dan Misi dalam RPJM
  2. Proses Teknokratik: Perencanaan yang dilakukan oleh perencana profesional, atau oleh lembaga/unit organisasi yang secara fungsional melakukan perencanaan khususnya dalam pemantapan peran, fungsi dan kompetensi lembaga perencana
  3. Proses partisipatif: perencanaan yang melibatkan masyarakat (stakeholders) antara lain melalui pelaksanaan Musrenbang
  4. Proses Bottom-Up dan Top-Down: Perencanaan yang aliran prosesnya dari atas ke bawah atau dari bawah ke atas dalam hierarki pemerintahan.

C. Sistem Perencanaan Pembangunan
Reformasi yang dimulai pada tahun 1998 telah memberikan pengaruh pada pergeseran nilai, pembangunan di seluruh wilayah Indonesia. Perubahan nilai yang terjadi setelah reformasi meliputi pergeseran dari sentralistik menjadi desentralistik, dari pendekatan top down menjadi bottom up sudah jelas dampak langsungnya adalah diberikannya kewenangan yang lebih besar kepada daerah untuk mengurus rumah tangganya sendiri. Kewenangan tersebut dijamin dengan lahirnya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, yang diikuti oleh Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah. Selanjutnya kedua Undang-undang tersebut disempurnakan menjadi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan diikuti Undang-Undang Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah.
Sejak diterbitkannya Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) dan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, maka substansi dan esensi dari sistem perencanaan pembangunan di tingkat nasional dan daerah menjadi semakin perlu untuk dimantapkan dan disempurnakan, guna lebih menjamin penyelenggaraan pembangunan di pusat dan daerah yang lebih berhasil guna dan berdayaguna.
Undang-Undang No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional mengamanatkan bahwa setiap daerah harus menyusun rencana pembangunan daerah secara sistematis, terarah, terpadu dan tanggap terhadap perubahan (Pasal 2 ayat 2), dengan jenjang perencanaan jangka panjang (25 tahun), jangka menengah (5 tahun) maupun jangka pendek atau tahunan (1 tahun). Setiap daerah (propinsi/kabupaten/kota) harus menetapkan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD), Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD).
Dalam Undang-Undang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, juga dinyatakan bahwa rencana pembangunan adalah penjabaran dari agenda-agenda pembangunan yang ditawarkan presiden/kepala daerah pada saat kampanye ke dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional/Daerah, yang penyusunannya dengan mengacu pada dokumen Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional/Daerah.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Didalam melakukan pembangunan, setiap Pemerintaah Daerah memerlukan perencanaan yang akurat serta diharapkan dapat melakukan evaluasi terhadap pembangunan yang dilakukannya. Seiring dengan semakin pesatnya pembangunan bidang ekonomi, maka terjadi peningkatan permintaan data dan indikator-indikator yang menghendaki ketersediaan data sampai tingkat Kabupaten/ Kota. Data dan indikator-indikator pembangunan yang diperlukan adalah yang sesuai dengan perencanaan yang telah ditetapkan.

Menghadapi realitas kehidupan yang menunjukkan adanya kesenjangan kesejahteraan mengakibatkan adanya pekerjaan berat kepada para ahli pembangunan termasuk di dalamnya para pembuat kebijakan. Ini dimaksudkan untuk mengatasi berbagai persoalan yang muncul akibat kesenjangan kesejahteraan, perlu dilakukan upaya pembangunan yang terencana.
Upaya pembangunan yang terencana dapat dilakukan untuk mencapai tujuan pembangunan yang dilakukan. Lebih jauh lagi berarti perencanaan yang tepat sesuai dengan kondisi di suatu wilayah menjadi syarat mutlak dilakukannya usaha pembangunan.
Perencanaan pembangunan memiliki ciri khusus yang bersifat usaha pencapaian tujuan pembangunan tertentu. Adapun ciri dimaksud antara lain:
  1. Perencanaan yang isinya upaya-upaya untuk mencapai perkembangan ekonomi yang kuat dapat tercermin dengan terjadinya pertumbuhan ekonomi positif.
  2. Ada upaya untuk meningkatkan pendapatan perkapita masyarakat.
  3. Berisi upaya melakukan struktur perekonomian
  4. Mempunyai tujuan meningkatkan kesempatan kerja.
  5. Adanya pemerataan pembangunan.

Label:

Makalah Marketing Public Relation

Di susun Oleh: Kelompok I
1. Saifuddin
2. Khairul
3. Safrizal
4. M.Razi
5. Eka Samsuar
6. Abdul Qadir Jailani
7. Nasruddin
8. Indra Yani
9. Syahkubat
10. M. Sabar


BAB I
PENDAHULUAN

A. latar Belakang
Perusahaan/organisasi menggunakan metode hubungan masyarakat (public relations) untuk menyampaikan pesan dan mencipta sikap, citra dan opini yang benar. Hubungan masyarakat (humas) merupakan salah satu alat promosi / komunikasi yang penting. Selama ini, humas tidak lebih dari alat promosi / komunikasi yang paling sedikit digunakan, tetapi alat ini memiliki potensi besar untuk membangun kesadaran dan frekuensi di pasar, untuk memperkuat kembali posisi produk, dan untuk mempertahankan produk.
Hubungan masyarakat (humasa) sering disamakan dengan publisitas. Padahal, publisitas itu hanya merupakan bagian dari hubungan masyarakat. Publisitas merupakan aktivitas perusahaan yang dirancang untuk memicu perhatian media melalui artikel, editorial dan berita baru yang diharapkan dapat membatu memelihara kesadaran, cara pandang dan citra yang dipikirkan masyarakat terhadap perusahaan menjadi tetap positif. Publisitas dapat digunakan dengan manfaat tunggal, mislanya meluncurkan produk baru atau mengurangi opini negatif yang terjadi. Publisitas dapat pula digunakan untuk manfaat ganda, misalnya memperbaiki beberapa aspek dalam aktivitas perusahaan/organisasi.
Memasuki era globalisasi, persaingan di berbagai bidang semakin nyata saja. Keberhasilan kinerja Public Relations sebagai item penting organisasi/perusahaan yang bertugas menciptakan dan mempertahankan nilai/image positif organisasi, semakin tinggi. Salah satu cara yang ditempuh adalah dengan berusaha memarketkan aktivitas public relations dengan maksimal dan efektif. Oleh karena itu, disini kami akan membahas sedikit tentang ”marketing public relation”.


BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Marketing Public Relations (MPR)

Barangkali Anda sudah mengenal istilah “marketing” atau yang dikenal dengan ”pemasaran”. Kata ini sering kali kita dengar dalam dunia bisnis atau ekonomi. Marketing sangat diperlukan agar produk laku di pasaran. Pengertian umum ”marketing” adalah proses sosial dan manajemen dimana individu atau kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dari orang lain, melalui suatu proses pemberian atau
pertukaran sesuatu yang bernilai.

Begitu pula dengan Public Relation atau ”PR”, kata ini pun sering kita lihat dalam struktur organisasi dunia usaha. Biasanya unit ”PR” mempunyai tugas menjadi ”corong” agar citra organisasi tetap baik dan menjadi ”mediator” antara kepentingan klien dengan perusahaan atau badan usaha. Pengertian public relation adalah usaha untuk mengembangkan citra atau image terbaik bagi suatu lembaga, organisasi, perusahaan dan produk atau pun layanan terhadap masyarakat. Membangun citra organisasi sangat penting karena berdampak pada kelangsungan organisasi atau perusahaan tersebut.

Lalu bagaimana bila kedua kata digabungkan, secara prinsip arti kedua kata tersebut tidak hilang, yaitu satu sisi berarti memasarkan dan satu sisi lain berarti menjadi alat ”corong” atau publikasi kepada masyarakat. Dalam pemasaran salah satu bagian terpenting adalah mewujudkan produk atau layanan kita berkualitas yang berarti produk atau layanan sesuai kebutuhan klien, cepat, dan memuaskan. Secara sederhana marketing public relation berarti kegiatan public relation yang didesain untuk mendukung tercapainya tujuan pemasaran (marketing).
Definisi dari wikipedia
Pemasaran (Inggris:Marketing) adalah proses penyusunan komunikasi terpadu yang bertujuan untuk memberikan informasi mengenai barang atau jasa dalam kaitannya dengan memuaskan kebutuhan dan keinginan manusia…..
Proses dalam pemenuhan kebutuhan dan keinginan manusia inilah yang menjadi konsep pemasaran. Mulai dari pemenuhan produk (product), penetapan harga (price), pengiriman barang (place), dan mempromosikan barang (promotion). Seseorang yang bekerja dibidang pemasaran disebut pemasar….”
Hubungan masyarakat atau humas (bahasa Inggris: public relation) adalah seni menciptakan pengertian publik yang lebih baik sehingga dapat memperdalam kepercayaan publik terhadap suatu individu/ organisasi.
Sebagai sebuah profesi seorang Humas bertanggung jawab untuk memberikan informasi, mendidik, meyakinkan, meraih simpati, dan membangkitkan ketertarikan masyarakat akan sesuatu atau membuat masyarakat mengerti dan menerima sebuah situasi. Seorang humas selanjutnya diharapkan untuk membuat program-program dalam mengambil tindakan secara sengaja dan terencana dalam upaya-upayanya mempertahankan, menciptakan, dan memelihara pengertian bersama antara organisasi dan masyarakatnya.
Dari pengertian-pengertian tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa Marketing Public Relations merupakan perpaduan pelaksanaan program dan strategi pemasaran (marketing strategy implementation) dengan tkivitas program kerja public relations (work program of Public relations). Dalam pelaksanaannya terdapat tiga strategi penting, yakni
  1. Pull strategy, public relations memiliki dan harus mengembangkan kekuatan untuk menarik perhatian publik.
  2. Push strategy, public relations memiliki kekuatan untuk mendorong berhasilnya pemasaran.
  3. Pass strategy, public relations memiliki kekuatan untuk mempengaruhi dan menciptakan opini publik yang menguntungkan
Jelas, marketing dalam Marketing Public Relations tidaklah dalam pengertian sempit.Tetapi berkaitan dengan aspek-aspek perluasan pengaruh, informative, persuasif, dan edukatif, baik segi perluasan pemasaran ( makes a marketing) atas suatu produk atau jasa, maupun yang berkaitan dengan perluasan suatu pengaruh tertentu (makes an influence) dari suatu kekuatan lembaga atay terkait dengan citra dan identitas suatu perusahaan.

B. Tugas-tugas Marketing Public Relations
      1. Tugas Pokok
  • Merencanakan alat / media sosialisasi yang up to date mengikuti tuntutan dan kebutuhan dinamika yang ada di masyarakat
  • Merencanakan Tehnik, Taktik dan strategi pemasaran yang efektif dan produktif yang nantinya digunakan untuk mensosialisasikan program yang dibuka lembaga kepada publik / khalayak ramai.
  • Meramalkan / Forcasting produk pemasaran dan / media sosialisasi lembaga
  • Memproduksi alat pemasaran (brosur,famlet,spanduk,dan alat-alat pemasaran yang lain yang akan digunakan sebagai alat sosialisasi).
  • Mencari data dan memetakan pangsa pasar ( Sekolah, PT, lembaga ; swasta maupun negeri dan DUDI ) yang akan digunakan sebagai target obyek pemasaran atau sosialisasi.
  • Mengajukan dengan proaktif atas surat / ijin / proposal tawaran kerjasama dengan lembaga swasta maupun negeri termasuk DUDI untuk bekerjasama dalam rangka sosialisasi lembaga
  • Merencanakan saluran distribusi dan implementasi distribusi alat pemasaran / media sosialisasi yang lainnya kepada obyek pemasaran / kalayak ramai / publik
  • Merencanakan jadwal waktu prog. pemasaran secara kontinyu dan sekaligus realisasi di lapang sesuai target segmentasi pasar sebagai dasar pembuatan brosur / media publikasi / sosialisasi program intensif dan program 1 tahun
  • Menginventarisir dokumen dan semua bentuk dan jenis media publikasi / alat pemasaran sebagai dasar koreksi / bahkan pertimbangan / referensi / acuan selanjutnya.
  • Membuat dokumentasi dan grafik atas trend – trend hasil program pemasaran / sosialisasi lembaga ( rekruting peserta didik, media / alat sosialisasi dll )
  • Membuat laporan atas hasil program pemasaran / sosialisasi yang mencakup segmentasi pasar, jenis dan kuantitas media publikasi, dan alokasi waktu termasuk didalamnya target anggaran dengan perolehan peserta didik secara periodik dan kontinyu.
  • Menindaklanjuti setiap proposal penawaran kerjasama dari berbagai institusi lain yang telah mendapat ACC dari Kabag. Humas dan Pemasaran berdasarkan kesepakatan ke-2 belah pihak dan tetap menjaga keharmonisan hubungan ke –2 institusi.
  • Memantau dan secara simultan menindaklanjuti secara administratif “ rekapitulasi hasil “ atas berbagai angket / quisioner / form pendaftaran mengenai “ asal sumber informasi kursus – program “ yang di isi oleh calon peserta didik di lingkungan lembaga.
      2. Tugas Tambahan
  • Mengevaluasi dan selalu memantau hasil pemasaran yang sedang berjalan, selanjutnya dapat digunakan sebagai dasar pertimbangan keputusan atau kebijakan yang akan diambil.
  • Membuat rencana anggaran belanja yang akan digunakan pada bagian pemasaran/marketing untuk disampaikan kepada Kabag. Humas dan Pemasaran
  • Mengerjakan tugas-tugas lain yang berhubungan dengan pekerjaan marketing yang diperintahkan oleh Kabag. Humas da Pemasaran

C. Peranan Marketing Public Relations
Dilihat dari segi pemasaran, Marketing Public Relations berperan sebagai salah satu cara mencapai tujuan pemasaran, yaitu :
  1. Mengadakan riset pasar, untuk mendapatkan informasi bisnis yang sesuai dengan kebutuhan dan keinginan konsumennya.
  2. Menciptakan produk yang sesuai dari hasil riset pasar tersebut.
  3. Menentukan harga produk yang rasional dan kompetitif
  4. Menentukan dan memilih target konsumen (target audience)
  5. Merencanakan dan melaksanakan kampanye pomosi produk ( pre-project selling) yang akn diluncurkan serta mampu bersaing di marketplace dan cukup menarik (eyes catching) baik segi kemasan, maupun kualitas produk yang ditawarkan terhadap konsumennya
  6. Komitmen terhadap pelayanan purna jual dan kepuasan pelanggan akan terpenuhi, yang mengacu kepada “Marketing is the idea of satisfying the needs of customers by means of the product and the whole cluster of things associated with creating, delivering and finally concumming it”.
Sementara itu dilihat dari segi komunikasi, Marketing Public Relations berperan untuk :
  • Menumbuhkembangkan citra positif perusahaan (corporate image) terhadap publik eksternal atau masyarakat luas, demi tercapainya saling pengertian bagi kedua belah pihak.
  • Membina hubungan positif antar karyawan (employee relations) dan antara karyawan dengan pimpinan atau sebaliknya, sehingga akan tumbuh corporate culture yang mengacu kepada disiplin dan motivasi kerja serta profesionalisme tinggi serta memiliki sense of belonging terhadap perusahaan dengan baik.

Untuk merealisasi tujuan dan peranannya dengan baik, Marketing Public Relations diwujudkan dengan berbagai program komunikasi seperti yang pernah dibahas sebelumnya. Mulai dari komunikasi lisan tulisan, komunikasi cetak (majalah, press release, brosus), sampai komunikasi elektronik melalui radio, internet maupun televisi.

D. Strategi Marketing Public Relation
Personal Selling adalah bagian dari Strategi marketing perusahaan yang merupakan langkah konkret dalam membangun penjualan langsung dan bertujuan bertemu dengan masyarakat. Dalam kaitan ini sang sales atau pelaku marketing mempunyai kesempatan untuk secara langsung mengetahui sejauh mana produk atau layanan direspon secara cepat oleh masyarakat entah itu dalam bentuk penolakan atau persetujuan membeli.
Strategi marketing yang perfect tentu sudah membekali tim yang secara langsung dalam proses personal selling dengan antisipasi lapangan dan taktik membujuk yang relevan, sopan dan efektif. Namun masyarakat tetap saja boleh menolak, karena secara umum budaya, kemampuan dalam masyarakat mampu mempengaruhi keputusan
Di bawah ini ada 5 alasan utama kenapa masyarakat menolak produk atau layanan anda:
  1. 1. Harga
Harga merupakan faktor penting dalam pengambilan keputusan penolakan sebuah produk. Memang harga bisa dikompromi, secara umum kompromi ada 2, pertama kompromi teradap harga, wujudnya diskon, namun diskon bukanlah faktor utama pelangkap harga. Kedua pola pembayaran, kredit 1. Sd 3 kali atau 1.sd 3 bulan,merupakan bentuk toleransi terhadap harga, dan secara umum kredit 3 bulan dari sisi perusahaan mungkin tidak secara langsung mengurangi harga, namun secara perputaran uang sebenernya menambah beban efektitas perputaran modal, return of investment. Selain harga juga dipengaruhi oleh 4 faktor lainnya

  1. 2. Loyalitas pada pemasok lama
KEtika dalam proses penawaran yang bersifat personal selling, maka uji coba produk langsung merupakan langkah yang baik dalam strategi memarketing kanproduk. Karena masyarakat terkadang lebih nyaman dengan pemasok lama yang proses transaksi terbukti dalam sekian waktu. Loyalitas terhadap pemasok lama merupakan tantangan yang nyata saat ini, kecuali barang adalah benar-benara baru dan belum lama diketahui oleh masyarakat. Strategi lain dilapangan berikut kejutan, bahwa anda sebagai pemasok kedua tetap dapat memberikan layanan sebaik pemasok sebelumnya plus bonus yang ditambahkan, bonus tidak harus uang.
  1. 3. Tak mampu membuat keputusan
Sales yang paham betul akan kaedah-kaedah personal selling sangat memahami bahwa ketika menawarkan kepada masyarakat sering terjadi penolakan sesaat karena tidak mampunya calon pelanggan untuk memutuskan, untuk itu jangan terlalu memaksa, dan ada kesan mengejar, cobalah dengan mencari tahu kemungkinan pelaung pertemuan kedua, ketiga baik dengan mengkoleksi no hp,email, alamat rumah dan sahabatnya.

  1. 4. Faktor Produk yang kurang kompetitif
Banyak produk yang ditawarkan ke masyarakat adalah produk inovasi yang hebat, namun bukan produk yang sesuai dengan keinginan masyarakat. Produk yang hebat adlah produk yang mampu bersaing saat ini dank an dating, kenapa karena tolak ukur kompetensi barang di era sekarang adalah pembuktian, visualisasi dan penjelasan teknis. Untuk itu jika produk anda masih baru atau belum popular, maka pahamilah kualifikaasi teknis dan speknya, agar dengan memahami 2 hal tersebut mampu jadi alas an untuk membujuk, selain dari fisik barang tersebut. Misal produk obat herbal, bahwa anda paham ganggang di Afrika adalah yang terbaik karena steril dan jauh dari pemukiman,sedang ganggang Indonesia kurang steril. Dari ruang kontroversi itu ketika anda menjual obat dari bahan ganggang,maka sales sudah mempunyai 2 senjata, dan kondisi akan berbeda jika hanya mengetahui bsatu hal yaitu bahwa ganggang Afrika adalah yang terbaik. Produk yang kurang kompetitif, bisa dikamuflase dengan faktor lain yang kompetitif walau itu sekedar informasi tambahan.

  1. 5. Tidak menyukai perusahaan, sistem dan penjualnya
Ketika sebuah perusahaan menerapkan strategi marketing dengan memproduksi susu yang berbeda-beda sampai 5 produk susu, maka ketika salah satu produk bermasalah dan terbukti membuat masyarakat resah maka kemungkinan 4 produk lainnya akan memancing respon dari masyarakat, dan bisa saja respon itu negative, takut memkonsumsi 4 lainnya.

Contoh lain, istri saya suka sekali dengan produk herbal tapi paling tidak suka jika membeli lewat rantai MLM karena selain strategi bisnis, strategi marketingnya lewat sistem tertentu, juga penjualnya belum tentu paham betul akan penyakit. Paham tentang produk obat mungkin bisa, namun terhadap penyakit tidak semua bisa mengkorelasikan antara penyakit yang komplek dengan produk yang statis terbukti distributor satu dengan yang lain bisa berbeda rekomendasinya walau hanya untuk satu penyakit yang sama.

Oleh karena itu, strategi yang baik dalam marketing public relation adalah:
  • Menetapkan tujuan pemasaran
  • Memilih pesan dan sarana humas yang tepat
  • Menerapkan rencana MPR
  • Mengevaluasi hasil MPR


Kiat-kiat utama MPR:
  • Publikasi: advertorial, newsletter, dll
  • Special event: exhibition, sponsorship, competition, dll
  • Social relations, community relations
  • Corporate identity, dll



BAB III
PENUTUP


A. Kesimpulan

Memasuki era globalisasi, persaingan di berbagai bidang semakin nyata saja. Keberhasilan kinerja Public Relations sebagai item penting organisasi/perusahaan yang bertugas menciptakan dan mempertahankan nilai/image positif organisasi, semakin tinggi. Salah satu cara yang ditempuh adalah dengan berusaha memarketkan aktivitas public relations dengan maksimal dan efektif.
Pemasaran (Inggris:Marketing) adalah proses penyusunan komunikasi terpadu yang bertujuan untuk memberikan informasi mengenai barang atau jasa dalam kaitannya dengan memuaskan kebutuhan dan keinginan manusia…..
Proses dalam pemenuhan kebutuhan dan keinginan manusia inilah yang menjadi konsep pemasaran. Mulai dari pemenuhan produk (product), penetapan harga (price), pengiriman barang (place), dan mempromosikan barang (promotion). Seseorang yang bekerja dibidang pemasaran disebut pemasar….”
Hubungan masyarakat atau humas (bahasa Inggris: public relation) adalah seni menciptakan pengertian publik yang lebih baik sehingga dapat memperdalam kepercayaan publik terhadap suatu individu/ organisasi.
Secara umum dapat diartikan, Marketing Public Relations adalah suatu proses perencanaan, pelaksanaan dan pengevaluasian sprogram-program yang dapat merangsang pembelian dan keuapasan konsumen melalui komunikasi mengenai informasi yang dapat dipercaya dan melalui kesan-kesan positif yang ditimbulkan dan berkaitan dengan identitas perusahaan atau produknya sesuai dengan kebutuhan, keingian dan kepentingan bagi para konsumennya.
Sebagai sebuah profesi seorang Humas bertanggung jawab untuk memberikan informasi, mendidik, meyakinkan, meraih simpati, dan membangkitkan ketertarikan masyarakat akan sesuatu atau membuat masyarakat mengerti dan menerima sebuah situasi. Seorang humas selanjutnya diharapkan untuk membuat program-program dalam mengambil tindakan secara sengaja dan terencana dalam upaya-upayanya mempertahankan, menciptakan, dan memelihara pengertian bersama antara organisasi dan masyarakatnya.

Label:

27 Oktober 2009

TEORI PEMBANGUNAN:
1. Teori Modernisasi: sebuah negara mengakui bahwa negara berjalan secara linear dari tradisional menuju kearah modernisasi
2. Teori Ketergantungan: meyakini bahwa sebuah negara tidak akan lepas dari Negara lain.
3. Teori Pasca Ketergantungan: negara yang kecil dimungkinkan lepas dari negara adidaya melejit sendiri.
4. Teori Alternatif: berharap negara-negara yang selama ini saling berkompetisi dalam hal persenjataan bergerak maju seakan-akan tidak ada perang.

Label:

21 Oktober 2009

Makalah Kontrol dan Perencanaan Strategis

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pengawasan pada hakekatnya merupakan tindakan membandingkan antara hasil dalam kenyataan (dassein) dengan hasil yang diinginkan (das sollen). Hal ini disebabkan karena antara kedua hal tersebut sering terjadi penyimpangan?penyimpangan, maka tugas pengawasan adalah melakukan koreksi atas penyimpangan?penyimpangan tersebut.
Pengawasan merupakan fungsi manajerial yang keempat setelah perencanaan, pengorganisasian, dan pengarahan. Sebagai salah satu fungsi manajemen, mekanisme pengawasan di dalam suatu organisasi memang mutlak diperlukan. Pelaksanaan suatu rencana atau program tanpa diiringi dengan suatu sistem pengawasan yang baik dan berkesinambungan, jelas akan mengakibatkan lambatnya atau bahkan tidak tercapainya sasaran dan tujuan yang telah ditentukan.
Perencanaan merupakan salah satu empat fungsi manajemen yang penting dan saling terkait satu sama lain. Berbicara tentang perencanaan, kita dihadapkan pada pertanyaan apakah suatu rencana berjalan dengan baik atau tidak. Pertanyaan mendasar ini kiranya aktual diajukan manakala kita melihat realitas keseharian yang menunjukkan banyaknya kegagalan akibat perencanaan yang salah dan tidak tepat. Kesalahan perencanaan dapat berada pada awal perencanaan itu sendiri ataupun pada saat proses perencanaan itu berlangsung.
Banyak perencanaan pemerintah yang gagal gara-gara apa yang direncanakan tersebut tidak mempunyai pijakan yang relevan dengan kondisi sosial budaya masyarakat. Bahkan kadang-kadang alih – alih prrgram yang dilaksanakan dapat memberdayakan masyarakat, akan tetapi pada akhirnya ternyata malah menciptakan ketergantungan masyarakat kepada pemerintah. Artinya pemerintah selalu memberikan ikan, bukan kail seperti yang sering disampaikan oleh beberapa pakar. Melihat kenyataan ini, timbul tanda tanya besar bagi perencana, kenapa hal ini terjadi..

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Pengawasan
Istilah pengawasan dalam bahasa Inggris disebut controlling, yang oleh Dale (dalam Winardi, 2000:224) dikatakan bahwa: “… the modern concept of control … provides a historical record of what has happened … and provides date the enable the … executive … to take corrective steps …”. Hal ini berarti bahwa pengawasan tidak hanya melihat sesuatu dengan seksama dan melaporkan hasil kegiatan mengawasi, tetapi juga mengandung arti memperbaiki dan meluruskannya sehingga mencapai tujuan yang sesuai dengan apa yang direncanakan. More (dalam Winardi, 2000:226) menyatakan bahwa: “… there’s many a slip between giving works, assignments to men and carrying them out. Get reports of what is being done, compare it with what ought to be done, and do something about it if the two aren’t the same”.

Pengertian tentang pengawasan sangat beragam dan banyak sekali pendapat para ahli yang mengemukakannya, namun demikian pada prinsipnya kesemua pendapat yang dikemukan oleh para ahli adalah sama, yaitu merupakan tindakan membandingkan antara hasil dalam kenyataan (dassein) dengan hasil yang diinginkan (das sollen), yang dilakukan dalam rangka melakukan koreksi atas penyimpangan?penyimpangan yang terjadi dalam kegiatan manajemen. Berikut beberapa pengertian tentang pengawasan dari para ahli:

Siagian (1990:107) menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan pengawasan adalah: “Proses pengamatan daripada pelaksanaan seluruh kegiatan organisasi untuk menjamin agar supaya semua pekerjaan yang sedang dilakukan berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan sebelumnya.” Ciri terpenting dari konsep yang dikemukan oleh Siagian ini adalah bahwa pengawasan hanya dapat diterapkan bagi pekerjaan?pekerjaan yang sedang berjalan dan tidak dapat diterapkan untuk pekerjaan?pekerjaan yang sudah selesai dilaksanakan
Terry (dalam Winardi, 1986:395) juga berpendapat tentang pengertian pengawasan ini, ia mengatakan bahwa: Pengawasan berarti mendeterminasi apa yang dilaksanakan, maksudnya mengevaluasi prestasi kerja dan apabila perlu menerapkan tindakan¬-tindakan korektif sehingga hasil pekerjaan sesuai dengan rencana?rencana. Jadi pengawasan dapat dianggap sebagai aktivitas untuk menemukan dan mengoreksi penyimpangan?penyimpangan penting dalam hasil yang dicapai dari aktivitas?aktivitas yang direncanakan.

Sementara Lembaga Administrasi Negara (1996:159) mengungkapkan bahwa: Pengawasan adalah salah satu fungsi organik manajemen, yang merupakan proses kegiatan pimpinan untuk memastikan dan menjamin bahwa tujuan dan sasaran serta tugas?tugas organisasi akan dan telah terlaksana dengan baik sesuai dengan rencana, kebijakan, instruksi, dan ketentuan¬-ketentuan yang telah ditetapkan dan yang berlaku. Pengawasan sebagai fungsi manajemen sepenuhnya adalah tanggung jawab setiap pimpinan pada tingkat mana pun. Hakikat pengawasan adalah untuk mencegah sedini mungkin terjadinya penyimpangan, pemborosan, penyelewengan, hambatan, kesalahan dan kegagalan dalam pencapaian tujuan dan sasaran serta pelaksanaan tugas?tugas organisasi.

B. Maksud dan Tujuan Pengawasan
Terwujudnya tujuan yang dikehendaki oleh organisasi sebenarnya tidak lain merupakan tujuan dari pengawasan. Sebab setiap kegiatan pada dasarnya selalu mempunyai tujuan tertentu. Oleh karena itu pengawasan mutlak diperlukan dalam usaha pencapaian suatu tujuan. Menurut Situmorang dan Juhir (1994:22) maksud pengawasan adalah untuk :
  1. Mengetahui jalannya pekerjaan, apakah lancar atau tidak
  2. Memperbaiki kesalahan?kesalahan yang dibuat oleh pegawai dan mengadakan pencegahan agar tidak terulang kembali kesalahan¬-kesalahan yang sama atau timbulnya kesalahan yang baru.
  3. Mengetahui apakah penggunaan budget yang telah ditetapkan dalam rencana terarah kepada sasarannya dan sesuai dengan yang telah direncanakan.
  4. Mengetahui pelaksanaan kerja sesuai dengan program (fase tingkat pelaksanaan) seperti yang telah ditentukan dalam planning atau tidak.
  5. Mengetahui hasil pekerjaan dibandingkan dengan yang telah ditetapkan dalam planning, yaitu standard.

Sementara berkaitan dengan tujuan pengawasan, Situmorang dan Juhir (1994:26) mengatakan bahwa tujuan pengawasan adalah :
  1. Agar terciptanya aparat yang bersih dan berwibawa yang didukung oleh suatu sistem manajemen pemerintah yang berdaya guna (dan berhasil guna serta ditunjang oleh partisipasi masyarakat yang konstruksi dan terkendali dalam wujud pengawasan masyarakat (kontrol sosial) yang obyektif, sehat dan bertanggung jawab.
  2. Agar terselenggaranya tertib administrasi di lingkungan aparat pemerintah, tumbuhnya disiplin kerja yang sehat.
  3. Agar adanya keluasan dalam melaksanakan tugas, fungsi atau kegiatan, tumbuhnya budaya malu dalam diri masing?masing aparat, rasa bersalah dan rasa berdosa yang lebih mendalam untuk berbuat hal?hal yang tercela terhadap masyarakat dan ajaran agama.

C. Tipe Pengawasan
Donnelly, et al. (dalam Zuhad, 1996:302) mengelompokkan pengawasan menjadi tiga tipe dasar, yaitu preliminary control, concurrent control dan feedback control. Ketiga hal tersebut digambarkan sebagai berikut:

Pengawasan pendahuluan (preliminary control). Memusatkan perhatian pada masalah mencegah timbulnya deviasi?deviasi pada kualitas serta kuantitas sumber?sumber daya yang digunakan pada organisasi?organisasi. Sumber?sumber daya ini harus memenuhi syarat?syarat pekerjaan yang ditetapkan oleh struktur organisasi yang bersangkutan. Para pegawai atau karyawan perlu memiliki kemampuan, baik kemampuan fisik ataupun kemampuan intelektual untuk melaksanakan tugas?tugas yang dibebankan kepada mereka. Bahan?bahan yang akan digunakan harus memenuhi kualitas tertentu dan mereka harus tersedia pada waktu dan tempat yang tepat. Di samping itu, modal harus pula tersedia agar dapat dicapai suplai peralatan serta mesin?mesin yang diperlukan. Akhirnya sumber¬-sumber daya finansial harus pula tersedia dalam jumlah dan waktu yang tepat.

Pengawasan pada saat pekerjaan berlangsung (concurrent control). Memonitor pekerjaan yang berlangsung guna memastikan bahwa sasaran?sasaran telah dicapai. Alat prinsip dengan apa pengawasan dapat dilaksanakan adalah aktivitas para manajer yang memberikan pengarahan atau yang melaksanakan supervisi.

Pengawasan feedback (feedback control). Memusatkan perhatian pada hasil?hasil akhir. Tindakan korektif ditujukan ke arah proses pembelian sumber daya atau operasi?operasi aktual. Tipe pengawasan ini mencapai namanya dari fakta bahwa hasil?hasil historikal mempengaruhi tindakan?tindakan masa mendatang.

D. Macam Teknik Pengawasan
Disarikan dari pendapat Koontz, et. al. (dalam Hutauruk, 1986:298-331) tentang teknik pengawasan, terdapat dua cara untuk memastikan pegawai merubah tindakan/sikapnya yang telah mereka lakukan dalam bekerja, yaitu dengan dilakukannya pengawasan langsung (direct control) dan pengawasan tidak langsung (indirect control). Pengawasan langsung diartikan sebagai teknik pengawasan yang dirancang bangun untuk mengidentifikasi dan memperbaiki penyimpangan rencana. Dengan demikian pada pengawasan langsung ini, pimpinan organisasi mengadakan pengawasan secara langsung terhadap kegiatan yang sedang dijalankan, yaitu dengan cara mengamati, meneliti, memeriksa dan mengecek sendiri semua kegiatan yang sedang dijalankan tadi. Tujuannya adalah agar penyimpangan-penyimpangan terhadap rencana yang terjadi dapat diidentifikasi dan diperbaiki. Menurut Koontz, et. al, pengawasan langsung sangat mungkin dilakukan apabila tingkat kualitas para pimpinan dan bawahannya rendah.
Sementara pengawasan tidak langsung diartikan sebagai teknik pengawasan yang dilakukan dengan menguji dan meneliti laporan-laporan pelaksanaan kerja. Tujuan dari pengawasan tidak langsung ini adalah untuk melihat dan mengantisipasi serta dapat mengambil tindakan yang tepat untuk menghindarkan atau memperbaiki penyimpangan. Menurut Koontz, et. al, pengawasan tidak langsung sangat mungkin dilakukan apabila tingkat kualitas para pimpinan dan bawahannya tinggi.

E. perencanaan Strategis
Perencanaan strategis adalah proses yang dilakukan suatu organisasi untuk menentukan strategi atau arahan, serta mengambil keputusan untuk mengalokasikan sumber dayanya (termasuk modal dan sumber daya manusia) untuk mencapai strategi ini. Berbagai teknik analisis bisnis dapat digunakan dalam proses ini, termasuk analisis SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities, Threats), PEST (Political, Economic, Social, Technological), atau STEER (Socio-cultural, Technological, Economic, Ecological, Regulatory).
Analisis SWOT (singkatan bahasa Inggris dari "kekuatan"/strengths, "kelemahan"/weaknesses, "kesempatan"/opportunities, dan "ancaman"/threats) adalah metode perencanaan strategis yang digunakan untuk mengevaluasi kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman dalam suatu proyek atau suatu spekulasi bisnis. Proses ini melibatkan penentuan tujuan yang spesifik dari spekulasi bisnis atau proyek dan mengidentifikasi faktor internal dan eksternal yang mendukung dan yang tidak dalam mencapai tujuan tersebut.
Teknik ini dibuat oleh Albert Humphrey, yang memimpin proyek riset pada Universitas Stanford pada dasawarsa 1960-an dan 1970-an dengan menggunakan data dari perusahaan-perusahaan Fortune 500.
Arti:
Perencanaan strategis merupakan proses pemilihan tujuan organisasi, penentuan kebijakan dan program yang perlu, untuk mencapai sasaran tertentu dalam rangka mencapai tujuan, dan penetapan metode yang perlu untuk menjamin agar kebijakan dan program strategis tersebut terlaksana

Apakah penting?
Banyak organisasi sekarang menyadari akan pentingnya perencanaan strategis untuk perkembangan dan kesehatan jangka panjang bagi organisasinya. para manajer telah menemukan bahwa dengan mendefinisikan misi perusahaannya secara khusus, mereka lebih mudah dalam mengarahkan dan memfokuskan kegiatannya. sehingga, perusahaan dapat berfungsi lebih baik dan lebih tanggap terhadap lingkungan yang selalu berubah ubah.

Langkah-langkah:
  1. perumusan sasaran
  2. pengidentifikasian strategi dan tujuan berjalan
  3. analisis lingkungan
  4. analisis sumber daya
  5. pengidentifikasi peluang dan ancaman
  6. penentuan sejauh mana perubahan strategis dilakukan
  7. pengambilan keputusan strategis
  8. implementasi strategis
  9. pengukuran dan pengendalian program

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pengawasan pada hakekatnya merupakan tindakan membandingkan antara hasil dalam kenyataan (dassein) dengan hasil yang diinginkan (das sollen). Hal ini disebabkan karena antara kedua hal tersebut sering terjadi penyimpangan?penyimpangan, maka tugas pengawasan adalah melakukan koreksi atas penyimpangan?penyimpangan tersebut.
Pengertian tentang pengawasan sangat beragam dan banyak sekali pendapat para ahli yang mengemukakannya, namun demikian pada prinsipnya kesemua pendapat yang dikemukan oleh para ahli adalah sama, yaitu merupakan tindakan membandingkan antara hasil dalam kenyataan (dassein) dengan hasil yang diinginkan (das sollen), yang dilakukan dalam rangka melakukan koreksi atas penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dalam kegiatan manajemen.
Perencanaan strategis merupakan proses pemilihan tujuan organisasi, penentuan kebijakan dan program yang perlu, untuk mencapai sasaran tertentu dalam rangka mencapai tujuan, dan penetapan metode yang perlu untuk menjamin agar kebijakan dan program strategis tersebut terlaksana

Banyak organisasi sekarang menyadari akan pentingnya perencanaan strategis untuk perkembangan dan kesehatan jangka panjang bagi organisasinya. para manajer telah menemukan bahwa dengan mendefinisikan misi perusahaannya secara khusus, mereka lebih mudah dalam mengarahkan dan memfokuskan kegiatannya. sehingga, perusahaan dapat berfungsi lebih baik dan lebih tanggap terhadap lingkungan yang selalu berubah ubah.

Label:

18 Oktober 2009

Kejahatan, Polisi dan Penegak Hukum

Kejahatan-kejahatan berupa perampokan, pencurian, penggarongan, perkosaan, dan pembunuhan itu sifatnya menyolok. Sedang korupsi, penggelapan, penipuan (con games), pemalsuan, perjudian, manipulasi dagang, semuanya sifatnya invisible atau tidak kelihatan. Pengejaran tindak kriminal dilakukan oleh polisi. Namun tragisny, kekuatan angkatan kepolisian biasanya berkembang jauh di belakang pertumbuhan kekuatan kriminal. Bila teknik dan metode-metode kriminal pesat tumbuh sejajar dengan kemajuan teknologi modern, maka biasanya keterampilan anggota-anggota angkatan kepolisian dan sarana-sarana pendeteksi (untuk menemukan) kejahatan lamban sekali perkembangannya, sama lambannya dengan membengkaknya indolensi daripada birokrasi. Dengan demikian, banyak kasus kejahatan lolos dari kejaran polisi dan tuntutan hukum. Budget untuk memodernisasi angkatan kepolisian kita pun sangat tidak memadai dengan meluasnya tugas-tugas menjamin keamanan yang semakin banyak terganggu oleh pelanggaran-pelanggaran dan kejahatan.

Jika pemerintahan lemah dan banyak terdapat korupsi politik, maka biasanya lembaga-lembaga hukumnya berfungsi sangat buruk. Ada hakim-hakim atau pengadilan yang membebaskan penjahat-penjahat berbahaya, padahal para petugas polisi telah mengadu jiwa sewaktu mengejar dan menangkap mereka. Sebaliknya, maling-maling kecil yang tidak mampu membayar pihak-pihak penuntut, mendapatkan hukuman berat. Praktik demikian, dilakukan oleh hakim-hakim serta jaksa-jaksa yang tidak jujur dan melanggar kode etik korpsnya. Namun di balik itu, banyak juga jaksa dan hakim terpaksa membebaskan tertuduh/penjahat, karena mendapat katabelletje dari pihak atasan, atau dari penguasa eksekutif yang lebih tinggi. Dengan begitu banyak muncul ketidakadilan karena diterapkannya pertimbangan-pertimbangan hukum yang tidak rasional. Sebagai akibatnya, petugas-petugas polisi lalu mengambil kebijakan dan tindakan tegas, yaitu menembak penjahat-penjahat di tempat (seperti tidak terdapat hukum) saja.

Penjahat-penjahat ekonomi kecil-kecilan yang miskin, sering pula dijadikan kambing hitam oleh lembaga pengadilan. Yaitu dijadikan sapi perahan; atau menerima hukuman berat, karena mereka tidak mampu menyuap. Sedang kejahatan-kejahatan kelas kakap bisa lolos dari jaringan karena bisa menyogok dan menyuap. Ditambah lagi dengan banyaknya kasus kejahatan yang diselesaikan di luar pengadilan, maka rakyat pada umumnya tidak mempunyai kepercayaan lagi pada polisi. Peristiwa demikian mengakibatkan timbulnya rasa ketidakpastian internal (sense of internal insecurity) di kalangan korps polisi bahkan mengakibatkan proses demoralisasi dalam departemen kepolisian.

Terhadap kejahatan-kejahatan seks, pihak polisi pada umumnya tidak bersikap kejam. Hal ini disebabkan oleh besarnya toleransi terhadap kesalahan sesama manusia. Akan tetapi, terhadap penjahat yang telah membunuh seorang anggota polisi, mereka pada umumnya bersikap kejam sekali.

Penjahat-penjahat ini cenderung menyingkirkan penangkapan dan gangguan-gangguan dari anggota polisi. Oleh karena itu, apabila mereka tertangkap, dengan sekuat tenaga mereka secara perorangan atau secara kelompok mencoba menyuap oknum-oknum polisi yang korup. Juga menyuap pengacara dan hakim agar mereka dibebaskan dari tuntutan hukum atau mendapatkan hukuman seringan mungkin.

Label:

17 Oktober 2009

Sebenarnya, Apakah Pembangunan Itu?

Kesulitan dalam mendefinisikan pembangunan, terutama bukan karena orang tidak paham persis tentang apa yang dimaksud dengan pembangunan, tapi justru karena begitu banyaknya aspek dan masalah yang diketahui termasuk ke dalam apa yang disebut pembangunan, sehingga hampir tidak mungkin untuk menyatukan semuanya menjadi suatu bentuk rumusan sederhana sebagai suatu definisi yang komplit: "Inilah dia pembangunan itu".

Dalam pengertian sehari-hari yang sederhana, dapatlah disebutkan bahwa pembangunan merupakan usaha yang dilakukan oleh suatu masyarakat untuk meningkatkan taraf hidup mereka. Namun untuk suatu pembahasan yang berlatar-belakang ilmiah, tentu harus di usahakan suatu pengertian yang kurang lebih menggambarkan apa yang dimaksudkan sebagai pembangunan, yang secara umum dapat diterima oleh mereka yang ikut membahasnya.

Dalam tulisan-tulisan mengenai pembangunan, pengertian-pengertian berikut ini biasanya selalu dikaitkan dalam menyusun suatu definisi pembangunan; yaitu: modernisasi, perubahan sosial, industrialisasi, pertumbuhan (growth), dan evolusi sosio-kultural. Sebagian besar dari istilah tersebut walaupun memang ada gunanya dalam menyusun pengertian mengenai pembangunan untuk keperluan yang berbeda-beda, tapi terasa kurang sesuai dengan apa yang sesungguhnya dimaksudkan sebagai pembangunan (Frey, 1973). Menurut frey, pengertian pertumbuhan (growth) terasa terlalu luas, sedangkan industrialisasi, terlalu sempit. Begitupun dengan istilah westernisasi, yang terasa bersifat parokial (sempit wawasannya) dan meragukan. Yang paling populer diantara semuanya adalah istilah modernisasi dan pembangunan, yang menyebabkan kedua istilah itu seringkali dianggap merupakan sinonim satu dengan lainnya.

Rogers (1969, 1971) mengartikan pembangunan sebagai proses-proses yang terjadi pada level atau tingkatan sistem sosial, sedangkan modernisasi menunjuk pada proses yang terjadi pada level individu. Yang paling sering, kalaupun pengertian kedua istilah tersebut dibedakan, maka pembangunan dimaksudkan yang terjadi pada bidang ekonomi, atau lebih mencakup seluruh proses yang analog dan seiring dengan itu, dalam masyarakat secara keseluruhan.

Tehranian (1979) mengartikan istilah kemajuan (progress), pembangunan (development), dan modernisasi, sebagai suatu fenomena historis yang sama, yaitu suatu transisi dari masyarakat yang agraris ke masyarakat industrial.

Dalam diskusi teoritis, memang ada yang menspesifikkan arti dari masing-masing istilah tersebut di atas. Arjomand (1977) misalnya, berpendapat bahwa sebagai suatu konsep, pembangunan menunjukkan bias evolusioner. Sedangkan Berger, dkk. (1973) memandang modernisasi sebagai suatu rangkaian fenomena historis yang jauh lebih spesifik, yang diasosiasikan dengan tumbuhnya masyarakat-masyarakat industrial.

Para teorisi yang tidak mau dikaitkan dengan salah satu bias tersebut, biasanya lebih suka berbicara dengan menggunakan istilah perubahan sosial. Rogers sendiri (1978) mengubah rumusan yang pernah dibuatnya tentang pembangunan dari apa yang pernah dikemukakan sebelumnya (1971, 1973, 1976) dengan m menyatakan bahwa "Pembangunan sebagai suatu proses perubhan sosial yang bersifat partisipatori secara luas untuk memajukan keadaan sosial dan kebendaan (termasuk keadikan yang lebih besar, kebebasan, dan kualitas yang dinilai tinggi yang lainnya) bagi mayoritas masyarakat melalui perolehan mereka akan kontrol yang lebih besar terhadap lingkungannya".

Sementara itu, menurut Seers (1996) sebagai suatu istilah teknis, pembangunan berarti membangkitkan masyarakat di negara-negara sedang berkembang dari keadaan kemiskinan, tingkat melek huruf (literacy rate) yang rendah, pengangguran, dan ketidakadilan sosial.

Label:

14 Oktober 2009

Tugas Pembangunan Kelembagaan

Nama; Abdul Qadir Jailani
Nim: 060210025
Pembagunan kelembagaan
Pengertian Pembangunan
Dalam hal ini, pembangunan dapat diartikan sebagai `suatu upaya terkoordinasi untuk menciptakan alternatif yang lebih banyak secara sah kepada setiap warga negara untuk me¬menuhi dan mencapai aspirasinya yang paling manusiawi (Nugroho dan Rochmin Dahuri, 2004)..
Mengenai pengertian pembangunan, para ahli memberikan definisi yang bermacam-macam seperti halnya peren¬canaan. Istilah pembangunan bisa saja diartikan berbeda oleh satu orang dengan orang lain, daerah yang satu dengan daerah lainnya, Negara satu dengan Negara lain. Namun secara umum ada suatu kesepakatan bahwa pemba¬ngunan merupakan proses untuk melakukan perubahan (Riyadi dan Deddy Supriyadi Bratakusumah, 2005).
Siagian (1994) memberikan pengertian tentang pembangunan sebagai “Suatu usaha atau rangkaian usaha pertumbuhan dan per¬ubahan yang berencana dan dilakukan secara sadar oleh suatu bangsa, negara dan pemerintah, menuju modernitas dalam rangka pembinaan bangsa (nation building)”. Sedangkan Ginanjar Kartasas¬mita (1994) memberikan pengertian yang lebih sederhana, yaitu sebagai “suatu proses perubahan ke arah yang lebih baik melalui upaya yang dilakukan secara terencana”.


Teori Pembangunan Dunia Ketiga
Teori Pembangunan Dunia Ketiga adalah teori-teori pembangunan yang berusaha menyelesaikan masalah yang dihadapi oleh negara-negara miskin atau negara yang sedang berkembang dalam dunia yang didominasi oleh kekuatan ekonomi, ilmu pengetahuan dan kekuatan militer negara-negara adikuasa atau negara industri maju.
Persoalan-persoalan yang dimaksud yakni bagaimana mempertahankan hidup atau meletakkan dasar-dasar ekonominya agar dapat bersaing di pasar internasional.
Untuk mengukur pembangunan atau pertumbuhan ekonomi suatu negara dapat dilihat dari:
1.Kekayaan rata-rata yakni produktifitas masyarakat atau produktifitas negara tersebut melalui produk nasional bruto dan produk domestic bruto.
2.Pemerataan: tidak saja kekayaan atau produktifitas bangsa yang dilihat, tetapi juga pemerataan kekayaan dimana tidak terjadi ketimpangan yang besar antara pendapatan golongan termiskin, menengah dan golongan terkaya. Bangsa yang berhasil dalam pembangunan adalah bangsa yang tinggi produktifitasnya serta penduduknya relatif makmur dan sejahtera secara merata.
3.Kualitas kehidupan dengan tolok ukur PQLI (Physical Quality of Life Index) yakni: rata-rata harapan hidup sesudah umur satu tahun, rata-rata jumlah kematian bayi, dan rata-rata presentasi buta dan melek huruf.
4.Kerusakan lingkungan.
5.Kejadian sosial dan kesinambungan.
Teori Modernisasi: Pembangunan sebagai masalah internal.
Teori ini menjelaskan bahwa kemiskinan lebih disebabkan oleh faktor internal atau faktor-faktor yang terdapat di dalam negara yang bersangkutan.
Ada banyak variasi dan teori yang tergabung dalam kelompok teori ini antara lain adalah:
1.Teori yang menekankan bahwa pembangunan hanya merupakan masalah penyediaan modal dan investasi. Teori ini biasanya dikembangkan oleh para ekonom. Pelopor teori antara lain Roy Harrod dan Evsay Domar yang secara terpisah berkarya namun menghasilkan kesimpulan sama yakni: pertumbuhan ekonomi ditentukan oleh tingginya tabungan dan investasi.
2.Teori yang menekankan aspek psikologi individu. Tokohnya adalah McClelaw dengan konsepnya The Need For Achievment dengan symbol n. ach, yakni kebutuhan atau dorongan berprestasi, dimana mendorong proses pembangunan berarti membentuk manusia wiraswasta dengan n.ach yang tinggi. Cara pembentukanya melalui pendidikan individu ketika seseorang masih kanak-kanak di lingkungan keluarga.
3.Teori yang menekankan nilai-nilai budaya mempersoalkan masalah manusia yang dibentuk oleh nilai-nilai budaya di sekitarnya, khususnya nilai-nilai agama. Satu masalah pembangunan bagi Max Weber (tokoh teori ini) adalah tentang peranan agaman sebagai faktor penyebab munculnya kapitalisme di Eropa barat dan Amerika Serikat. Bagi Weber penyebab utama dari semua itu adalah etika protestan yang dikembangkan oleh Calvin.
4.Teori yang menekankan adanya lembaga-lembaga sosial dan politik yang mendukung proses pembangunan sebelum lepas landas dimulai. Bagi W.W Rostow, pembangunan merupakan proses yang bergerak dalam sebuah garis lurus dari masyarakat terbelakang ke masyarakat niaga. Tahap-tahapanya adalah sbb:
a.Masarakat tradisional=belum banyak menguasai ilmu pengetahuan.
b.Pra-kondisi untuk lepas landas= masyarakat tradisional terus bergerak walaupun sangat lambat dan pada suatu titik akan mencapai posisi pra-kondisi untuk lepas landas.
c.Lepas landas : ditandai dengan tersingkirnya hambatan-hambatan yang menghalangi proses pertumbuhan ekonomi.
d.Jaman konsumsi massal yang tinggi. Pada titik ini pembangunan merupakan proses berkesinambungan yang bisa menopang kemajuan secara terus-menerus.
5.Teori yang menekankan lembaga sosial dan politik yang mendukung proses pembangunan. Tokohnya Bert E Hoselitz yang membahas faktor-faktor non-ekonomi yang ditinggalkan oleh W.W Rostow. Hoselitz menekankan lembaga-lembaga kongkrit. Baginya, lembaga-lembaga politik dan sosial ini diperlukan untuk menghimpun modal yang besar, serta memasok tenaga teknis, tenaga swasta dan tenaga teknologi.
6.Teori ini menekankan lingkungan material. Dalam hal ini lingkungan pekerjaan sebagai salah satu cara terbaik untuk membentuk manusia modern yang bisa membangun. Tokohnya adalah Alex Inkeler dan David H. Smith.
Teori ketergantungan.
Teori ini pada mulanya adalah teori struktural yang menelaah jawaban yang diberikan oleh teori modernisasi.
Teori struktural berpendapat bahwa kemiskinan yang terjadi di negara dunia ketiga yang mengkhusukan diri pada produksi pertanian adalah akibat dari struktur pertanian adalah akibat dari struktur perekonomian dunia yang eksploitatif dimana yang kuat mengeksploitasi yang lemah.
Teori ini berpangkal pada filsafat materialisme yang dikembangkan Karl Marx. Salah satu kelompok teori yang tergolong teori struktiral ini adalah teori ketergantungan yang lahir dari 2 induk, yakni seorang ahli pemikiran liberal Raul Prebiesch dan teori-teori Marx tentang imperialisme dan kolonialisme serta seorang pemikir marxis yang merevisi pandangan marxis tentang cara produksi Asia yaitu, Paul Baran.
1.Raul Prebisch : industri substitusi import. Menurutnya negara-negara terbelakang harus melakukan industrialisasi yang dimulai dari industri substitusi impor.
2.Perdebatan tentang imperialisme dan kolonialisme. Hal ini muncul untuk menjawab pertanyaan tentang alasan apa bangsa-bangsa Eropa melakukan ekspansi dan menguasai negara-negara lain secara politisi dan ekonomis. Ada tiga teori:
a.Teori God:adanya misi menyebarkan agama.
b.Teori Glory:kehausan akan kekuasaan dan kebesaran.
c.Teori Gospel:motivasi demi keuntungan ekonomi.
3.Paul Baran: sentuhan yang mematikan dan kretinisme. Baginya perkembangan kapitalisme di negara-negara pinggiran beda dengan kapitalisme di negara-negara pusat. Di negara pinggiran, system kapitalisme seperti terkena penyakit kretinisme yang membuat orang tetap kerdil.
Ada 2 tokoh yang membahas dan menjabarkan pemikirannya sebagai kelanjutan dari tokoh-tokoh di atas, yakni:
1.Andre Guner Frank : pembangunan keterbelakangan. Bagi Frank keterbelakangan hanya dapat diatasi dengan revolusi, yakni revolusi yang melahirkan sistem sosialis.
2.Theotonia De Santos : Membantah Frank. Menurutnya ada 3 bentuk ketergantungan, yakni :
a.Ketergantungan Kolonial: hubungan antar penjajah dan penduduk setempat bersifat eksploitatif.
b.Ketergantungan Finansial- Industri: pengendalian dilakukan melalui kekuasaan ekonomi dalam bentuk kekuasaan financial-industri.
c.Ketergantungan Teknologis-Industrial: penguasaan terhadap surplus industri dilakukan melalui monopoli teknologi industri.
Ada 6 inti pembahasan teori ketergantungan:
1.Pendekatan keseluruhan melalui pendekatan kasus.
Gejala ketergantungan dianalisis dengan pendekatan keseluruhan yang memberi tekanan pada sisitem dunia. Ketergantungan adalah akibat proses kapitalisme global, dimana negara pinggiran hanya sebagai pelengkap. Keseluruhan dinamika dan mekanisme kapitalis dunia menjadi perhatian pendekatan ini.
2.Pakar eksternal melawan internal.
Para pengikut teori ketergantungan tidak sependapat dalam penekanan terhadap dua faktor ini, ada yang beranggapan bahwa faktor eksternal lebih ditekankan, seperti Frank Des Santos. Sebaliknya ada yang menekan factor internal yang mempengaruhi/ menyebabkan ketergantungan, seperti Cordosa dan Faletto.
3.Analisis ekonomi melawan analisi sosiopolitik
Raul Plebiech memulainya dengan memakai analisis ekonomi dan penyelesaian yang ditawarkanya juga bersifat ekonomi. AG Frank seorang ekonom, dalam analisisnya memakai disiplin ilmu sosial lainya, terutama sosiologi dan politik. Dengan demikian teori ketergantungan dimulai sebagai masalah ekonomi kemudian berkembang menjadi analisis sosial politik dimana analisis ekonomi hanya merupakan bagian dan pendekatan yang multi dan interdisipliner analisis sosiopolitik menekankan analisa kelas, kelompok sosial dan peran pemerintah di negara pinggiran.
4.Kontradiksi sektoral/regional melawan kontradiksi kelas.
Salah satu kelompok penganut ketergantungan sangat menekankan analisis tentang hubungan negara-negara pusat dengan pinggiran ini merupakan analisis yang memakai kontradiksi regional. Tokohnya adalah AG Frank. Sedangkan kelompok lainya menekankan analisis klas, seperti Cardoso.
5.Keterbelakangan melawan pembangunan.
Teori ketergantungan sering disamakan dengan teori tentang keterbelakangan dunia ketiga. Seperti dinyatakan oleh Frank. Para pemikir teori ketergantungan yang lain seperti Dos Santos, Cardoso, Evans menyatakan bahwa ketergantungan dan pembangunan bisa berjalan seiring. Yang perlu dijelaskan adalah sebab, sifat dan keterbatasan dari pembangunan yang terjadi dalam konteks ketergantungan.
6.Voluntarisme melawan determinisme
Penganut marxis klasik melihat perkembangan sejarah sebagai suatu yang deterministic. Masyarakat akan berkembang sesuai tahapan dari feodalisme ke kapitalisme dan akan kepada sosialisme. Penganut Neo Marxis seperti Frank kemudian mengubahnya melalui teori ketergantungan. Menurutnya kapitalisme negara-negara pusat berbeda dengan kapitalisme negara pinggiran. Kapitalisme negara pinggiran adalah keterbelakangan karena itu perlu di ubah menjadi negara sosialis melalui sebuah revolusi. Dalam hal ini Frank adalah penganut teori voluntaristik. [C 2002)


PEMAHAMAN PEMBANGUNAN

Pembangunan! Kata ini memang selalu menjadi tema sentral dalam perdebatan yang dilakukan oleh para pakar intelektual dinegeri ini maupun dunia. Seringkali kata ini muncul dari siapapun, entah masyarkat pada level groos roots maupun para pengambil kebjakan. Walaupun kata pembangunan seringkali menghiasi kolom artikel di berbagai media cetak dan buku-buku teks. Namun kenyataan tak bisa dihindari bahwa kata ini belum memiliki makna secara harfiah yang disepakati oleh semua komunitas. Kondisi inilah yang pada gilirannya memunculkan pemahaman atas pengertian pembangunan yang berbeda-beda, bahkan tak jarang menjadi bias. Fakta ini ditemukan oleh seorang Selo Sumardjan yang sempat terdampar di sebuah kota kecil, dimana seorang penduduk menyatakan bahwa “ Saya dulu tinggal di Jakarta, tapi karena adanya pembangunan sehingga saya pindah kesini”. Hal lainnya adalah apa yang pernah ditemukan oleh Romo Mangun diatas puncak gunung kidul, dalam mana seorang penduduk setempat mengatakan bahwa “ Saya bisa menghidupi keluarga, apabila tidak ada perintah pembangunan dari Kepala Desa”. Mungkin saja masih ada paradoks-paradoks lain yang belum terdeteksi. Yang tentu sama halnya dengan kedua paradoks yang ditemukan oleh kedua orang diatas.
Pada konteks itu, mungkinkah diperlukan sebuah konsep pembangunan yang dikonstruksi untuk menyamaratakan pemahaman atas makna pembangunan? Dapatkah kata pengembangan hadir untuk memecahkan paradoks tentang makna pembangunan? Ataukah kata yang tepat digunakan adalah pemberdayaan? Sungguh sebuah dilema.

ARTI KELEMBAGAAN

• Dalam literatur, istilah “kelembagaan” disandingkan atau disilangkan dengan “organisasi”.

• Terdapat kebelumsepahaman tentang arti “kelembagaan” di kalangan ahli.

• Contoh: “What contstitutes an ‘institution’ is a subject of continuing debate among social scientist….. The term institution and organixation are commonly used interchangeably and this contributes to ambiguityand confusion” (Norman Uphoff, 1986).

• “…belum terdapat istilah yang mendapat pengakuan umum dalam kalangan para sarjana sosiologi untuk menterjemahkan istilah Inggris ‘social institution’……. Ada yang menterjemahkannya dengan istilah ‘pranata’ ….. ada pula yang ‘bangunan sosial’” (Koentjaraningrat, 1997).


Kelembagaan adalah social form. Ibarat organ-organ dalam tubuh manusia. Kata “kelembagaan” menunjuk kepada:


 Sesuatu yang bersifat mantap (established) yang hidup (constitued) di dalam masyarakat.
 Suatu pemantapan perilaku (ways) yang hidup pada suatu kelompok orang.
 Merupakan sesuatu yang stabil, mantap, dan berpola.
 Berfungsi untuk tujuan-tujuan tertentu dalam masyarakat.
 Ditemukan dalam sistem sosial tradisional dan modern
 Berfungsi untuk mengefisienkan kehidupan sosial.
 Merupakan kelompok-kelompok sosial yang menjalankan masyarakat.
 Tiap kelembagaan dibangun untuk satu fungsi tertentu (kelembagaan pendidikan, ekonomi, agama, dan lain-lain).



TEORI KELEMBAGAAN

Dalam teori kelembagan memandang politik sebai hal yang berkaitan dengan penyelengaran negara. Dalam hal ini, Max Weber merumuskan negara sebagai komunitas menusia yang secara sukses memonopoli penggunaan paksaan fisik yang sah dalam wilayah tertentu.
Negara dipandang sebagai suatu sumber utama hak untuk menggunakan paksaan fisik yang saha. Oleh karena itu, politik bagi Weber merupakan pesainagn untuk membagi kekuasan atau persaingan untuk mempengaruhi pembagian kekuasaan antarnegara maupun antarkelompok di dalam suatu negara. Menurutnya, negara merupakan suatu struktur administrasi atau organisasi yang kongkret, dan dia membatasi pengertian negara semata-mata sebagai paksaan fisik yang digunakan untuk memaksakan ketaatan.
Sebelum Perang Dunia Kedua, sarjana-sarjana ilmu polik mengidentifikasikan politik sebagaistudy mengenai negara. Dalam hal ini. Ada pelbgai kepustakaan yang berjudul “Pengantar Ilmu Politik” yang diawali dengan pernyaataan, ilmu politik bermula dan berakhir dengan negara. Atas dasar itu, ada buku yang di tulis oleh empat sarjana politik di Amerika Serikat. Mereka merumuskan ilmu politik sebagai sebagai ilmu yang mempelajari modern national state, its institutions, laws, and processes.
Akan tetapi, pada tahun 1980-an sejumlah ilmuwan politik Amerika Serikat kembali menjadikan negara sebagi fokus kajian. Mereka memandang negara tidak lagi sekedar arena persaingan kepentingandi antara berbagai kepentingan dalam masyarakat, tetapi juga sebagai lembaga yang memiliki otonomi dan memiliki kemampuan. Negara dilihat sebagi lembaga yang memiliki kepentingan yang berbedadari berbagai kepentinagn yang bertentangan dalam masyarakat. pandangan ini di sebut juga sebagai statist perspective.




PEMAHAN KELEMBAGAAN

Pengertian lembaga sampai saat ini masih menjadi bahan perdebatan yang sengit di kalangan ilmuan sosial. Bahkan lebih jauh Uphoff (1986), memberikan gambaran yang jelas tentang keambiguan antara lembaga dan organisasi. Istilah lembaga dan organisasi secara umum penggunaannya dapat dipertukarkan dan hal tersebut menyebabkan keambiguan dan kebingungan diantara keduanya. Israel (1990) memberikan penjelasan mengenai konsep umum tentang lembaga yang meliputi pada semua tingkatan lokal atau masyarakat, unit manajemen proyek, badan atau departemen pusat dan sebagainya. Pembedaan antara lembaga dan organisasi masih sangat kabur. Organisasi yang telah mendapatkan kedudukan khusus dan legitimasi dari masyarakat karena keberhasilannya memenuhi kebutuhan dan harapan masyarakat dalam waktu yang panjang dapat dikatakan bahwa organisasi tersebut telah “melembaga”.


Sumber-sumber PAD
1. Pendapatan Asli Derah (PAD)
1. Pajak Daerah
2. Retribusi Daerah
3. Hasil BUMD
2. Dana Perimbangan
1. Bagi Hasil Pajak ( BBNKB, BBM, BPHTB )
2. DAU (Block Grant)
3. DAK (Spesifik Grant)
3. Pinjaman Daerah
1. Dalam Negeri
2. Luar Negeri
3. Obligasi Daerah
4. Lain- lain penerimaan yang sah
1. Annual Fee
2. Hibah
3. Bantuan Darurat

Label:

06 Oktober 2009

Sejarah, Pengertian dan Ruang Lingkup Korupsi

Asal mula berkembangnya korupsi barangkali dapat di temukan sumbernya pada fenomena sistem pemerintahan monarki absolut tradisional yang berlandaskan pada budaya feodal. Pada masa lalu, tanah-tanah di wilayah suatu negara atau kerajaan adalah milik mutlak raja, yang kemudian di serahkan kepada para pangeran dan bangsawan, yang di tugasi untuk memungut pajak, sewa dan upeti dari rakyat yang menduduki tanah tersebut. Di samping membayar dalam bentuk uang atau in natura, sering pula rakyat di haruskan membayar dengan hasil bumi serta dengan tenaga kasar, yakni bekerja untuk memenuhi berbagai keperluan sang raja atau penguasa. Elite penguasa yang merasa diri sebagai golongan penakluk, secara otomatis juga merasa memiliki hak atas harta benda dan nyawa rakyat yang di taklukan. Hak tersebut biasanya di terjemahkan dalam tuntutan yang berupa upeti dan tenaga dari rakyat (Onghokham, 1995).

Seluruh upeti yang masuk ke kantong para pembesar ini selain di pergunakan untuk memenuhi kebutuhan pembesar itu sendiri, pada dasarnya juga berfungsi sebagai pajak yang di pergunakan untuk membiayai kegiatan-kegiatan negara. Hanya saja, belum ada lembaga yang secara resmi ditunjuk sebagai pengumpul dana (revenue gathering). Parahnya kedudukan dalam pemerintahan sebagai pembesar atau pejabat ini dapat diperjualbelikan (venality of office), yang menyebabkan pembeli jabatan tadi berusaha untuk mencari kompensasi atas uang yang telah dikeluarkannya dengan memungut upeti sebesar-besarnya dari rakyat.

Pada masa-masa sesudahnya, kondisi ini ternyata memperkuat sistem patron - client, bapak - anak, atau kawula - gusti, dimana seorang pembesar sebagai patron harus dapat memenuhi harapan rakyatnya, tentu saja dengan adanya jasa-jasa timbal balik dari rakyat sebagai client-nya. Hubungan patron - client ini merupakan salah satu sumber korupsi, sebab seorang pejabat untuk membuktikan efektivitasnya harus selalu berbuat sesuatu tanpa menghiraukan apakah ini untuk kepentingan umum, kelompok atau perorangan, yakni para anak buah yang seringkali adalah saudaranya sendiri. Selain itu, sistem patron - client juga menjadi faktor perusak koordinasi dan kerjasama antar para penguasa, dimana timbul kecendrungan persaingan antara para penguasa/pejabat untuk menganak-emaskan orangnya. Disinilah faksionalisme di kalangan elite menjadi berkepanjangan.

Korupsi yang sekarang merajalela di Indonesia, berakar pada masa tersebut ketika kekuasaan pada birokrasi patrimonial (Weber) yang berkembang pada kerangka kekuasaan feodal dan memungkinkan suburnya nepotisme. Dalam struktur yang demikian, maka penyimpangan, penyuapan, korupsi dan pencurian akan dengan mudah berkembang (Mochtar Lubis, 1995).

Dalam perkembangan selanjutnya, dapat dilihat bahwa ruang lingkup korupsi tidak terbatas pada hal-hal yang sifatnya penarikan pungutan dan nepotisme yang parah, melainkan juga kepada hal-hal lain sepanjang perbuatan tersebut merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
Menurut perspektif hukum, definisi korupsi secara gamblang telah di jelaskan dalam 13 buah pasal dalam UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001. Berdasarkan pasal-pasal tersebut, korupsi di rumuskan ke dalam tiga puluh bentuk/jenis tindak pidana korupsi. Pasal-pasal tersebut menerangkan secara terperinci mengenai perbuatan yang bisa dikenakan pidana penjara karena korupsi.

Ketigapuluh bentuk/jenis tindak pidana korupsi tersebut pada dasarnya dapat di kelompokkan sebagai berikut:

1. Kerugian keuangan negara:
=> Pasal 2 (melawan hukum untuk memperkaya diri sendiri dan dapat merugikan keuangan negara);
=> Pasal 3 (menyalahgunakan kewenangan untuk menguntungkan diri sendiri dan dapat merugikan keuangan negara).

2. Suap-menyuap:
=> Pasal 5 ayat (1) huruf a (menyuap pegawai negeri);
=> Pasal 5 ayat (1) huruf b (menyuap pegawai negeri);
=> Pasal 13 (memberi hadiah kepada pegawai negeri karena jabatannya);
=> Pasal 5 ayat (2) (pegawai negeri menerima suap);
=> Pasal 12 huruf a (pegawai negeri menerima suap);
=> Pasal 12 huruf b (pegawai negeri menerima suap);
=> Pasal 11 (pegawai negeri menerima hadiah yang berhubungan dengan jabatannya);
=> Pasal 6 ayat (1) huruf a (menyuap hakim);
=> Pasal 6 ayat (1) huruf b (menyuap advokat);
=> Pasal 6 ayat (2) (hakim dan advokat menerima suap);
=> Pasal 12 huruf c (hakim menerima suap);
=> Pasal 12 huruf d (advokat menerima suap).

3. Penggelapan dalam jabatan:
=> pasal 8 (pegawai negeri menggelapkan uang atau membiarkan penggelapan);
=> Pasal 9 (pegawai negeri memalsukan buku untuk pemeriksaan administrasi);
=> Pasal 10 huruf a (pegawai negeri merusakkan bukti);
=> Pasal 10 huruf b (pegawai negeri membiarkan orang lain merusakkan bukti);
=> Pasal 10 huruf c (pegawai negeri membantu orang lain merusakkan bukti).

4. Perbuatan pemerasan:
=> Pasal 12 huruf e (pegawai negeri memeras);
=> Pasal 12 huruf g (pegawai negeri memeras);
=> Pasal 12 huruf f (pegawai negeri memeras pegawai negeri yang lain).

5. Perbuatan curang:
=> Pasal 7 ayat (1) huruf a (pemborong berbuat curang);
=> Pasal 7 ayat (1) huruf b (pengawas proyek membiarkan perbuatan curang);
=> Pasal 7 ayat (1) huruf c (rekanan TNI/Polri berbuat curang);
=> Pasal 7 ayat (1) huruf d (pengawas TNI/Polri membiarkan perbuatan curang);
=> Pasal 7 ayat (2) (penerima barang TNI/Polri membiarkan perbuatan curang);
=> Pasal 12 huruf h (pegawai negeri menyerobot tanah negara sehingga merugikan orang lain).

6. Benturan kepentingan dalam pengadaan:
=> Pasal 12 huruf i (pegawai negeri turut serta dalam pengadaan yang di urusnya).

7. Gratifikasi:
=> Pasal 12 B jo. Pasal 12 C (pegawai negeri menerima gratifikasi dan tidak lapor KPK).

Penjelasan:
- Yang di maksud dengan "secara melawan hukum" adalah perbuatan melawan hukum dalam arti formil maupun dalam arti materiil, yakni meskipun perbuatan tersebut tidak di atur dalam peraturan perundang-undangan, namun apabila perbuatan tersebut dianggap tercela karena tidak sesuai dengan rasa keadilan atau norma-norma kehidupan sosial dalam masyarakat, maka perbuatan tersebut dapat di pidana.
- Dalam ketentuan ini, kata "dapat" sebelum frasa "merugikan keuangan atau perekonomian negara" menunjukkan bahwa tindak pidana korupsi merupakan delik formil, yaitu adanya tindak pidana korupsi cukup dengan dipenuhinya unsur-unsur perbuatan yang sudah di rumuskan bukan dengan timbulnya akibat.
- Yang di maksud dengan "advokat" adalah orang yang berprofesi memberi jasa hukum baik di dalam maupun di luar pengadilan yang memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
- Yang di maksud dengan "gratifikasi" adalah pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, pasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya. Gratifikasi tersebut baik yang di terima di dalam negeri maupun di luar negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik.

Tindak Pidana Lain Yang Berkaitan Dengan Tindak Pidana Korupsi
:

1. Merintangi proses pemeriksaan perkara korupsi;
2. Tidak memberi keterangan atau memberi keterangan yang tidak benar;
3. Bank yang tidak memberikan keterangan rekening tersangka;
4. Saksi atau ahli yang tidak memberi keterangan atau memberi keterangan palsu;
5. Orang yang memegang rahasia jabatan tidak memberikan keterangan atau memberikan keterangan palsu;
6. Saksi yang membuka identitas pelapor.

Label:

05 Oktober 2009

Perbedaan Federasi dan Desentralisasi yang ada di Indonesia

Federasi = Bondstaat (Negara Serikat)

Negara serikat adalah suatu bentuk negara yang terdiri atas gabungan beberapa negara bagian. Negara bagian tersebut hanya menyerahkan sebagian urusannya kepada pemerintah federal (pusat) yang menyangkut kepentingan bersama seperti urusan keuangan, pertahanan negara, pos, telekomunikasi dan hubungan luar negeri. Negara-negara bagian tidak berdaulat. Meskipun demikian, kekuasaan asli tetap ada pada negara bagian karena negara bagian berhubungan langsung dengan rakyatnya. Contoh negara-negara federasi antara lain: Amerika Serikat, Australia, India, Jerman, Malaysia dan Swiss. Bentuk negara serikat mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
- Tiap negara bagian berstatus tidak berdaulat, namun kekuasaan asli tetap ada pada negara bagian;
- Kepala negara di pilih oleh rakyat dan bertanggung jawab kepada rakyat;
- Pemerintah pusat memperoleh kedaulatan dari negara-negara bagian untuk urusan keluar dan sebagian kedalam;
- Setiap negara bagian berwenang membuat UUD sendiri selama tidak bertentangan dengan pemerintah pusat;
- Kepala negara mempunyai hak veto (pembatalan keputusan) yang di ajukan oleh parlemen (senat dan kongres).

Desentralisasi

Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah otonom dalam kerangka NKRI. Dengan demikian, prakarsa, wewenang dan tanggung jawab atas wewenang yang di serahkan tadi, sepenuhnya menjadi tanggung jawab daerah, baik mengenai sarana dan prasarana sumber daya manusia serta pelaksanaannya, maupun mengenai segi-segi pembiayaannya. Perangkat pelaksananya juga perangkat daerah itu sendiri.
Keuntungan yang dapat di peroleh dengan asas desentralisasi adalah:
- Daerah di beri wewenang membuat peraturan sendiri sesuai dengan daerahnya, terutama dalam menunjang kemajuan;
- Pengurusan jauh lebih efisien dan efektif;
- Birokrasi yang bertele-tele berkurang;
- Asas demokrasi dapat lebih berkembang karena masing-masing daerah dapat menentukan kebijakannya sendiri sepanjang tidak melanggar UU atau aturan pemerintah pusat atau yang di atasnya.
Namun demikian, desentralisasi tersebut merupakan pelaksanaan sistem pemerintahan pusat ke daerah dalam kerangka negara kesatuan. Konsekuensi dari negara kesatuan adalah hanya ada satu pemerintah (pusat) yang memiliki kekuasaan untuk mengatur dan mengurus pemerintahan negara. Karena pada dasarnya negara kesatuan adalah negara merdeka dan berdaulat yang pemerintahannya di atur oleh pemerintah pusat. Negara kesatuan tersebut pada umumnya mempunyai sifat-sifat berikut:
- Kedaulatan negara mencakup ke dalam dan ke luar yang di tangani pemerintah pusat;
- Negara hanya mempunyai satu UUD, satu kepala negara, satu dewan mentri dan satu dewan perwakilan rakyat;
- Hanya ada satu kebijakan yang menyangkut persoalan politik, ekonomi, sosial budaya, moneter, fiskal, agama serta pertahanan dan keamanan.
Berdasarkan uraian di atas, maka yang dapat di jadikan perbedaan antara federasi dan desentralisasi adalah:
1. Bentuk Negara
=> Federasi: federal, serikat.
=> Desentralisasi: kesatuan.
2. Kedaulatan pemerintah pusat
=> Federasi: penuh keluar dan sebagian ke dalam.
=> Desentralisasi: penuh luar dalam.
3. Kewenangan
=> Federasi: lebih luas, karena:
a). Berwenang membuat UUD sendiri;
b). Kepala negara mempunyai hak veto (pembatalan keputusan) yang di ajukan oleh parlemen (senat dan kongres);
c). Hanya masalah keuangan, pertahanan negara, pos, telekomunikasi dan hubungan luar negeri yang menjadi urusan pemerintah pusat (federal), selebihnya menjadi kewenangan negara bagian.
=> Desentralisasi: agak sempit, karena:
a). Berwenang membuat peraturan sendiri yang bukan UUD;
b). Kebijakan yang menyangkut persoalan politik, ekonomi, sosial budaya, moneter, fiskal, agama serta pertahanan dan keamanan merupakan urusan pemerintah pusat.
4. Bentuk dan Tingkatan Daerah/Negara Bagian
=> Federasi: satu bentuk dan setingkat dengan negara bagian yang lain.
=> Desentralisasi: tiga bentuk dan dua tingkatan. Ketiga bentuk daerah tersebut adalah daerah provinsi, daerah kabupaten dan daerah kota. Daerah kabupaten dan daerah daerah kota tersebut memiliki tingkatan yang sama yaitu sama-sama berada di bawah daerah provinsi. Sedangkatan dua tingkatan yang di maksud adalah daerah provinsi dan daerah kabupaten/kota (tinkat I dan II).

Note:
- Dalam hal kewenangan membuat peraturan perundang-undangan, maka peraturan perundangan yang di buat tersebut tidak boleh bertentangan dengan peraturan di atasnya. Dalam perspektif ketatanegaraan, asas hukum yang lex superior derogat legi inferiori tetap berlaku dalam kedua bentuk tersebut.

Label: