Abdjay Palanuwee

Selamat Datang di Blog Resmi Abdul Qadir Jailani. Blog ini merupakan mediator yang berfungsi sebagai sarana publikasi hasil-hasil karya yang tidak tersalurkan. selain itu, juga berfungsi sebagai kearsipan pribadi.

18 Oktober 2009

Kejahatan, Polisi dan Penegak Hukum

Kejahatan-kejahatan berupa perampokan, pencurian, penggarongan, perkosaan, dan pembunuhan itu sifatnya menyolok. Sedang korupsi, penggelapan, penipuan (con games), pemalsuan, perjudian, manipulasi dagang, semuanya sifatnya invisible atau tidak kelihatan. Pengejaran tindak kriminal dilakukan oleh polisi. Namun tragisny, kekuatan angkatan kepolisian biasanya berkembang jauh di belakang pertumbuhan kekuatan kriminal. Bila teknik dan metode-metode kriminal pesat tumbuh sejajar dengan kemajuan teknologi modern, maka biasanya keterampilan anggota-anggota angkatan kepolisian dan sarana-sarana pendeteksi (untuk menemukan) kejahatan lamban sekali perkembangannya, sama lambannya dengan membengkaknya indolensi daripada birokrasi. Dengan demikian, banyak kasus kejahatan lolos dari kejaran polisi dan tuntutan hukum. Budget untuk memodernisasi angkatan kepolisian kita pun sangat tidak memadai dengan meluasnya tugas-tugas menjamin keamanan yang semakin banyak terganggu oleh pelanggaran-pelanggaran dan kejahatan.

Jika pemerintahan lemah dan banyak terdapat korupsi politik, maka biasanya lembaga-lembaga hukumnya berfungsi sangat buruk. Ada hakim-hakim atau pengadilan yang membebaskan penjahat-penjahat berbahaya, padahal para petugas polisi telah mengadu jiwa sewaktu mengejar dan menangkap mereka. Sebaliknya, maling-maling kecil yang tidak mampu membayar pihak-pihak penuntut, mendapatkan hukuman berat. Praktik demikian, dilakukan oleh hakim-hakim serta jaksa-jaksa yang tidak jujur dan melanggar kode etik korpsnya. Namun di balik itu, banyak juga jaksa dan hakim terpaksa membebaskan tertuduh/penjahat, karena mendapat katabelletje dari pihak atasan, atau dari penguasa eksekutif yang lebih tinggi. Dengan begitu banyak muncul ketidakadilan karena diterapkannya pertimbangan-pertimbangan hukum yang tidak rasional. Sebagai akibatnya, petugas-petugas polisi lalu mengambil kebijakan dan tindakan tegas, yaitu menembak penjahat-penjahat di tempat (seperti tidak terdapat hukum) saja.

Penjahat-penjahat ekonomi kecil-kecilan yang miskin, sering pula dijadikan kambing hitam oleh lembaga pengadilan. Yaitu dijadikan sapi perahan; atau menerima hukuman berat, karena mereka tidak mampu menyuap. Sedang kejahatan-kejahatan kelas kakap bisa lolos dari jaringan karena bisa menyogok dan menyuap. Ditambah lagi dengan banyaknya kasus kejahatan yang diselesaikan di luar pengadilan, maka rakyat pada umumnya tidak mempunyai kepercayaan lagi pada polisi. Peristiwa demikian mengakibatkan timbulnya rasa ketidakpastian internal (sense of internal insecurity) di kalangan korps polisi bahkan mengakibatkan proses demoralisasi dalam departemen kepolisian.

Terhadap kejahatan-kejahatan seks, pihak polisi pada umumnya tidak bersikap kejam. Hal ini disebabkan oleh besarnya toleransi terhadap kesalahan sesama manusia. Akan tetapi, terhadap penjahat yang telah membunuh seorang anggota polisi, mereka pada umumnya bersikap kejam sekali.

Penjahat-penjahat ini cenderung menyingkirkan penangkapan dan gangguan-gangguan dari anggota polisi. Oleh karena itu, apabila mereka tertangkap, dengan sekuat tenaga mereka secara perorangan atau secara kelompok mencoba menyuap oknum-oknum polisi yang korup. Juga menyuap pengacara dan hakim agar mereka dibebaskan dari tuntutan hukum atau mendapatkan hukuman seringan mungkin.

Label:

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda