tag:blogger.com,1999:blog-76104058099895880582024-03-07T23:22:59.658-08:00Abdjay PalanuweeSelamat Datang di Blog Resmi Abdul Qadir Jailani. Blog ini merupakan mediator yang berfungsi sebagai sarana publikasi hasil-hasil karya yang tidak tersalurkan. selain itu, juga berfungsi sebagai kearsipan pribadi.Adminhttp://www.blogger.com/profile/10477376997013121260noreply@blogger.comBlogger21125tag:blogger.com,1999:blog-7610405809989588058.post-2964391524820191032012-03-21T22:13:00.003-07:002012-03-27T19:17:05.216-07:00Memahami Persoalan Demokrasi Lokal pada Pemilukada Aceh 2012<div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><b>Oleh: Abdul Qadir Jailani*<o:p></o:p></b></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 35.45pt;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 35.45pt;">Mengamati dinamika politik sepanjang tahapan Pemilukada Aceh 2011-2012 yang telah ditetapkan KIP Aceh merupakan hal yang sangat menarik untuk diulas, terlebih jika dilihat dari sisi untuk membangun demokrasi dan meningkatkan partisipasi masyarakat sebagai pemilik kedaulatan tertinggi yang mampu menjelma sebagai “Suara Tuhan”.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 35.45pt;">Demokrasi lokal yang berkembang di Aceh memiliki keunikan tersendiri dengan daerah lain di Indonesia. Perbedaan tersebut didasari karena adanya regulasi khusus yang mengatur Aceh secara formal. Akan tetapi, meskipun sudah menjadi pengetahuan umum jika demokrasi diartikan sebagai sebuah sistem pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat; namun dalam menciptakan pemerintahan yang demokratis tersebut, rakyat tetap mendapat hak yang sama, yaitu diberikan hak politik untuk merekrut pejabat publik secara berkala setiap lima tahun sekali melalui sebuah agenda yang populer dengan sebutan pesta demokrasi.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 35.45pt;">Perwujudan pesta demokrasi yang bebas dari kekerasan, teror, intimidasi, ancaman dan tawar-menawar politik menjadi “mimpi terliar” dalam menjaga nilai-nilai demokrasi yang membatasi kekerasan sampai minimum. Memanasnya tensi keamanan saat pemilukada ikut menjadi preseden buruk terhadap kewajaran adanya diversity antar golongan yang harus disikapi secara damai demi menjamin tegaknya keadilan.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 35.45pt;">Proses pergantian pimpinan daerah secara periodik dalam Pemilukada Aceh 2012 menjadi tantangan terberat setelah terjadi pertikaian antar elit politik Aceh yang diikuti adanya penembakan secara brutal oleh orang yang tak dikenal terhadap warga sipil. Rangkaian peristiwa berdarah ikut menyumbangkan kegalauan hingga ke tingkat nasional, beberapa pejabat pusat “dipaksa” untuk ikut andil dalam mencari solusi alternatif agar eskalasi kekerasan menurun dan perseteruan antar elit politik Aceh yang merajuk dan bersikeras tentang keabsahan penyelenggaraan pemilukada dapat diselesaikan.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 35.45pt;">Kausalitas terjadinya polemik elit didasari karena adanya disparitas dalam memahami landasan yuridis penetapan tahapan Pemilukada Aceh oleh KIP dan pembahasan materi muatan tentang calon perseorangan serta penyelesaian sengketa pemilukada di dalam qanun yang berlangsung alot. Setelah dilakukan loby yang begitu panjang, Putusan MK yang menolak gugatan Mendagri untuk Pemilukada Aceh dianggap sudah menyelesaikan persoalan meskipun tidak menyentuh substansi masalah, namun berimplikasi luas terhadap tahapan pemilukada yang sedang berjalan dengan memerintahkan pembukaan pendaftaran calon kembali. Terkesan seperti sebuah manuver politik yang memaksakan kehendak dengan mencari celah hukum untuk menjegal lawan politik.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 35.45pt;">Sederetan kasus kekerasan yang belum terungkap sepanjang tahapan Pemilukada Aceh 2012 masih menjadi misteri bagi pihak keamanan dibalik komitmen para kandidat untuk menyukseskan pemilukada secara damai (apakah kekerasan mempunyai korelasi dengan pemilukada atau hanya sebatas kriminal murni), namun peristiwa pemberondongan rumah calon kepala daerah dan kekerasan yang dialami tim sukses pasangan calon beberapa waktu lalu memungkinkan dijadikan asumsi bahwa kekerasan tersebut erat kaitannya dengan pemilukada.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 35.45pt;">Realita yang kontras dengan komitmen tersebut membuat masyarakat berada pada posisi yang dilematis. Bahkan berkembang rumor di tengah masyarakat jika calon tertentu tidak dimenangkan, maka Aceh dipastikan akan kembali berdarah. Ironis memang, boro-boro berharap mendapat “kesejahteraan musiman” untuk meningkatkan kesehatan ekonomi seperti yang lumrah terjadi, yang ada malah semacam diberi sistem peringatan dini, “Awas! Salah dukung dapat menyebabkan kerugian materil, bahkan kematian!”. Hal tersebut tentu saja dapat membuat masyarakat antipati untuk menjadi konstituen, karena budaya politik yang dikembangkan hanya monoton pada stadium untuk mempertahankan dan memperluas kekuasaan.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 35.45pt;">Minusnya etika politik para kandidat dengan tim suksesnya untuk bertarung secara fair dalam setiap ajang pemilihan membuat demokrasi berada pada tataran deformasi. Lukisan masa lalu warisan politisi terdahulu yang sering mengumbar janji tanpa realisasi ikut mewarnai tingkat kepercayaan publik yang makin merosot dan berdampak pada tingkat partisipasi publik yang kian menurun sejalan dengan banyaknya pemilih yang apatis dengan tidak berkontribusi untuk memberikan hak pilih aktifnya. Berdasarkan data yang dirilis KPU Pusat, angka partisipasi masyarakat dalam pemilu mengalami penurunan yang signifikan. Pada pemilu tahun 1999 mencapai 90%, pemilu 2004 turun hingga 84%, dan pada pemilu 2009 hanya 71% (<a href="http://www.kpu.go.id/">www.kpu.go.id</a>). Khusus di Aceh, pada pemilu tahun 2004 mencapai 94%, pilkada 2006 84%, dan pilpres 2009 hanya 77% (atjehpost.com).</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 35.45pt;">Melihat perkembangan demokrasi yang sedemikian rupa, maka dapat dipahami bahwa berdasarkan atas dasar prinsip ideologi, demokrasi lokal yang berkembang di Aceh menyerupai bentuk Demokrasi Proletar yang berhaluan marxisme-komunisme, yaitu sebuah pencapaian tujuan yang dilakukan dengan cara paksa atau kekerasan. Menurut Kranenburg, demokrasi proletar lebih mendewa-dewakan pemimpin. Sementara menurut Miriam Budiardjo, komunis tidak hanya merupakan sistem politik, tetapi juga mencerminkan gaya hidup yang berdasarkan nilai-nilai tertentu. Negara (pemerintah) merupakan alat untuk mencapai komunisme. Kekerasan dipandang sebagai alat yang sah (Budiyanto, 2000).</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 35.45pt;">Berdasarkan uraian tersebut, setidaknya terdapat beberapa hal yang menjadi persoalan dalam membangun demokrasi lokal di Aceh dengan partisipasi masyarakat di dalamnya, diantaranya adalah etika dan budaya politik peserta pemilukada, penggunaan instrumen kekerasan dalam mecapai tujuan, serta tingkat patisipasi publik yang semakin menurun. Fenomena klasik ini menjadi syndrome yang selalu menggerogoti kehidupan berdemokrasi.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 35.45pt;">Mengatasi permasalahan tersebut, merupakan langkah elegan yang harus diperhatikan dalam membangun demokrasi adalah menjaga nilai-nilai demokrasi itu sendiri agar berjalan sesuai dengan koridornya. Selanjutnya kontestan mempunyai kesadaran dan kedewasaan berpolitik yang matang sebelum terjun ke panggung untuk menyalurkan hak pilih pasifnya.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 35.45pt;">Setiap kandidat pasti memiliki rasa optimistis untuk menang dalam pemilukada, karena hal itulah yang memotivasinya untuk maju sebagai kontestan. Akan tetapi, hadirnya rival dalam perhelatan tersebut memberikan konsekwensi adanya pemenang dan yang kalah. Untuk itu, diperlukan keikhlasan hati para kandidat dalam menerima kekalahan secara lapang dada.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 35.45pt;">Menciptakan figur calon pemimpin yang mau dan mampu menerima kekalahan secara sukarela memang bukan hal yang mudah. Butuh keselarasan antara ilmu dan keyakinan untuk memahami problema tersebut. Oleh karena itu, kombinasi antara pendidikan umum dan pendidikan agama dirasa sangat mendesak diberlakukan sebagai pra syarat untuk maju sebagai kandidat, minimal berpendidikan tinggi untuk umum dan mampu menjadi khatib di mesjid untuk pendidikan agama. Gagasan tersebut diharapkan mampu mengeliminasi etika dan budaya politik yang amoral, membentuk kepribadian calon pemimpin yang bertanggungjawab antara ucapan dan tindakan, sehingga tidak melahirkan pemimpin yang hipokrit. Selain itu, juga mampu untuk menyahuti tantangan global dan pendangkalan akidah. Dengan kata lain, ketika seseorang menyatakan diri telah siap menjadi pemimpin Aceh, maka harus siap pula menjadi pemimpin umat.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 35.45pt;">Menyikapi kekerasan sebagai instrumen untuk mencapai kekuasaan, para kandidat dan tim suksesnya hingga ke akar rumput diharapkan bisa membaca, memahami dan mematuhi setiap peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam proses pergantian pimpinan daerah tersebut. Paradigma berpikir harus diubah dan tertanam di benak bahwa penggunaan kekerasan bukan hanya dapat membunuh jiwa manusia, akan tetapi juga dapat “membunuh” reputasi, menaburkan benih-benih kebencian antar sesama yang pada akhirnya gagal mendapat simpati dan legitiminasi rakyat. Pihak keamanan juga harus bekerja maksimal melakukan langkah-langkah persuasif untuk mengatasi kekerasan baik secara preventif maupun represif, sehingga kekerasan bisa diminimalisir sampai batas minimum.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 35.45pt;">Menanggapi persentase pemilih yang terus menurun sepanjang pemilihan memang bukan hal yang mudah untuk dicarikan solusinya, karena tingkat partisipasi pemilih merupakan variabel dependen yang berkorelasi langsung dengan tingkat kesejahteraan masyarakat melalui kepercayaan yang telah diamanahkan pada pemimpin untuk mengelola daerah. Stigma yang berkembang di masyarakat sudah terlanjur menjadi bentuk statis bahwa siapapun yang telah terpilih menjadi pemimpin kelak, maka akan dengan mudah mengidap gejala amnesia, terlebih jika sudah terbelit dengan masalah hukum.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 35.45pt;">Langkah yang masih memungkinkan dilakukan untuk merubah mindset masyarakat tersebut adalah dengan membangun komunikasi politik yang lebih intens, kemudian merumuskan berbagai kepentingan masyarakat menjadi sebuah kebijakan pemerintah yang mampu mendongkrak tingkat kesejahteraan hidup masyarakat banyak. Peran serta berbagai pihak dalam menyosialisasikan pentingnya memilih bagi masyarakat juga harus terus digalakkan. Pendidikan pemilih juga merupakan elemen yang sangat krusial agar masyarakat tidak terjebak pada doktrin yang sesat lagi menyesatkan. Semoga saja dengan langkah tersebut dapat menimbulkan kesadaran dalam diri masyarakat, bahwa baik buruknya pemerintahan yang akan datang merupakan hasil dari partisipasinya dalam menentukan pilihan, termasuk dengan sikap apatis yang golput sekalipun. Oleh karena itu, masyarakat harus memilih calon pemimpin yang terbaik sesuai hati nuraninya, namun jika masih ragu dalam menentukan pilihan, maka mintalah petunjuk-Nya melalui shalat istikharah. Salam.</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">* <b>Penulis adalah Alumni FISIP Unimal</b><br />
<b><br />
</b><br />
<b><br />
</b><br />
<b>Data Terkait:</b><br />
<br />
<ol><li>KPU SUSUN PEDOMAN UMUM PENINGKATAN PARTISIPASI MASYARAKAT <b>(</b><a href="http://www.kpu.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=6821&Itemid=1">http://www.kpu.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=6821&Itemid=1</a>)</li>
<li>Seringan Kepul Asap kopi (<a href="http://atjehpost.com/read/2012/01/04/771/3/3/Seringan-Kepul-Asap-Kopi">http://atjehpost.com/read/2012/01/04/771/3/3/Seringan-Kepul-Asap-Kopi</a> )</li>
</ol><div><br />
</div><div><br />
</div></div>Adminhttp://www.blogger.com/profile/10477376997013121260noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7610405809989588058.post-63792306648657652152011-04-05T23:10:00.001-07:002012-04-01T08:08:08.494-07:00SKRIPSI: IMPLIKASI KORUPSI TERHADAP PEMBANGUNAN DAERAH<div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-size: 16pt;">IMPLIKASI KORUPSI TERHADAP PEMBANGUNAN DAERAH<o:p></o:p></span></b></div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="SV"> (Studi Kasus </span></b><b style="mso-bidi-font-weight: normal;">Bobolnya Kas Pemerintah</b><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"> </b><b style="mso-bidi-font-weight: normal;">Kabupaten </b><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="SV">Aceh Utara)<o:p></o:p></span></b></div><div class="MsoNormal"><br />
</div><div class="MsoNormal"><br />
</div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="SV" style="font-size: 16pt;"> SKRIPSI<o:p></o:p></span></b></div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><br />
</div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><br />
</div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="SV">Untuk Memenuhi Persyaratan <o:p></o:p></span></b></div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="SV">Memp</span></b><b style="mso-bidi-font-weight: normal;">e</b><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="SV">roleh Gelar Sarjana Sosial<o:p></o:p></span></b></div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><br />
</div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><br />
</div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><br />
</div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="SV"><o:p><br />
</o:p></span></b></div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="SV"><o:p><br />
</o:p></span></b></div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="SV"><o:p><br />
</o:p></span></b></div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="SV"><o:p><br />
</o:p></span></b></div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><br />
</div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><br />
</div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><br />
</div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="tab-stops: 355.5pt;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"> <o:p></o:p></b></div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><br />
</div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;">Oleh :<o:p></o:p></b></div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><br />
</div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-size: 14pt;">ABDUL QADIR JAILANI<o:p></o:p></span></b></div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="SV" style="font-size: 14pt;">0602100</span></b><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-size: 14pt;">25<o:p></o:p></span></b></div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><br />
</div><div class="MsoNormal"><br />
</div><div class="MsoNormal"><br />
</div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="SV" style="font-size: 14pt;">JURUSAN ILMU ADM</span></b><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-size: 14pt;">I</span></b><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="SV" style="font-size: 14pt;">NISTRASI NEGARA<o:p></o:p></span></b></div><div class="MsoNormal"><br />
</div><div class="MsoNormal"><br />
</div><div class="MsoNormal"><br />
</div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-size: 16pt;">KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL<o:p></o:p></span></b></div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="SV" style="font-size: 16pt;">UNIVERSITAS MALIKUSSALEH<o:p></o:p></span></b></div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="SV" style="font-size: 16pt;">FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN </span></b><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-size: 16pt;">ILMU </span></b><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="SV" style="font-size: 16pt;">POLITIK <o:p></o:p></span></b></div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-size: 16pt;">LHOKSEUMAWE<o:p></o:p></span></b></div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="SV" style="font-size: 16pt;">201</span></b><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-size: 16pt;">1<o:p></o:p></span></b></div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-size: 16pt;"><br />
</span></b></div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-size: 16pt;"><br />
</span></b></div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-size: 16pt;"><br />
</span></b></div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-size: 16pt;"><br />
</span></b></div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-size: 16pt;"><br />
</span></b></div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-size: 16pt;"></span></b></div><div class="MsoNormal"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><v:shapetype coordsize="21600,21600" filled="f" id="_x0000_t75" o:preferrelative="t" o:spt="75" path="m@4@5l@4@11@9@11@9@5xe" stroked="f"> <v:stroke joinstyle="miter"> <v:formulas> <v:f eqn="if lineDrawn pixelLineWidth 0"> <v:f eqn="sum @0 1 0"> <v:f eqn="sum 0 0 @1"> <v:f eqn="prod @2 1 2"> <v:f eqn="prod @3 21600 pixelWidth"> <v:f eqn="prod @3 21600 pixelHeight"> <v:f eqn="sum @0 0 1"> <v:f eqn="prod @6 1 2"> <v:f eqn="prod @7 21600 pixelWidth"> <v:f eqn="sum @8 21600 0"> <v:f eqn="prod @7 21600 pixelHeight"> <v:f eqn="sum @10 21600 0"> </v:f></v:f></v:f></v:f></v:f></v:f></v:f></v:f></v:f></v:f></v:f></v:f></v:formulas> <v:path gradientshapeok="t" o:connecttype="rect" o:extrusionok="f"> <o:lock aspectratio="t" v:ext="edit"> </o:lock></v:path></v:stroke></v:shapetype><v:shape id="Picture_x0020_1" o:spid="_x0000_i1025" style="height: 84.75pt; mso-wrap-style: square; visibility: visible; width: 85.5pt;" type="#_x0000_t75"> <v:imagedata o:title="unimal" src="file:///C:\Users\ACER\AppData\Local\Temp\msohtmlclip1\01\clip_image001.jpg"> </v:imagedata></v:shape></b></div><div class="MsoNormal" style="font-weight: bold; text-align: center;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-size: 16pt;">IMPLIKASI KORUPSI TERHADAP PEMBANGUNAN DAERAH<o:p></o:p></span></b></div><div class="MsoNormal" style="font-weight: bold; text-align: center;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="SV"> (Studi Kasus </span>Bobolnya Kas Pemerintah</b><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"> Kabupaten </b><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="SV">Aceh Utara)</span><o:p></o:p></b></div><div class="MsoNormal" style="font-weight: bold; text-align: center;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="font-weight: bold; text-align: center;">Oleh:</div><div class="MsoNormal" style="font-weight: bold; text-align: center;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="font-weight: bold; text-align: center;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-size: 14pt;">ABDUL QADIR JAILANI<o:p></o:p></span></b></div><div class="MsoNormal" style="font-weight: bold; text-align: center;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-size: 14pt;">060210025<o:p></o:p></span></b></div><div class="MsoNormal" style="font-weight: bold; text-align: center;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="font-weight: bold; text-align: center;">Telah dipertahankan di depan penguji</div><div class="MsoNormal" style="font-weight: bold; text-align: center;">Pada tanggal 18 Januari 2011</div><div class="MsoNormal" style="font-weight: bold; text-align: center;">Dan dinyatakan telah memenuhi syarat </div><div class="MsoNormal" style="font-weight: bold; text-align: center;"><br />
</div><table border="0" cellpadding="0" cellspacing="0" class="MsoTableGrid" style="border-bottom-style: none; border-collapse: collapse; border-color: initial; border-left-style: none; border-right-style: none; border-top-style: none; border-width: initial; font-weight: bold; text-align: center;"><tbody>
<tr style="mso-yfti-firstrow: yes; mso-yfti-irow: 0; mso-yfti-lastrow: yes;"> <td style="padding: 0cm 5.4pt 0cm 5.4pt; width: 203.8pt;" valign="top" width="272"><div class="MsoNormal" style="text-align: left;">Pembimbing Utama</div><div align="left" class="MsoNormal" style="text-align: left;"><br />
</div><div align="left" class="MsoNormal" style="text-align: left;"><br />
</div><div align="left" class="MsoNormal" style="text-align: left;"><br />
</div><div align="left" class="MsoNormal" style="text-align: left;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-size: 14pt;">FAUZI, S.Sos., MA<o:p></o:p></span></b></div><div align="left" class="MsoNormal" style="text-align: left;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-size: 14pt;">NIP: 1968 0506 2002 1210 0</span>2<o:p></o:p></b></div></td> <td style="padding: 0cm 5.4pt 0cm 5.4pt; width: 203.85pt;" valign="top" width="272"><div align="left" class="MsoNormal" style="text-align: left;">Pembimbing Pendamping</div><div align="left" class="MsoNormal" style="text-align: left;"><br />
</div><div align="left" class="MsoNormal" style="text-align: left;"><br />
</div><div align="left" class="MsoNormal" style="text-align: left;"><br />
</div><div align="left" class="MsoNormal" style="text-align: left;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-size: 14pt;">NUR HAFNI, S.Sos., MPA<o:p></o:p></span></b></div><div align="left" class="MsoNormal" style="text-align: left;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-size: 14pt;">NIP: 1982 0615 2006 0420 01</span><o:p></o:p></b></div></td> </tr>
</tbody></table><div class="MsoNormal" style="font-weight: bold; text-align: center;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="font-weight: bold; line-height: 150%; margin-left: 36pt; text-align: center;">PENGUJI :</div><div class="MsoListParagraphCxSpFirst" style="font-weight: bold; line-height: 300%; margin-left: 42.55pt; text-align: center; text-indent: -14.2pt;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-size: 14pt; line-height: 300%;">1.<span style="font-family: 'Times New Roman'; font-size: 7pt; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span></span></b><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-size: 14pt; line-height: 300%;">TI AISYAH, S.Sos., MSP </span></b><span style="font-size: 14pt; line-height: 300%;">: ( )<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><o:p></o:p></b></span></div><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="font-weight: bold; margin-left: 42.55pt; text-align: center; text-indent: -14.2pt;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-size: 14pt;">2.<span style="font-family: 'Times New Roman'; font-size: 7pt; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span></span></b><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-size: 14pt;">FERIZALDI, SE., M.Si </span></b><span style="font-size: 14pt;">: ( )<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><o:p></o:p></b></span></div><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="font-weight: bold; margin-left: 42.55pt; text-align: center;"><br />
</div><div class="MsoListParagraphCxSpLast" style="font-weight: bold; margin-left: 42.55pt; text-align: center;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="font-weight: bold; text-align: center;">Bukit Indah, 27 Januari 2011</div><div class="MsoNormal" style="font-weight: bold; text-align: center;">Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik</div><div class="MsoNormal" style="font-weight: bold; text-align: center;">Universitas Malikussaleh</div><div class="MsoNormal" style="font-weight: bold; text-align: center;">Dekan,</div><div class="MsoNormal" style="font-weight: bold; text-align: center;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="font-weight: bold; text-align: center;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="font-weight: bold; text-align: center;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="font-weight: bold; text-align: center;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="font-weight: bold; text-align: center;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-size: 14pt;">FAUZI, S.Sos., MA<o:p></o:p></span></b></div><div class="MsoNormal" style="font-weight: bold; text-align: center;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-size: 14pt;">NIP: 1968 0506 2002 1210 0</span>2</b><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-size: 14pt;"><o:p></o:p></span></b></div><div class="MsoNormal" style="font-weight: bold; text-align: center;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><br />
</b></div><div class="MsoNormal" style="font-weight: bold; text-align: center;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><br />
</b></div><div class="MsoNormal" style="font-weight: bold; text-align: center;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><br />
</b></div><div class="MsoNormal" style="font-weight: bold; text-align: center;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><br />
</b></div><div class="MsoNormal" style="text-align: center;"></div><div class="MsoNormal" style="font-weight: bold; line-height: 200%;"><div style="text-align: center;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><u>SURAT PERNYATAAN ORSINILITAS SKRIPSI<o:p></o:p></u></b></div></div><div class="MsoNormal" style="font-weight: bold; line-height: 200%; text-align: justify;"><div style="text-align: center;"><br />
</div></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">Saya yang bertanda tangan di bawah ini :</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;"> Nama : Abdul Qadir Jailani</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;"> Nim : 060210025</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;"> Jurusan/Program Studi : Ilmu Administrasi Negara</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;"> Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;"> Perguruan Tinggi : Universitas Malikussaleh</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">Dengan ini menyatakan bahwa skripsi ini benar dibuat oleh penulis sendiri dan orisinil belum pernah diajukan oleh orang lain untuk memperoleh gelar akademik di suatu perguruan tinggi dan tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali secara tertulis disebutkan dalam sumber kutipan dan daftar pustaka.</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">Apabila ternyata di dalam skripsi ini semua atau sebagian isinya terdapat unsur-unsur plagiat, maka saya bersedia skripsi ini digugurkan dan gelar akademik yang saya peroleh dapat dicabut/dibatalkan, serta dapat diproses sesuai peraturan yang berlaku.</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">Demikian surat pernyataan ini dibuat dan ditandatangani dalam keadaan sadar tanpa tekanan/paksaan oleh siapapun.</div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 216pt; text-align: justify;">Bukit Indah, 27 Januari 2011</div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 216pt; text-align: justify;">Yang Menyatakan,</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 216pt; text-align: justify;"><u>ABDUL QADIR JAILANI <o:p></o:p></u></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 216pt; text-align: justify;">NIM: 060210025<o:p></o:p></div><br />
<div class="MsoNormal" style="font-weight: bold; text-align: center;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><br />
</b></div><div class="MsoNormal" style="font-weight: bold; text-align: center;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><br />
</b></div><div class="MsoNormal" style="font-weight: bold; text-align: center;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><br />
</b></div><div class="MsoNormal" style="font-weight: bold; text-align: center;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><br />
</b></div><div class="MsoNormal" style="font-weight: bold; text-align: center;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><br />
</b></div><div class="MsoNormal" style="font-weight: bold;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"></b></div><div class="MsoNormal" style="font-weight: bold; line-height: normal; text-align: center;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;">ABSTRAK<o:p></o:p></b></b></div><div class="MsoNormal" style="font-weight: bold; line-height: normal; text-align: center;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="font-weight: bold; line-height: normal; text-align: center;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="font-weight: bold; line-height: normal; text-align: center;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: justify;">Penelitian ini mencoba mengkaji implikasi korupsi yang menyebabkan defisitnya anggaran Daerah Kabupaten Aceh Utara tahun 2010 pasca bobolnya kas daerah pada Bank Mandiri Cabang Jelambar, Jakarta Barat, terhadap pembangunan daerah, dan upaya yang dilakukan Pemerintah Kabupaten Aceh Utara untuk mengatasi defisitnya anggaran daerah tahun 2010. Pendekatan penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif dengan wawancara dan dokumentasi sebagai teknik pengumpulan data. Keseluruhan data yang didapat dianalisis dengan cara direduksi (<i>reduction</i>), kemudian disajikan (<i>display</i>) agar mudah dipahami dan ditemukan kesimpulannya (<i>conclution</i>). Hasil penelitian menunjukkan bahwa implikasi korupsi yang menyebabkan defisitnya anggaran daerah tahun 2010 pasca bobolnya kas daerah pada Bank Mandiri Cabang Jelambar, Jakarta Barat, menimbulkan dampak yang sangat kontraproduktif terhadap pembangunan daerah, yaitu tingkat pencapaian program prioritas pembangunan daerah yang tertuang dalam Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Kabupaten Aceh Utara Tahun 2010 menjadi tidak maksimal; pemangkasan sejumlah program dan kegiatan pembangunan daerah yang sebelumnya termuat dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Kabupaten (APBK) murni tahun 2010 pasca ditetapkannya Anggaran Pendapatan dan Belanja Kabupaten Perubahan (APBK – P) tahun 2010; dan terjadi pengurangan plafon anggaran program dan kegiatan pembangunan di beberapa Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). Sedangkan upaya yang dilakukan Pemerintah Kabupaten Aceh Utara untuk mengatasi defisit anggaran tersebut adalah dengan melakukan restrukturisasi birokrasi berupa penyederhanaan jumlah dinas dan lembaga teknis daerah menjadi 16 dinas dan 13 lembaga teknis dari 19 dinas dan 13 lembaga teknis daerah sebelumnya; menunda pelaksanaan program/kegiatan pembangunan yang sifatnya bukan rutin dan yang sifatnya berhubungan dengan pihak ketiga; mencari pendapatan tambahan dari Pemerintah Provinsi Aceh dan Pemerintah Pusat yang akan digunakan untuk menutupi plafon anggaran pada pos anggaran Sekretariat Daerah dalam program penyelenggaraan pemerintahan mukim gampong; tidak merekrut pegawai formasi tahun 2010 karena dikhawatirkan akan membebani APBK menjadi bertambah defisit; serta meningkatkan sumber-sumber pendapatan daerah dari Pendapatan Asli Daerah (PAD), dana perimbangan, dan lain-lain pendapatan yang sah seperti dana bagi hasil pajak.</div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: justify;"><br />
</div><div style="font-weight: bold;"></div>Adminhttp://www.blogger.com/profile/10477376997013121260noreply@blogger.com3tag:blogger.com,1999:blog-7610405809989588058.post-66779733460165871832010-11-15T07:07:00.000-08:002010-11-15T07:25:15.786-08:00Konsep Pembangunan<div align="center" class="MsoNormalCxSpFirst" style="text-align: center;"><b><span lang="EN-US" style="font-size: 16pt;">Konsep Pembangunan</span></b><b><span style="font-size: 16pt;"><o:p _moz-userdefined=""></o:p></span></b></div><div align="center" class="MsoNormalCxSpMiddle" style="text-align: center;"><b>Oleh: Abdul Qadir Jailani*<o:p _moz-userdefined=""></o:p></b></div><div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="text-align: justify;"><b>Pengertian Pembangunan<o:p _moz-userdefined=""></o:p></b></div><div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="text-align: justify; text-indent: 35.45pt;"><span lang="EN-US">Terdapat banyak aspek dan masalah yang diketahui termasuk ke dalam</span><span lang="EN-US"> </span><span lang="EN-US">pembangunan</span>, <span lang="EN-US">sehingga pembangunan tidak dapat dilihat dari satu sudut pandang. Hal ini menyebabkan kesulitan dalam mendefinisikan pembangunan, terutama bukan karena orang tidak faham yang dimaksud dengan pembangunan itu, tapi justru karena ruang lingkup pembangunan tersebut begitu banyak</span>, s<span lang="EN-US">ehingga hamp</span>i<span lang="EN-US">r tidak mungkin untuk menyatukan semuanya menjadi suatu bentuk rumusan sederhana sebagai suatu definisi yang komplit: “Inilah dia pembanguna</span>n<span lang="EN-US"> itu</span>.<span lang="EN-US">”</span><span lang="EN-US"> </span><o:p _moz-userdefined=""></o:p></div><div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="text-align: justify; text-indent: 35.45pt;">Menurut Soetomo (2008), pembangunan sebagai proses perubahan dapat dipahami dan dijelaskan dengan cara yang berbeda. Perbedaan tersebut dapat dilihat dalam hal sumber atau faktor yang mendorong perubahan tadi, misalnya yang ditempatkan dalam posisi lebih dominan, sumber perubahan internal atau eksternal. Disamping itu, sebagai proses perubahan juga dapat dilihat dari intensitas atau fundamental tidaknya perubahan yang diharapkan, melalui transformasi struktural ataukah tidak. Sebagai proses mobilisasi sumberdaya juga dapat dilihat pandangan dan penjelasan yang berbeda, misalnya pihak yang diberi kewenangan dalam pengelolaannya diantara tiga <i>stakeholders</i> pembangunan, yaitu negara, masyarakat, dan swasta. Perbedaan pandangan juga menyangkut level pengelolaan sumber daya tersebut, tingkat lokal, regional, atau nasional. Perspektif yang berbeda juga dapat menyebabkan pemberian perhatian yang berbeda terhadap sumber daya yang ada. Perspektif tertentu lebih memberikan perhatian pada sumber daya alam dan sumber daya manusia, sedangkan perspektif yang lain disamping kedua jenis sumber daya tersebut juga mencoba menggali, mengembangkan dan mendayagunakan sumber daya sosial yang sering disebut juga dengan modal sosial atau energi sosial. Bahkan dalam masing-masing perspektif yang bersikap terhadap sumber daya manusia juga dapat dijumpai pandangan dan perlakuan yang berbeda. Disatu pihak dijumpai perspektif yang melihatnya sebagai sekedar objek yang sama dengan sumber daya alam yang dapat digerakkan dan dimanfaatkan untuk mencapai tujuan pembangunan, dan dilain pihak melihatnya sebagai aktor atau pelaku dari proses pembangunan itu sendiri.<o:p _moz-userdefined=""></o:p></div><div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="text-align: justify; text-indent: 35.45pt;"><span lang="EN-US">Pengertian pembangunan harus dilihat secara dinamis, bukan dilihat sebagai konsep statis yang selama ini sering kita anggap sebagai suatu kesalahan yang wajar. Pembangunan pada dasarnya adalah suatu orientasi dan kegiatan usaha yang tanpa akhir. ”<i>Development is not a static concept. It is continuously changing</i>“</span>, a<span lang="EN-US">rtinya juga bisa dikatakan bahwa pembangunan itu sebagai “<i>never ending goal</i>”.</span><span lang="EN-US"> </span><span lang="EN-US">Proses pembangunan sebenarnya adalah merupakan suatu perubahan sosial budaya. Pembangunan supaya menjadi suatu proses yang dapat bergerak maju atas kekuatan sendiri </span>(<i>self sustaining </i>proces) <span lang="EN-US">tergantung kepada manusia dan struktur sosialnya. Jadi bukan hanya yang dikonsepsikan sebagai usaha pemerintah belaka. Pembangunan tergantung dari suatu </span>“<i><span lang="EN-US">innerwill</span></i><i>”</i><span lang="EN-US">, </span>dan <span lang="EN-US">proses emansipasi diri</span>, dan suatu partisipasi kreatif dalam proses pembangunan hanya menjadi mungkin karena proses pendewasaan (Tjokroamidjoja dan Mustapadijaja dalam Nawawi, 2009). <o:p _moz-userdefined=""></o:p></div><div class="MsoNormalCxSpMiddle"> Banyak pakar memberikan definisi tentang pembangunan. D<span lang="EN-US">alam tulisan-tulisan mengenai pembangunan</span> tersebut<span lang="EN-US">, pengertian-pengertian seperti modernisasi, perubahan sosial, industrialisasi, westernasi, pertumbuhan (<i>growth</i>), dan evolusi sosio-kultural biasanya selalu dikaitkan dalam menyusun</span> suatu definisi pembangunan. <span lang="EN-US">Namun demikian, menurut para ahli</span>,<span lang="EN-US"> istilah tersebut di atas terasa kurang sesuai</span> dengan <span lang="EN-US">yang sesungguhnya dimaksud dengan pembangunan. Frey dalam Zulkarimen Nasution (2004) menyebutkan bahwa pengertian pertumbuhan (<i>growth</i></span>) <span lang="EN-US">terasa terlalu luas, sedangkan industrialisasi terlalu sempit. Begitu pun dengan istilah westernisasi yang terasa bersifat <i>parokial</i> (sempit wawasannya</span>).<o:p _moz-userdefined=""></o:p></div><div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="text-align: justify; text-indent: 35.45pt;"><span lang="EN-US">Menurut Rogers dalam Zulkarimen Nasution (2004), pembangunan </span>diartikan <span lang="EN-US">sebagai proses yang terjadi pada level atau tingkatan sistem sosial, sedangkan modernisasi menunjuk pada proses yang terjadi pada level individu. Yang paling sering, kalaupun kedua pengertian istilah tersebut dibedakan, maka pembangunan dimaksudkan yang terjadi pada bidang ekonomi, atau lebih mencakup seluruh proses analog dan seiring dengan itu,</span> dalam masyarakat secara keseluruhan.<o:p _moz-userdefined=""></o:p></div><div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="text-align: justify; text-indent: 35.45pt;">Sebagai suatu istilah teknis, pembangunan berarti membangkitkan masyarakat di negara-negara sedang berkembang dari keadaan kemiskinan, tingkat melek huruf (<i>literacy rate</i>) yang rendah, pengangguran, dan ketidakadilan sosial (Seers dalam Zulkarimen Nasution, 2004 Menurut Seers dalam Zulkarimen Nasution (2004).<o:p _moz-userdefined=""></o:p></div><div class="MsoNormalCxSpLast" style="text-align: justify; text-indent: 35.45pt;">Menurut Sondang P. Siagian (2008), pembangunan didefinisikan sebagai rangkaian usaha mewujudkan pertumbuhan dan perubahan secara terencana dan sadar yang ditempuh oleh suatu negara bangsa menuju modernitas dalam rangka pembinaan bangsa (<i>nation building</i>).<o:p _moz-userdefined=""></o:p></div><div class="MsoListParagraphCxSpFirst" style="margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><br />
</div><div class="MsoListParagraphCxSpFirst" style="margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><b>Karakteristik Pembangunan<o:p _moz-userdefined=""></o:p></b></div><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="margin-left: 0cm; text-align: justify; text-indent: 36pt;">Berdasarkan beragamnya pengertian pembangunan di atas, maka karakteristik pembangunan dapat dilihat dari perkembangan paradigma pembangunan yang berlangsung dari waktu ke waktu. <span lang="EN-US">Berikut ini merupakan paradigm</span>a yang<span lang="EN-US"> aktivitas pembangunan</span>nya<span lang="EN-US"> didasarkan pada tiga karakterstik, yaitu integral, universal, dan partisipasi total</span> (<span lang="EN-US">patriotproklamasi.blogspot.com</span>)<span lang="EN-US">.</span><o:p _moz-userdefined=""></o:p></div><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="margin-left: 0cm; text-align: justify; text-indent: 36pt;">Karakteristik pembangunan <span lang="EN-US">integral</span><span lang="EN-US"> </span>mengandung arti <span lang="EN-US">bahwa program pembangunan disatu sektor tidak bisa dipisahkan dengan pemba</span>n<span lang="EN-US">gunan disektor lain.</span> Pembangunan ekonomi misalnya, tidak terlepas dari pembangunan sumber daya manusia yang berkualitas, pembangunan politik yang adil dan jujur serta bersih dari penyimpangan, pembangunan hukum yang berkeadilan, pembangunan ilmu pengetahuan dan teknologi yang bertumpu pada kekuatan sendiri, serta pembangunan sosial budaya yang berakhlak. Dalam <span lang="EN-US">Paradigma ini</span>, karakteristik pembangunan yang bersifat integral <span lang="EN-US">akan meniadakan ketimpangan pembangunan </span>antara <span lang="EN-US">ekonomi fisik yang dominan (<i>mercusuaris</i>) </span>dengan<span lang="EN-US"> pembangunan </span>sumber daya manusia<span lang="EN-US">, i</span>lmu <span lang="EN-US">p</span>engetahun dan <span lang="EN-US">tek</span>nologi, ke<span lang="EN-US">mandiri</span>an<span lang="EN-US">, </span>serta<span lang="EN-US"> sosial budaya.</span><o:p _moz-userdefined=""></o:p></div><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="margin-left: 0cm; text-align: justify; text-indent: 36pt;">Karakteristik pembangunan <span lang="EN-US">univers</span>al memberikan pengertian<span lang="EN-US"> bahwa aset-aset pembangunan </span>haruslah<span lang="EN-US"> dipergunakan untuk kepentingan lintas generasi, lintas teritorial, dan bahkan lintas kehidupan (dunia akhirat). Lintas generasi berarti harus berkelanjutan (<i>sustainable</i>)</span>, j<span lang="EN-US">angan sampai pembangunan </span>sekarang <span lang="EN-US">menyebabkan terpuruknya generasi-generasi </span>yang akan datang<span lang="EN-US">. Mungkin pembanguna</span>n <span lang="EN-US">telah mengabaikan hal ini, pembangunan-pembangunan fisik yang gegap gempita di masa lalu membuat generasi sekarang menderita lantaran pembiayaannya melalui utang. Lintas teritorial</span> maksudnya adalah<span lang="EN-US"> bahwa pembangunan disuatu tempat tidak menyebabkan tempat lain terlantar atau bahkan terkena dampak negatifnya. Dalam paradigma ini</span>, <span lang="EN-US">terdapat pula visi pemerataan pembangunan dan </span>pembangunan yang <span lang="EN-US">ramah</span><span lang="EN-US"> </span><span lang="EN-US">lingkungan.</span> Sedangkan<span lang="EN-US"> lintas kehidupan</span> bermakna<span lang="EN-US"> menginspirasikan pelaku-pelaku pembangunan supaya berbuat sambil membangun pula akhirat yang lebih baik</span>, <span lang="EN-US">aktivitas</span><span lang="EN-US"> </span><span lang="EN-US">dalam hal ini</span><span lang="EN-US"> </span><span lang="EN-US">merupakan ekspresi relijius.</span><o:p _moz-userdefined=""></o:p></div><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="margin-left: 0cm; text-align: justify; text-indent: 36pt;">Karakteristik pembangunan <span lang="EN-US">partisipasi total</span><span lang="EN-US"> </span>adalah <span lang="EN-US">bahwa pembangunan</span><span lang="EN-US"> </span><span lang="EN-US">harus dilakukan oleh seluruh aktor pembangunan</span><span lang="EN-US"> </span><span lang="EN-US">sesuai perannya. Untuk itu</span>, <span lang="EN-US">diperlukan pemberdayaan masyarakat agar mereka setara sebagai mitra </span><span lang="EN-US"> </span><span lang="EN-US">pemerintah dalam merumuskan kepentingan bersama. </span>K<span lang="EN-US">esetaraan ini tidak hanya dari segi kedudukannya tetapi juga kualitasnya, sehingga diperlukan pendidikan politik</span>.<o:p _moz-userdefined=""></o:p></div><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="margin-left: 0cm; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><br />
</div><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="margin-left: 0cm; text-align: justify;"><b>Ciri-ciri Pembangunan<o:p _moz-userdefined=""></o:p></b></div><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="margin-left: 0cm; text-align: justify; text-indent: 36pt;">Pada dasarnya, ciri-ciri pembangunan itu dapat dilihat dari pengertian pembangunan itu sendiri. Ciri-ciri pembangunan yang dikemukakan disini adalah berdasarkan tujuh ide pokok yang muncul dari definisi pembangunan yang diberikan oleh Sondang P. Siagian (2008), yaitu:<o:p _moz-userdefined=""></o:p></div><ol><li>Pembangunan merupakan suatu proses. Berarti pembangunan merupakan rangkaian kegiatan yang berlangsung secara berkelanjutan dan terdiri dari tahap-tahap yang disatu pihak independen akan tetapi dipihak lain merupakan “bagian” dari sesuatu yang bersifat tanpa akhir (<i>never ending</i>). Banyak cara yang dapat digunakan untuk menentukan pentahapan tersebut, seperti berdasarkan jangka waktu, biaya, atau hasil tertentu yang diharapkan akan diperoleh.<o:p _moz-userdefined=""></o:p></li>
<li>Pembangunan merupakan upaya yang secara sadar ditetapkan sebagai sesuatu untuk dilaksanakan. Dengan perkataan lain, jika dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara terdapat kegiatan yang kelihatannya seperti pembangunan, akan tetapi tidak ditetapkan secara sadar dan hanya terjadi secara sporadis atau insidental, maka kegiatan tersebut tidak dapat dikategorikan sebagai pembangunan.<o:p _moz-userdefined=""></o:p></li>
<li>Pembangunan dilakukan secara terencana, baik dalam arti jangka panjang, jangka menengah, dan jangka pendek. Seperti dimaklumi, merencanakan berarti mengambil keputusan sekarang tentang hal-hal yang akan dilakukan pada jangka waktu tertentu di masa depan.<o:p _moz-userdefined=""></o:p></li>
<li>Rencana pembangunan mengandung makna pertumbuhan dan perubahan. Pertumbuhan dimaksudkan sebagai peningkatan kemampuan suatu negara bangsa untuk berkembang dan tidak sekedar mampu mempertahankan kemerdekaan, kedaulatan, dan eksistensinya. Perubahan mengandung makna bahwa suatu negara bangsa harus bersikap antisipatif dan proaktif dalam menghadapi tuntutan situasi yang berbeda dari jangka waktu tertentu ke jangka waktu yang lain, terlepas apakah situasi yang berbeda itu dapat diprediksikan sebelumnya atau tidak. Dengan perkatan lain, suatu negara bangsa yang sedang membangun tidak akan puas jika hanya mampu mempertahankan <i>status quo</i> yang ada.<o:p _moz-userdefined=""></o:p></li>
<li>Pembangunan mengarah pada moderntias. Modernitas di sini diartikan antara lain sebagai cara hidup yang baru dan lebih baik daripada sebelumnya, cara berpikir yang rasional dan sistem budaya yang kuat tetapi fleksibel.<o:p _moz-userdefined=""></o:p></li>
<li>Modernitas yang ingin dicapai melalui berbagai kegiatan pembangunan perdefinisi bersifat multidimensional, artinya modernitas tersebut mencakup seluruh segi kehidupan berbangsa dan bernegara yang meliputi bidang politik, ekonomi, sosial budaya, serta pertahan dan keamanan.<o:p _moz-userdefined=""></o:p></li>
<li>Semua hal yang telah disinggung di atas ditujukan kepada usaha pembinaan bangsa, sehingga negara bangsa yang bersangkutan semakin kokoh fondasinya dan semakin mantap keberadaannya.<o:p _moz-userdefined=""></o:p></li>
</ol><div class="MsoNormalCxSpFirst" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormalCxSpLast" style="text-align: justify;"><b>Tujuan Pembangunan</b><o:p _moz-userdefined=""></o:p></div><div class="MsoListParagraphCxSpFirst" style="margin-left: 0cm; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="EN-US">Tujuan pembangunan di negara manapun tentunya untuk kebaikan masyarakatnya dan untuk meningkatkan kesejaht</span>e<span lang="EN-US">raan masyarakat</span>. Menurut Siagian dalam Nawawi (2009), pada umumnya komponen yang dicita-citakan dalam keberhasilan pembangunan adalah bersifat relatif dan sukar membayangkan tercapainya <i>“titik jenuh yang absolut”</i>, dan yang sudah tercapai tidak mungkin ditingkatkan lagi, seperti: <span lang="EN-US">keadilan so</span>s<span lang="EN-US">ial</span>; <span lang="EN-US">kemakmuran yang merata</span>; <span lang="EN-US">perlakuan yang sama</span><span lang="EN-US"> </span><span lang="EN-US">dimata h</span>u<span lang="EN-US">ku</span>m; <span lang="EN-US">kesejaht</span>e<span lang="EN-US">raan mat</span>e<span lang="EN-US">rial, mental, dan spiritual</span>; k<span lang="EN-US">ebahagian untuk semua</span>; <span lang="EN-US">ketentraman</span>; serta <span lang="EN-US">keamanan</span>. Untuk mencapai tujuan ini, maka masyarakat harus lebih berpartisipasi dalam kegiatan pembangunan yang meliputi keterlibatan aktif, keterlibatan dalam memikul beban dan tanggung jawab, serta keterlibatan dalam memetik hasil dan manfaat (Tjokroamidjojo dalam Nawawi, 2009).<o:p _moz-userdefined=""></o:p></div><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="margin-left: 0cm; text-align: justify; text-indent: 36pt;">Menurut Zulkarimen Nasution (2004), yang menjadi tujuan umum (<i>goals</i>) pembangunan adalah proyeksi terjauh dari harapan-harapan dan ide-ide manusia, komponen-komponen dari yang terbaik yang mungkin, atau masyarakat ideal yang terbaik yang dapat dibayangkan. T<span lang="EN-US">ujuan khusus (<i>objectives</i>) pembangunan adalah tujuan jangka pendek, biasanya yang dipilih sebagai tingkat pencapaian sasaran dari suatu program tertentu. S</span>edangkan t<span lang="EN-US">arget pembangunan adalah tujuan-tujuan yang</span> dirumuskan secara konkret, dipertimbangkan rasional dan dapat direalisasikan sebatas teknologi dan sumber-sumber yang tersedia, yang ditegakkan sebagai aspirasi suatu situasi yang ada dengan tujuan akhir pembangunan.<o:p _moz-userdefined=""></o:p></div><div class="MsoListParagraphCxSpLast" style="margin-left: 0cm; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><br />
</div><div class="MsoNormalCxSpFirst" style="text-align: justify;"><b><span lang="EN-US">Visi dan Misi Pembangunan<o:p _moz-userdefined=""></o:p></span></b></div><div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="text-align: justify;"><b><span style="font-family: "Arial","sans-serif";"> </span></b><span style="color: black;">Agar program-progam pembangunan dapat berjalan dengan baik sebagaimana yang telah dituangkan dalam prioritas pembangunan, maka </span><span lang="EN-US">visi dan misi </span>pembangunan <span lang="EN-US">harus</span>lah<span lang="EN-US"> selaras dengan tujuan pembangunan</span>, sehingga <span lang="EN-US">dapat menumbuhkan komitmen pelaksana</span><span lang="EN-US"> </span><span lang="EN-US">pembangunan untuk mewujudkan visi menjadi kenyata</span>a<span lang="EN-US">n dalam proses kreatif dan intuitif. </span><span lang="EN-US" style="color: black;">Visi adalah rumusan umum mengenai keadaan yang diinginkan pada akhir</span><span lang="EN-US" style="color: black;"> </span><span lang="EN-US" style="color: black;">periode perencanaan. </span><span style="color: black;">Sedangkan </span><span lang="EN-US" style="color: black;">misi adalah rumusan umum mengenai upaya-upaya yang akan dilaksanakan untuk mewujudkan visi.</span><span lang="EN-US"> </span><b><span lang="EN-US" style="font-family: "Arial","sans-serif";"><o:p _moz-userdefined=""></o:p></span></b></div><div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;">Agar dapat menentukan visi pembangunan dengan jelas, maka haruslah dapat menjawab pertanyaan ”dalam pembangunan apa kita sekarang berada?”. Langkah-langkah yang diperlukan untuk menjawab pertanyaan itu adalah: <o:p _moz-userdefined=""></o:p></div><ol><li>Menganalisis skala, lingkup, ukuran, bauran hasil pembangunan, dan aktivitas pembangunan saat ini;<o:p _moz-userdefined=""></o:p></li>
<li>Memandang ke depan dengan cara membandingkan celah antara apa yang sesungguhnya dicapai dengan apa yang ingin dicapai;<o:p _moz-userdefined=""></o:p></li>
<li>Celah tersebut digunakan oleh pelaksana pembangunan untuk menentukan arah dan pola organisasi di masa depan.<o:p _moz-userdefined=""></o:p></li>
</ol><div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="EN-US">Visi y</span>an<span lang="EN-US">g</span><span lang="EN-US"> </span><span lang="EN-US">hendak dicapai</span> mem<span lang="EN-US">erlukan penjabaran kegiatan y</span>an<span lang="EN-US">g selaras d</span>en<span lang="EN-US">g</span>a<span lang="EN-US">n visi t</span>er<span lang="EN-US">s</span>e<span lang="EN-US">b</span>ut. Menurut Suprayitno dalam Nawawi (2009), p<span lang="EN-US">enjabaran dari kegiatan inilah y</span>an<span lang="EN-US">g disebut d</span>en<span lang="EN-US">g</span>a<span lang="EN-US">n misi</span>. Untuk menyatakan misi tersebut, maka harus memuat antara lain:<span lang="EN-US" style="color: black;"><o:p _moz-userdefined=""></o:p></span></div><ol><li><span lang="EN-US">Menentukan apa y</span>an<span lang="EN-US">g dicita-citakan</span> organisasi;<o:p _moz-userdefined=""></o:p></li>
<li><span lang="EN-US">Membedakan organisasi d</span>engan<span lang="EN-US"> organisasi lain</span>;<o:p _moz-userdefined=""></o:p></li>
<li><span lang="EN-US">Me</span>njadikan kerangka untuk <span lang="EN-US">evaluasi a</span>k<span lang="EN-US">tivitas kini dan y</span>an<span lang="EN-US">g ak</span>a<span lang="EN-US">n</span><span lang="EN-US"> </span><span lang="EN-US">dat</span>a<span lang="EN-US">ng</span>;<o:p _moz-userdefined=""></o:p></li>
<li><span lang="EN-US">Menjamin kebulatan maksud</span> dalam organisasi;<o:p _moz-userdefined=""></o:p></li>
<li><span lang="EN-US">Menyediakan basis untuk </span>me<span lang="EN-US">motivasi</span> sumber-sumber organisasi;<o:p _moz-userdefined=""></o:p></li>
<li><span lang="EN-US">Meyediakan standar </span>untuk meng<span lang="EN-US">alokasi</span>kan<span lang="EN-US"> sumber-sumber</span> organisasi;<o:p _moz-userdefined=""></o:p></li>
<li>Menentukan sifat dan iklim bisnis yang diinginkan;<o:p _moz-userdefined=""></o:p></li>
<li>Menyediakan titik fokal untuk mengidentifikasikan tujuan dan arah organisasi;<o:p _moz-userdefined=""></o:p></li>
<li>Memungkinkan penerjemahan maksud organisasi ke da;am tujuan-tujuan yang cocok;<o:p _moz-userdefined=""></o:p></li>
<li><span lang="EN-US">Memungkinkan penerjemahan tujuan ke d</span>a<span lang="EN-US">l</span>a<span lang="EN-US">m strategi </span>dan <span lang="EN-US">akti</span>v<span lang="EN-US">itas</span> yang spesifik lainnya.<o:p _moz-userdefined=""></o:p></li>
</ol><div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="text-align: justify;"><b>Model-model Pembangunan<o:p _moz-userdefined=""></o:p></b></div><div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;">Menurut Nawawi (2009), berdasarkan paradigma pembangunan yang berkembang (<i>intergrating Development Paradigma</i>) pada empat dasawarsa pertama sejak awal 1950-an hingga sekarang, sedikitnya terdapat lima model-model pembangunan, yaitu: model saling hubungan, model pertumbuhan, model pemerataan, model pembangunan manusia, dan model peningkatan daya saing.<o:p _moz-userdefined=""></o:p></div><div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="EN-US">Model saling hubungan</span> adalah model pembangunan yang mempunyai relevansi antara paradigma administrasi publik dengan paradigma pembangunan sosial ekonomi politik. Dalam model ini, tercatat perkembangan model-model pembangunan lainnya yang mempengaruhi proses pembangunan di negara-negara berkembang dan terbagi ke dalam tiga model, yaitu: (1) Model pertumbuhan Gross Nasional Produk (GNP); (2) Model pemerataan dan pemenuhan kebutuhan pokok; (3) Model pembangunan kualitas manusia.<o:p _moz-userdefined=""></o:p></div><div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;">Model pertumbuhan merupakan suatu model pembangunan yang sesuai dengan paradigma pertumbuhan yang melandasi strategi pembangunan yang berorientasi pada peningkatan pertumbuhan Gross Nasional Produk (GNP). Model ini beranggapan bahwa hal tersebut dapat dicapai dengan menempuh industrialisasi dan penanaman modal secara “<i>big push</i>” dengan semangat modernisasi dan superioritas. Untuk itu, maka peranan yang dilakukan adalah melakukan perencanaan dan langkah-langkah kebijakan guna petumbuhan ekonomi yang diinginkan yang mempunyai sasaran pada adanya perubahan sosiokultural dan institusional, sehingga masyarakat memiliki orientasi dan sifat-sifat “<i>achievernent, universalism, </i>dan <i>fungtional specificity</i>.<o:p _moz-userdefined=""></o:p></div><div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;">Model pemerataan dipandang sebagai pemerataan dalam berbagai aspek sosial, lingkungan, dan kelembagaan. Model ini berawal pada pengembangan <i>delivery service system </i>yang berhubungan langsung dengan kelompok sasaran pada organisasi lokal dan sektoral. Pemberantasan pengangguran dan ketidakmerataan merupakan tujuan eksplisit pembangunan dalam model ini. Hal tersebut disebabkan karena mekanisme pasar terganjal oleh ketimpangan dalam pembagian pendapatan. Pembangunan yang berorientasi pada pemerataan dan pemenuhan kebutuhan pokok, termasuk kesempatan kerja dan berusaha, air bersih dan perumahan, dipandang sebagai strategi yang lebih baik, yang nantinya akan berdampak pada kemandirian dan keadilan sosial.<o:p _moz-userdefined=""></o:p></div><div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;">Model pembangunan manusia didasari pada paradigma manusia yang menekankan kegiatan dengan penuh tanggungjawab untuk membangkitkan kesadaran dan kemampuan insani (Harmon dan Mayer dalam Nawawi, 2009) dan peningkatan sumber daya manusia, baik secara individual maupun kolektif (UNDP dalam Nawawi, 2009). Korten sendiri menyebutkan jenis manajemen dan administrasi yang cocok dalam rangka pelaksanaan model pembangunan kualitas manusia ini sebagai <i>community based resource management</i>. <o:p _moz-userdefined=""></o:p></div><div class="MsoNormalCxSpLast" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;">Model peningkatan daya saing merupakan model pembangunan yang dilakukan melalui transformasi teknologi, peningkatan kualitas sumber daya manusia, penguatan sistem informasi, modernisasi manajemen usaha, serta pembaruan kelembagaan, <i>reinventing goverment, banishing bureauracy, deregulasi </i>dan <i>debirokrasi, </i>perkembangan <i>ek-commece, e-goverment </i>dan lain sebagainya, yang secara keseluruhan mengacu pada peningkatan efisiensi dan kualitas pelayanan yang didukung oleh kemampuan dan keterampilan profesional, interaksi budaya, dan kegiatan bisnis antar bangsa.</div><div class="MsoNormalCxSpLast" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;"><o:p _moz-userdefined=""></o:p></div><div class="MsoListParagraphCxSpFirst" style="margin-left: 0cm; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoListParagraphCxSpFirst" style="margin-left: 0cm; text-align: justify;"><b>Konsep Pembangunan yang Ideal</b><o:p _moz-userdefined=""></o:p></div><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="margin-left: 0cm; text-align: justify; text-indent: 36pt;">Pembangunan sangat diperlukan untuk menciptakan suatu masyarakat yang lebih baik dan maju sesuai tuntutan jaman. Pada dasarnya, pembangunan yang diharapkan adalah pembangunan yang berdampak positif terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat, menurunkan kemiskinan, mengurangi pengangguran, dan berkeadilan sosial.<o:p _moz-userdefined=""></o:p></div><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="margin-left: 0cm; text-align: justify; text-indent: 36pt;">Keberhasilan penyelenggaraan pembangunan dalam semua segi kehidupan dan penghidupan bangsa menuntut komitmen seluruh komponen masyarakat. Idealnya, berdasarkan strategi dan rencana pembangunan yang ditetapkan oleh pemerintah, semua warga masyarakat turut menjadi “pemain” dan tidak ada yang sekedar menjadi “penonton”. Memang benar bahwa jenis, intensitas, dan ekstensitas keterlibatan berbagai pihak berbeda-beda karena pengetahuan, keterampilan, pemikiran intelektual, waktu, tenaga, dan kesempatan yang dimiliki juga beraneka ragam. Meskipun penyelenggaraan kegiatan pembangunan tidak menggunakan pendekatan “<i>elitist</i>”, namun kelompok elit dalam masyarakat harus memberikan kontribusi yang lebih substansial dibandingkan dengan warga masyarakat yang lain (Siagian, 2008).<o:p _moz-userdefined=""></o:p></div><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="margin-left: 0cm; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><br />
</div><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="margin-left: 0cm; text-align: justify;"><b>Faktor Penghambat Pembangunan<o:p _moz-userdefined=""></o:p></b></div><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="margin-left: 0cm; text-align: justify; text-indent: 36pt;">Pembangunan merupakan proses perubahan secara sengaja untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan masyarakat. Pelaksanaan pembangunan banyak dipengaruhi oleh kondisi fisik dan nonfisik dari suatu masyarakat, sehingga akselerasi (percepatan) pembangunan disetiap negara tidak sama. Menurut Tjokroamidjojo dalam Nawawi (2009), Faktor yang mempengaruhi pembangunan dan mempunyai relevansi dengan kondisi masyarakat antara lain:<o:p _moz-userdefined=""></o:p></div><ol><li>Masyarakat yang masih tradisional;<o:p _moz-userdefined=""></o:p></li>
<li>Masyarakat yang bersifat peralihan;<o:p _moz-userdefined=""></o:p></li>
<li>Masyarakat maju (modern).<o:p _moz-userdefined=""></o:p></li>
</ol><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="margin-left: 0cm; text-align: justify; text-indent: 36pt;">Menurut Didin S. Damanhuri (2010), berdasarkan problema empiris ekonomi politik dan pembangunan di negara-negara sedang berkembang, faktor-faktor yang menjadi tantangan, masalah, dan hambatan dalam menjalankan agenda pembangunan yang dapat dijadikan peluang atau ancamannya adalah:<o:p _moz-userdefined=""></o:p></div><ol><li>Globalisasi;<o:p _moz-userdefined=""></o:p></li>
<li>Kemiskinan, pengangguran, dan ketimpangan;<o:p _moz-userdefined=""></o:p></li>
<li>Industrialisasi, pertanian, dan informalisasi ekonomi;<o:p _moz-userdefined=""></o:p></li>
<li>Korupsi, kebocoran, dan inefisiensi;<o:p _moz-userdefined=""></o:p></li>
<li>Utang luar negeri;<o:p _moz-userdefined=""></o:p></li>
<li>Lingkungan (ekologi);<o:p _moz-userdefined=""></o:p></li>
<li>Birokrasi.<o:p _moz-userdefined=""></o:p></li>
</ol><div class="MsoNormalCxSpFirst" style="margin-left: 18pt;"><br />
</div><div class="MsoNormalCxSpMiddle"><b>*Penulis adalah mahasiswa FISIP Universitas Malikussaleh.<o:p _moz-userdefined=""></o:p></b></div><div class="MsoNormalCxSpMiddle"><br />
</div><div class="MsoNormalCxSpMiddle">Referensi:<o:p _moz-userdefined=""></o:p></div><div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="margin-left: 35.45pt; text-indent: -35.45pt;">Damanhuri, Didin S. 2010. <i>Ekonomi Politik dan Pembangunan: Teori, Kritik, dan Solusi bagi Indonesia dan Negara Sedang Berkembang</i>. Bogor: PT. Penerbit IPB Press<o:p _moz-userdefined=""></o:p></div><div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="margin-left: 36pt; text-align: justify; text-indent: -36pt;"><span lang="EN-US">Nasution, Zulkarimen. 2004. <i>Komunikasi Pembangunan: Pengenalan Teori dan Penerapannya</i>. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada</span></div><div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="margin-left: 36pt; text-align: justify; text-indent: -36pt;">Nawawi, Ismail. 2009. <i>Pembangunan dan Problema Masyarakat: Kajian, Konsep, Model, Teori, dari Aspek Ekonomi dan Sosiologi</i>. Surabaya: Putra Media Nusantara.<o:p _moz-userdefined=""></o:p></div><div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="margin: 0cm 0cm 10pt 35.45pt; text-align: justify; text-indent: -35.45pt;">Proklamasi, Patriot. 2008. <i>Karakteristik Pembangunan</i>. <span lang="EN-US">http://patriotproklamasi.blogspot.com/2008/05/karakteristik-pembangunan.html</span><o:p _moz-userdefined=""></o:p></div><div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="margin-left: 36pt; text-align: justify; text-indent: -36pt;">Siagian, Sondang P. 2008. <i>Administrasi Pembangunan: Konsep, Dimensi, dan Strateginya</i>. Jakarta: Bumi Aksara.<o:p _moz-userdefined=""></o:p></div><div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="margin-left: 36pt; text-align: justify; text-indent: -36pt;">Soetomo. 2008. <i>Strategi-strategi Pembangunan Masyarakat</i>. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.<o:p _moz-userdefined=""></o:p></div>Adminhttp://www.blogger.com/profile/10477376997013121260noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7610405809989588058.post-63290801308733188882010-03-18T20:05:00.002-07:002012-03-21T22:15:37.918-07:00DPRA: "Antara Realita dan Idealita"<div style="text-align: center;"><b>DPRA: "Antara Realita dan Idealita"</b></div><div style="text-align: center;"><b><br />
</b></div><div style="text-align: center;"><b>Oleh: Abdul Qadir Jailani*</b></div><br />
<br />
<div style="text-align: justify;">Kehadiran partai politik lokal yang ikut bertarung dan sekaligus keluar sebagai pemenang dalam pemilu legislatif tahun 2009 merupakan tonggak baru sejarah perpolitikan di Aceh. Berjuta harapan dan impian rakyat Aceh disematkan kepada wakil rakyat terpilih sebagai penyambung lidah untuk mengakomodasi aspirasi masyarakat dan merumuskannya ke dalam program-program pembangunan daerah yang pro rakyat.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Terpilihnya wakil rakyat tersebut merupakan tahap awal yang ikut memberikan andil untuk menentukan arah pembangunan Aceh hingga lima tahun mendatang. Melalui fungsi anggaran yang dimilikinya, para legislator dapat mengalokasikan sejumlah anggaran untuk mengeliminasi berbagai problema pembangunan seperti pengangguran, kemiskinan, keterbelakangan, krisis listrik, dan lain sebagainya, sehingga masyarakat lapisan bawah (<i>grassroots</i>), pinggiran (<i>peripheris</i>), dan pedesaan (<i>rural communities</i>) sebagai kelompok sasaran pembangunan dapat diberdayakan dalam kemandirian, keswadayaan, partisipasi, dan demokratisasi.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Melalui fungsi legislasinya, para wakil rakyat juga dapat membuat Qanun Aceh yang dapat dijadikan sebagai dasar hukum untuk menjalankan sejumlah agenda pembangunan yang tentu saja harus dituangkan terlebih dahulu ke dalam Program Legislasi Aceh (prolega) sebagai dokumen penting yang memuat tentang qanun-qanun prioritas yang akan dibuat hingga lima tahun mendatang, baik qanun organik maupun qanun non-organik dengan berdasarkan pada UU No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dan Qanun Aceh No. 3 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pembentukan Qanun, serta peraturan perundang-undangan lainnya yang relevan sebagai acuan yang memuat dasar hukum dan sistematika pembuatan produk perundang-undangan tersebut.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Mencermati realita yang terjadi saat ini, kita patut memberikan apresiasi kepada anggota parlemen Aceh karena dalam penyusunan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (RAPBA) tahun 2010 setidaknya terdapat sedikit substansi yang cukup kontras dengan APBA tahun 2009 lalu sebagaimana yang sempat dirilis media akhir-akhir ini. Perbedaan tersebut terletak pada bertambahnya Anggaran Belanja Pembangunan sebesar Rp. 1 Trilyun dan adanya Dana Aspirasi sebesar Rp. 5 Milyar per anggota. Dana Aspirasi tersebut dipergunakan untuk menyerap aspirasi konstituen di Daerah Pemilihan (dapil) masing-masing para wakil rakyat tersebut.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Hal ini tentu saja dapat membantu meningkatkan percepatan perkembangan pembangunan di dapil masing-masing, mengingat seringkali terjadi ketimpangan anggaran pembangunan antara daerah yang satu dengan daerah yang lain, juga dapat berfungsi sebagai manuver politik untuk menarik simpati dan empati konstituen karena hal tersebut terkesan merakyat, sehinga yang bersangkutan akan tetap dihati rakyat pada pemilu legislatif periode mendatang.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Namun demikian, disisi lain kita patut mengurut dada karena efektivitas penyusunan RAPBA tahun 2010 tidak dapat berjalan maksimal. Hal ini terlihat dari molornya penyusunan RAPBA sampai pada bulan maret 2010. Konsekuensi dari hal tersebut dapat memberikan implikasi yang beragam pula.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Salah satu implikasi utama yang dapat memberikan dampak negatif terhadap RAPBA itu sendiri adalah penalti dari Menteri Dalam Negeri (Mendagri) dan Menteri Keuangan (Menkeu) berupa pemangkasan anggaran dana perimbangan, yaitu Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) sebagai sanksi apablila RAPBA tersebut disampaikan dengan tidak tepat waktu.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Implikasi lainnya adalah berpotensi menghambat daya serap anggaran pembangunan. Untuk penyusunan RAPBA saja menghabiskan waktu selama lebih kurang tiga bulan. Apakah dengan sisa waktu selama sembilan bulan program-program pembangunan yang telah dianggarkan dapat direalisasikan ke dalam tindakan nyata? Tentu saja dibenak kita akan timbul rasa pesimistis, mengingat pengalaman tahun sebelumnya daya serap anggaran pembangunan dinilai lemah oleh beberapa pakar.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Poin ketiga yang tak kalah pentingnya yang dapat menjadi implikasi dari keterlambatan penyusunan RAPBA tersebut adalah fungsi utama dari Lembaga Legislatif, yaitu sebagai lembaga yang menelurkan produk perundang-undangan berupa Qanun Aceh. Hal ini memang terkesan aneh dan kontradiktif, namun jika dikaji lebih lanjut, maka hal tersebut adalah sesuatu yang logis dan esensial.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Pasca pelantikan sebagai wakil rakyat, anggota parlemen Aceh harus disibukkan dengan perseteruan pemilihan kursi pimpinan untuk posisi wakil ketua III yang hingga saat ini masih kosong. Hal ini terjadi karena adanya dikotomi penafsiran tentang dasar hukum yang mengatur posisi wakil rakyat tersebut, yaitu antara UU No. 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA) sebagai <i>lex specialis </i>dengan UU No. 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD sebagai <i>lex generalis.</i> Akhirnya, polemik tersebut kandas di Kementrian Dalam Negeri. Menurut Mendagri, Gamawan Fauzi, masalah tersebut harus didasarkan pada UU No. 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD karena di dalam UUPA tidak diatur secara eksplisit akan hal tersebut.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Memasuki tahun 2010, penyusunan RAPBA untuk dijadikan sebuah Qanun memakan waktu selama lebih kurang tiga bulan dan masa kerja anggota dewan telah berjalan selama enam bulan, namun hingga saat ini belum ada satu pun Qanun Aceh yang disosialisasikan kepada publik sebagai kinerja dari wakil rakyat tersebut selain penyusunan RAPBA.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Jika permasalahan ini terulang terus dari tahun ketahun, maka qanun-qanun yang dihasilkan anggota dewan tersebut selama lima tahun mendatang akan dapat dihitung dengan jari. Sementara itu, qanun organik yang merupakan derivasi dari UUPA masih tersisa dan menjadi pekerjaan rumah yang harus diselesaikan. Belum lagi qanun-qanun organik dari UU lainnya, serta qanun-qanun non-organik yang krusial dan mendesak.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Hal tersebut tentu saja mematahkan slogan <i>"Meuseu koen geutanyoe soe loem, meuse koen jinoe pajan loem" </i>menjadi bias, karena kinerja anggota dewan sekarang dengan anggota dewan periode sebelumnya tidak jauh berbeda . Oleh karena itu, harapan kita semua semoga anggota parlemen Aceh dapat memperbaiki kinerjanya dengan lebih baik lagi, sehingga dapat tercapai efektivitas dan efisiensi kerja. Jadi, memiliki rasa optimistis saja tidak cukup, melainkan harus dimanifestasikan ke dalam aksi nyata yang riil dan konkret.</div><br />
<br />
<br />
<br />
<b>* Penulis adalah Mahasiswa FISIP Universitas Malikussaleh Jurusan Ilmu Administrasi Negara</b><br />
<div style="text-align: justify;"><br />
</div>Adminhttp://www.blogger.com/profile/10477376997013121260noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7610405809989588058.post-49210055327609934392009-11-18T00:46:00.000-08:002009-12-21T20:47:04.997-08:00TEORI MODERNISASI: Pembangunan Sebagai Masalah Internal<div style="text-align: justify;">Teori modernisasi merupakan sebuah teori yang muncul karena adanya kenyataan kesenjangan kehidupan bernegara secara ekonomi antara negara yang memproduksi hasil pertanian (negara agraris) dan negara yang memproduksi barang industri (negara industri) yang menganut konsep pembagian kerja secara internasional. Konsep tersebut mendasarkan pada teori keuntungan komparatif yang di milili oleh setiap negara, sehingga terjadi spesialisasi produksi pada tiap-tiap negara sesuai dengan keuntungan komparatif yang mereka miliki. Menurut konsep ini, antara kedua kelompok negara tersebut terjadi hubungan dagang dan keduanya saling di untungkan. Akan tetapi, negara-negara industri menjadi semakin kaya jika di bandingkan dengan negara-negara agraris setelah beberapa puluh tahun kemudian, sehingga menimbulkan sebuah pertanyaan: "Apa yang menjadi penyebabnya?"<br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Teori modernisasi merupakan sebuah jawaban atas pertanyaan tersebut. Dalam teori modernisasi, problema pembangunan seperti kemiskinan di pandang sebagai permasalahan internal yang di sebabkan oleh faktor-faktor internal atau faktor-faktor yang terdapat dalam negeri negara yang bersangkutan.<br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Selain teori modernisasi, juga terdapat teori struktural, yaitu teori-teori yang lebih banyak mempersoalkan faktor-faktor eksternal sebagai penyebab terjadinya kemiskinan. Kemiskinan dilihat terutama sebagai akibat dari bekerjanya kekuatan-kekuatan luar yang menyebabkan negara yang bersangkutan gagal melakukan pembangunannya. Teori struktural ini juga merupakan jawaban atas pertanyaan tersebut. Akan tetapi, pada kesempatan ini hanya akan di sajikan teori yang termasuk ke dalam kelompok teori modernisasi.<br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Teori-teori yang mewakili dan termasuk ke dalam kelompok teori modernisasi tersebut adalah sebagai berikut:<br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><b>(1). Teori Harrod-Domar: Tabungan dan Investasi</b><br />
</div><div style="text-align: justify;">Teori dipelopori oleh ahli ekonomi pembangunan, yaitu Evsey Domar dan Roy Harrod. Teori ini berpendapat bahwa pertumbuhan ekonomi ditentukan oleh tingginya tabungan dan investasi. Sedangkan yang menjadi masalah utama pembangunan adalah kekurangan modal, tabungan, dan investasi. Oleh karena itu, untuk memecahkan masalah ini adalah dengan mencari tambahan modal, baik yang bersumber dari dalam negeri maupun luar negeri.<br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><b>(2). Max Weber: Etika Protestan</b><br />
</div><div style="text-align: justify;">Etika protestan merupakan sebuah jawaban yang ditemukan oleh weber terhadap kemajuan beberapa negara di Eropa dan AS dibawah sistem kapitalisme. Ajaran ini menyatakan bahwa: seseorang sudah di takdirkan sebelumnya untuk masuk surga atau neraka. Dan untuk mengetahui hal tersebut, maka indikatornya adalah keberhasilan di dunia. Kalau seseorang berhasil dalam kerjanya di dunia, maka hampir dapat di pastikan bahwa dia ditakdirkan untuk naik ke surga setelah dia mati nanti, dan begitupun sebaliknya. Sehingga, mereka bekerja keras untuk meraih sukses di dunia demi kejelasan nasibnya di akhirat kelak. Sementara kekayaan material merupakan produk sampingan yang tidak di sengaja. Inilah yang menjadi faktor utama munculnya kapitalisme menurut Weber. Oleh karena itu, peran agama (etika protestan yang di arahkan secara positif mempunyai implikasi terhadap pertumbuhan ekonomi.<br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><b>(3). David McClelland: Dorongan berprestasi atau n-Ach</b><br />
</div><div style="text-align: justify;">Kebutuhan atau dorongan untuk berprestasi atau <i>the need for achievement </i>atau yang lebih dikenal dengan sebuah simbol yang disingkat: "n-Ach" merupakan sebuah konsep yang dicetuskan oleh David McClelland. Konsep ini di pengaruhi oleh pemikiran Max Weber tentang Etika Protestan. David McClelland berpendapat bahwa untuk membuat sebuah pekerjaan berhasil, yang paling penting adalah sikap terhadap pekerjaan tersebut. Untuk itu diperlukan n-Ach yang tinggi. n-Ach seseorang di anggap tinggi apabila seseorang tersebut menunjukkan optimisme yang tinggi, keberanian untuk mengubah nasib dan tidak cepat menyerah. Kalau tidak, nilainya di anggap kurang dan harus di tingkatkan. Untuk menumbuhkan n-Ach tersebut, maka cara yang paling efektif adalah melalui keluarga. Oleh karena itu, kalau dalam sebuah masyarakat ada banyak orang yang memiliki n-Ach yang tinggi, maka dapat diharapkan masyarakat tersebut akan menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi.<br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><b>(4). WW. Rostow: Lima Tahap Pembangunan</b><br />
</div><div style="text-align: justify;">Menurut Rostow, pembangunan merupakan sebuah proses yang bergerak dalam sebuah garis lurus, yaitu dari masyarakat yang terbelakang ke masyarakat yang maju. Hal tersebut mempunyai kejadian yang sama di setiap negara, baik di masa lalu, masa sekarang, maupun masa yang akan datang. Walaupun terdapat variasi antara negara yang satu dengan negara lainnya, akan tetapi variasi tersebut bukanlah merupakan perubahan yang mendasar dari proses ini, melainkan hanya berlangsung di permukaan saja. Proses pembangunan tersebut di bagi kedalam lima tahap, yaitu:<br />
</div><div style="text-align: justify;">1. Masyarakat Tradisional: belum banyak menguasai ilmu pengetahuan.<br />
</div><div style="text-align: justify;">2. Pra kondisi untuk lepas landas: perubahan pola pikir masyarakat tradisional akibat dari intervensi masyarakat yang sudah maju, dan bersiap-siap menuju proses lepas landas.<br />
</div><div style="text-align: justify;">3. Lepas landas: ditandai dengan tersingkirnya hambatan-hambatan yang menghalangi proses pertumbuhan ekonomi.<br />
</div><div style="text-align: justify;">4. Bergerak ke kedewasaan: perkembangan industri melaju pesat, sehingga kegiatan ekspor-import menjadi seimbang.<br />
</div><div style="text-align: justify;">5. Jaman konsumsi massal yang tinggi: tahap ini merupakan proses pembangunan berkelanjutan (sustainable development) yang bisa menopang kemajuan secara kontinyu.<br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Pada dasarnya, konsep pembangunan yang di cetuskan oleh Rostow ini hampir bersamaan dengan teori Harrod-Domar, yaitu berhubungan dengan peningkatan tabungan dan investasi produktif setinggi mungkin. Hanya saja, Rostow lebih menitikberatkan pada peran lembaga-lembaga non ekonomi seperti lembaga-lembaga sosial politik untuk mencapai tujuan. Dan titik terpenting dalam gerak kemajuan dari masyarakat yang satu ke yang lainnya adalah periode lepas landas. Untuk itu, hambatan-hambatan yang ada pada masyarakat harus di hilangkan, sehingga terciptanya masyarakat yang dapat memerdekakan diri dari nilai-nilai tradisinya dan mulai bergerak maju. Peran lembaga sosial politik tersebut di sebut faktor-faktor non ekonomi.<br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><b>(5). Bert F. Hoselitz: Faktor-faktor non ekonomi</b><br />
</div><div style="text-align: justify;">Hoselitz menambahkan bahwa dalam menggerakkan lembaga-lembaga non ekonomi (lembaga-lembaga sosial politik) pada proses pencapaian tahap lepas landas oleh Rostow, maka hal yang perlu di perhatikan adalah pembentukan kondisi lingkungan umum pada tahap pra kondisi lepas landas.<br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Hoselitz berpendapat bahwa masalah utama pembangunan bukan hanya di sebabkan karena kekurangan modal, melainkan keterampilan kerja, termasuk tenaga wiraswasta yang tangguh juga ikut memberikan andil dalam proses pembangunan. Dengan demikian, di perlukan pembangunan kelembagaan (institution building) yang dapat memengaruhi pemasokan modal dan menjadikannya produktif, sehingga dapat menghasilkan tenaga wiraswasta dan administrasi, serta keterampilan teknis dan keilmuan yang di butuhkan. Pemasokan modal yang di butuhkan meliputi beberapa unsur, yaitu:<br />
</div><div style="text-align: justify;">a). Pemasokan modal besar dan perbankan<br />
</div><div style="text-align: justify;">b). Pemasokan tenaga ahli yang terampil<br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><b>(6). Alex Inkeles dan David H. Smith: Manusia Modern</b><br />
</div><div style="text-align: justify;">Menurut Inkeler dan Smith, faktor penting penopang pembangunan adalah SDM yang kompetitif, sehingga produktivitas sarana material dapat di kembangkan. Untuk itu, di perlukan manusia modern, yaitu manusia yang memilik keterbukaan terhadap pengalaman dan ide baru, berorientasi ke masa sekarang dan masa depan, punya kesanggupan merencanakan, percaya bahwa manusia bisa menguasai alam, dan bukan sebaliknya, dsb. Untuk membentuk manusia modern tersebut, maka cara yang paling efektif adalah melalui pendidikan, pengalaman kerja dan pengenalan terhadag media massa<br />
</div>Adminhttp://www.blogger.com/profile/10477376997013121260noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7610405809989588058.post-26362712759223102632009-10-29T06:22:00.000-07:002009-12-29T22:19:37.308-08:00Makalah Perencanaan Pembangunan Daerah<div style="text-align: center;"><b>BAB I</b><br />
</div><div style="text-align: center;"><b>PENDAHULUAN</b><br />
</div><br />
<b>A. Latar Belakang </b><br />
<br />
<div style="text-align: justify;">Didalam melakukan pembangunan, setiap Pemerintaah Daerah memerlukan perencanaan yang akurat serta diharapkan dapat melakukan evaluasi terhadap pembangunan yang dilakukannya. Seiring dengan semakin pesatnya pembangunan bidang ekonomi, maka terjadi peningkatan permintaan data dan indikator-indikator yang menghendaki ketersediaan data sampai tingkat Kabupaten/ Kota. Data dan indikator-indikator pembangunan yang diperlukan adalah yang sesuai dengan perencanaan yang telah ditetapkan.<br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Struktur perencanaan pembangunan di Indonesia berdasarkan hirarki dimensi waktunya berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dibagi menjadi perencanaan jangka panjang, jangka menengah dan jangka pendek (tahunan), sehingga dengan Undang-Undang ini kita mengenal satu bagian penting dari perencanaan wilayah yaitu apa yang disebut sebagai rencana pembangunan daerah, yaitu Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJP-D), Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJM-D) dan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) serta Rencana Strategis Satuan Kerja Perangkat Daerah (Renstra-SKPD) dan Rencana Kerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (Renja-SKPD) sebagai kelengkapannya. <br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Perencanaan pembangunan daerah seperti diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang SPPN, mewajibkan daerah untuk menyusun Rencana Pembangunan Jangka Panjang yang berdurasi waktu 20 (dua puluh) tahun yang berisi tentang visi, misi dan arah pembangunan daerah. Perencanaan ini kemudian dijabarkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah yang berdurasi waktu 5 (lima) tahun, yang memuat kebijakan keuangan daerah, strategi pembangunan daerah, kebijakan umum, program SKPD dan lintas SKPD, program kewilayahan disertai dengan rencana-rencana kerja dalam kerangka regulasi dan kerangka pendanaan yang bersifat indikatif. Selanjutnya RPJM Daerah dijabarkan dalam perencanaan berdurasi tahunan yang disebut sebagai Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) yang memuat rancangan kerangka ekonomi daerah, prioritas pembangunan daerah, rencana kerja, dan pendanaannya, baik yang dilaksanakan langsung oleh pemerintah maupun yang ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat.<br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: center;"><b>BAB II</b><br />
</div><div style="text-align: center;"><b>PEMBAHASAN</b><br />
</div><div style="text-align: center;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><b>A. Perencanaan Pembangunan</b><br />
</div><div style="text-align: justify;">Menghadapi realitas kehidupan yang menunjukkan adanya kesenjangan kesejahteraan mengakibatkan adanya pekerjaan berat kepada para ahli pembangunan termasuk di dalamnya para pembuat kebijakan. Ini dimaksudkan untuk mengatasi berbagai persoalan yang muncul akibat kesenjangan kesejahteraan, perlu dilakukan upaya pembangunan yang terencana.<br />
</div><div style="text-align: justify;">Upaya pembangunan yang terencana dapat dilakukan untuk mencapai tujuan pembangunan yang dilakukan. Lebih jauh lagi berarti perencanaan yang tepat sesuai dengan kondisi di suatu wilayah menjadi syarat mutlak dilakukannya usaha pembangunan.<br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Perencanaan ada sebagai upaya untuk mengantisipasi ketidakseimbangan yang terjadi yang bersifat akumulatif. Artinya perubahan pada suatu keseimbangan awal dapat mengakibatkan perubahan pada sistem sosial yang akhirnya membawa sistem yang ada menjauhi keseimbangan awal. Perencanaan sebagai bagian daripada fungsi manajemen yang bila ditempatkan pada pembangunan daerah akan berperan sebagai arahan bagi proses pembangunan berjalan menuju tujuan di samping itu menjadi tolok ukur keberhasilan proses pembangunan yang dilaksanakan.<br />
</div><div style="text-align: justify;">Menurut Tjokroamidjojo (1992), perencanaan dalam arti seluas-luasnya tidak lain adalah suatu proses mempersiapkan secara sistematis kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan untuk mencapai sesuatu tujuan tertentu. Perencanaan adalah suatu cara bagaimana mencapai tujuan sebaik-baiknya dengan sumber-sumber yang ada supaya lebih efisien dan efektif. <br />
</div><div style="text-align: justify;">“Melihat ke depan dengan mengambil pilihan berbagai alternative dari kegiatan untuk mencapai tujuan masa depan tersebut dengan terus mengikuti supaya pelaksanaan tidak menyimpang tujuan”, Albert Waterston mendefinisikan perencanaan pembangunan seperti demikian.<br />
</div><div style="text-align: justify;">Berbagai ahli memberikan definisi perencanaan. Bahkan ada yang memberikan pengertian lebih luas contohnya Prof. Jan Tinbergen mengemukakan lebih kepada kebijaksanaan pembangunan (development policy) bukan hanya perencanaan (plans) semata. <br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Perencanaan dapat dilakukan dalam berbagai bidang. Namun tidak semua rencana merupakan perencanaan pembangunan Terkait dengan kebijaksanaan pembangunan maka pemerintah berperan sebagai pendorong pembangunan (agent of development), ini terkait dengan definisi perencanaan yang merupakan upaya institusi public untuk membuat arah kebijakan pembangunan yang harus dilakukan di sebuah wilayah baik negara maupun di daerah dengan didasarkan keunggulan dan kelemahan yang dimiliki oleh wilayah tersebut. <br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Perencanaan pembangunan memiliki ciri khusus yang bersifat usaha pencapaian tujuan pembangunan tertentu. Adapun ciri dimaksud antara lain:<br />
</div><ol><li>Perencanaan yang isinya upaya-upaya untuk mencapai perkembangan ekonomi yang kuat dapat tercermin dengan terjadinya pertumbuhan ekonomi positif.</li>
<li>Ada upaya untuk meningkatkan pendapatan perkapita masyarakat.</li>
<li>Berisi upaya melakukan struktur perekonomian</li>
<li>Mempunyai tujuan meningkatkan kesempatan kerja.</li>
<li> Adanya pemerataan pembangunan.</li>
</ol><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Dalam prakteknya pelaksanaan pembangunaan akan menemui hambatan baik dari sisi pelaksana, masyarakat yang menjadi obyek pembangunan maupun dari sisi luar semua itu. Lebih rinci alasan diperlukannya perencanaan dalam proses pembangunan sebagai berikut:<br />
</div><ol><li>Perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan memberikan perubahan yang sangat cepat dalam masyarakat.</li>
<li>Perencanaan merupakan tahap yang penting apabila dilihat dari dampak pembangunan yang akan muncul setelah proses pembangunan selesai.</li>
<li>Proses pembangunan yang dilakukan tentu saja memiliki keterbatasan waktu pelaksanaan, biaya serta ruang lingkup pelaksanaannya.</li>
<li>Perencanaan juga dapat berperan sebagai tolok ukur keberhasilan pelaksanaan pembangunan sehingga proses pembangunan yang dilakukan dapat dimonitor oleh pihak-pihak terkait tanpa terkecuali masyarakat.</li>
</ol><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Perencanaan yang baik seperti sebuah perjalanan yang sudah melewati separo jalan, karena sisanya hanyalah tinggal melaksanakan dan mengendalikan. Apabila dalam pelaksanaannya konsisten, pengendalian yang efektif, dan faktor-faktor pengganggu sedikit atau tidak memberi pembiasan pelaksanaan pembangunan, maka pembangunan dapat dikatakan tinggal menanti waktu untuk mencapai tujuan.<br />
</div><div style="text-align: justify;">Negara besar sekalipun tetap menghadapi berbagai masalah pembangunan yang bertahap harus diselesaikan. Ada berbagai alasan sebagai pendorong untuk melakukan perencanaan seperti menonjolnya kemiskinan, adanya perbedaan kepentingan, keterbatasan sumber daya, sistem ekonomi pasar dan adanya tujuan tertentu yang ditetapkan. Jadi Perencanaan pembangunan menjadi prioritas utama. <br />
</div><div style="text-align: justify;">dalam pembanguna itu sendiri.<br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><b>B. Aspek Legal Perencanaa Pembangunan</b><br />
</div><div style="text-align: justify;">Implementasi otonomi daerah dan desentralisasi di Indonesia menuntut perubahan paradigma perencanaan dan keuangan daerah yang bersifat komprehensif mengarah kepada transparansi, akuntabilitas, demokratisasi, desentralisasi dan partisipasi masyarakat. Merujuk pada Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, perencanaan adalah suatu proses untuk menentukan tindakan masa depan yang tepat, melalui urutan pilihan, dengan memperhitungkan sumber daya yang tersedia. Pembangunan dalam UU ini Pembangunan Nasional dimaksud upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen bangsa dalam rangka mencapai tujuan bernegara. <br />
</div><div style="text-align: justify;">Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) itu sendiri adalah satu kesatuan tata cara perencanaan pembangunan untuk menghasilkan rencana-rencana pembangunan dalam jangka panjang, jangka menengah, dan tahunan yang dilaksanakan oleh unsur penyelenggara negara dan masyarakat di tingkat pusat dan daerah.<br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Tujuan perencanaan pembangunan nasional menurut Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004, antara lain:<br />
</div><ol><li>Mendukung koordinasi antarpelaku pembangunan</li>
<li>Menjamin terciptanya integrasi, sinkronisasi, dan sinergi baik antar-daerah, antar-ruang, antar-waktu, antar-fungsi pemerintah maupun antara Pusat dan Daerah</li>
<li>Menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan dan pengawasan Mengoptimalkan partisipasi masyarakat dan menjamin tercapainya penggunaan sumberdaya secara efisien, efektif, berkeadilan dan berkelanjutan</li>
</ol><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Lebih lanjut proses perencanaan menurut UU Nomor 25 Tahun 2009, yakni:<br />
</div><ol><li>Proses Politik: Pemilihan langsung Presiden dan Kepala Daerah menghasilkan rencana pembangunan hasil proses (publik choice theory of planning) Khususnya penjabaran Visi dan Misi dalam RPJM</li>
<li>Proses Teknokratik: Perencanaan yang dilakukan oleh perencana profesional, atau oleh lembaga/unit organisasi yang secara fungsional melakukan perencanaan khususnya dalam pemantapan peran, fungsi dan kompetensi lembaga perencana</li>
<li>Proses partisipatif: perencanaan yang melibatkan masyarakat (stakeholders) antara lain melalui pelaksanaan Musrenbang</li>
<li>Proses Bottom-Up dan Top-Down: Perencanaan yang aliran prosesnya dari atas ke bawah atau dari bawah ke atas dalam hierarki pemerintahan.</li>
</ol><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><b>C. Sistem Perencanaan Pembangunan</b><br />
</div><div style="text-align: justify;">Reformasi yang dimulai pada tahun 1998 telah memberikan pengaruh pada pergeseran nilai, pembangunan di seluruh wilayah Indonesia. Perubahan nilai yang terjadi setelah reformasi meliputi pergeseran dari sentralistik menjadi desentralistik, dari pendekatan top down menjadi bottom up sudah jelas dampak langsungnya adalah diberikannya kewenangan yang lebih besar kepada daerah untuk mengurus rumah tangganya sendiri. Kewenangan tersebut dijamin dengan lahirnya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, yang diikuti oleh Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah. Selanjutnya kedua Undang-undang tersebut disempurnakan menjadi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan diikuti Undang-Undang Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah.<br />
</div><div style="text-align: justify;">Sejak diterbitkannya Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) dan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, maka substansi dan esensi dari sistem perencanaan pembangunan di tingkat nasional dan daerah menjadi semakin perlu untuk dimantapkan dan disempurnakan, guna lebih menjamin penyelenggaraan pembangunan di pusat dan daerah yang lebih berhasil guna dan berdayaguna.<br />
</div><div style="text-align: justify;">Undang-Undang No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional mengamanatkan bahwa setiap daerah harus menyusun rencana pembangunan daerah secara sistematis, terarah, terpadu dan tanggap terhadap perubahan (Pasal 2 ayat 2), dengan jenjang perencanaan jangka panjang (25 tahun), jangka menengah (5 tahun) maupun jangka pendek atau tahunan (1 tahun). Setiap daerah (propinsi/kabupaten/kota) harus menetapkan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD), Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD).<br />
</div><div style="text-align: justify;">Dalam Undang-Undang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, juga dinyatakan bahwa rencana pembangunan adalah penjabaran dari agenda-agenda pembangunan yang ditawarkan presiden/kepala daerah pada saat kampanye ke dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional/Daerah, yang penyusunannya dengan mengacu pada dokumen Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional/Daerah.<br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: center;"><b>BAB III</b><br />
</div><div style="text-align: center;"><b>PENUTUP</b><br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><b>A. Kesimpulan</b><br />
</div><div style="text-align: justify;">Didalam melakukan pembangunan, setiap Pemerintaah Daerah memerlukan perencanaan yang akurat serta diharapkan dapat melakukan evaluasi terhadap pembangunan yang dilakukannya. Seiring dengan semakin pesatnya pembangunan bidang ekonomi, maka terjadi peningkatan permintaan data dan indikator-indikator yang menghendaki ketersediaan data sampai tingkat Kabupaten/ Kota. Data dan indikator-indikator pembangunan yang diperlukan adalah yang sesuai dengan perencanaan yang telah ditetapkan.<br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Menghadapi realitas kehidupan yang menunjukkan adanya kesenjangan kesejahteraan mengakibatkan adanya pekerjaan berat kepada para ahli pembangunan termasuk di dalamnya para pembuat kebijakan. Ini dimaksudkan untuk mengatasi berbagai persoalan yang muncul akibat kesenjangan kesejahteraan, perlu dilakukan upaya pembangunan yang terencana.<br />
</div><div style="text-align: justify;">Upaya pembangunan yang terencana dapat dilakukan untuk mencapai tujuan pembangunan yang dilakukan. Lebih jauh lagi berarti perencanaan yang tepat sesuai dengan kondisi di suatu wilayah menjadi syarat mutlak dilakukannya usaha pembangunan.<br />
</div><div style="text-align: justify;">Perencanaan pembangunan memiliki ciri khusus yang bersifat usaha pencapaian tujuan pembangunan tertentu. Adapun ciri dimaksud antara lain:<br />
</div><ol><li>Perencanaan yang isinya upaya-upaya untuk mencapai perkembangan ekonomi yang kuat dapat tercermin dengan terjadinya pertumbuhan ekonomi positif.</li>
<li>Ada upaya untuk meningkatkan pendapatan perkapita masyarakat.</li>
<li>Berisi upaya melakukan struktur perekonomian</li>
<li>Mempunyai tujuan meningkatkan kesempatan kerja.</li>
<li>Adanya pemerataan pembangunan.</li>
</ol>Adminhttp://www.blogger.com/profile/10477376997013121260noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-7610405809989588058.post-90278622650544659382009-10-29T06:20:00.000-07:002009-12-29T22:26:29.124-08:00Makalah Marketing Public Relation<div style="text-align: center;"><b>Di susun Oleh: Kelompok I</b><br />
</div><div style="text-align: center;"><b>1. Saifuddin</b><br />
</div><div style="text-align: center;"><b>2. Khairul</b><br />
</div><div style="text-align: center;"><b>3. Safrizal</b><br />
</div><div style="text-align: center;"><b>4. M.Razi</b><br />
</div><div style="text-align: center;"><b>5. Eka Samsuar</b><br />
</div><div style="text-align: center;"><b>6. Abdul Qadir Jailani</b><br />
</div><div style="text-align: center;"><b>7. Nasruddin</b><br />
</div><div style="text-align: center;"><b>8. Indra Yani</b><br />
</div><div style="text-align: center;"><b>9. Syahkubat</b><br />
</div><div style="text-align: center;"><b>10. M. Sabar</b><br />
</div><br />
<br />
<div style="text-align: center;"><b>BAB I</b><br />
</div><div style="text-align: center;"><b>PENDAHULUAN</b><br />
</div><br />
<b>A. latar Belakang</b><br />
Perusahaan/organisasi menggunakan metode hubungan masyarakat (public relations) untuk menyampaikan pesan dan mencipta sikap, citra dan opini yang benar. Hubungan masyarakat (humas) merupakan salah satu alat promosi / komunikasi yang penting. Selama ini, humas tidak lebih dari alat promosi / komunikasi yang paling sedikit digunakan, tetapi alat ini memiliki potensi besar untuk membangun kesadaran dan frekuensi di pasar, untuk memperkuat kembali posisi produk, dan untuk mempertahankan produk.<br />
Hubungan masyarakat (humasa) sering disamakan dengan publisitas. Padahal, publisitas itu hanya merupakan bagian dari hubungan masyarakat. Publisitas merupakan aktivitas perusahaan yang dirancang untuk memicu perhatian media melalui artikel, editorial dan berita baru yang diharapkan dapat membatu memelihara kesadaran, cara pandang dan citra yang dipikirkan masyarakat terhadap perusahaan menjadi tetap positif. Publisitas dapat digunakan dengan manfaat tunggal, mislanya meluncurkan produk baru atau mengurangi opini negatif yang terjadi. Publisitas dapat pula digunakan untuk manfaat ganda, misalnya memperbaiki beberapa aspek dalam aktivitas perusahaan/organisasi.<br />
Memasuki era globalisasi, persaingan di berbagai bidang semakin nyata saja. Keberhasilan kinerja Public Relations sebagai item penting organisasi/perusahaan yang bertugas menciptakan dan mempertahankan nilai/image positif organisasi, semakin tinggi. Salah satu cara yang ditempuh adalah dengan berusaha memarketkan aktivitas public relations dengan maksimal dan efektif. Oleh karena itu, disini kami akan membahas sedikit tentang<i> ”marketing public relation”.</i><br />
<br />
<br />
<div style="text-align: center;"><b>BAB II</b><br />
</div><div style="text-align: center;"><b>PEMBAHASAN</b><br />
</div><div style="text-align: center;"><br />
</div><b>A. Pengertian Marketing Public Relations (MPR)</b><br />
<br />
Barangkali Anda sudah mengenal istilah “marketing” atau yang dikenal dengan ”pemasaran”. Kata ini sering kali kita dengar dalam dunia bisnis atau ekonomi. Marketing sangat diperlukan agar produk laku di pasaran. Pengertian umum ”marketing” adalah proses sosial dan manajemen dimana individu atau kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dari orang lain, melalui suatu proses pemberian atau <br />
pertukaran sesuatu yang bernilai. <br />
<br />
Begitu pula dengan Public Relation atau ”PR”, kata ini pun sering kita lihat dalam struktur organisasi dunia usaha. Biasanya unit ”PR” mempunyai tugas menjadi ”corong” agar citra organisasi tetap baik dan menjadi ”mediator” antara kepentingan klien dengan perusahaan atau badan usaha. Pengertian public relation adalah usaha untuk mengembangkan citra atau image terbaik bagi suatu lembaga, organisasi, perusahaan dan produk atau pun layanan terhadap masyarakat. Membangun citra organisasi sangat penting karena berdampak pada kelangsungan organisasi atau perusahaan tersebut. <br />
<br />
Lalu bagaimana bila kedua kata digabungkan, secara prinsip arti kedua kata tersebut tidak hilang, yaitu satu sisi berarti memasarkan dan satu sisi lain berarti menjadi alat ”corong” atau publikasi kepada masyarakat. Dalam pemasaran salah satu bagian terpenting adalah mewujudkan produk atau layanan kita berkualitas yang berarti produk atau layanan sesuai kebutuhan klien, cepat, dan memuaskan. Secara sederhana marketing public relation berarti kegiatan public relation yang didesain untuk mendukung tercapainya tujuan pemasaran (marketing).<br />
Definisi dari wikipedia<br />
Pemasaran (Inggris:Marketing) adalah proses penyusunan komunikasi terpadu yang bertujuan untuk memberikan informasi mengenai barang atau jasa dalam kaitannya dengan memuaskan kebutuhan dan keinginan manusia…..<br />
Proses dalam pemenuhan kebutuhan dan keinginan manusia inilah yang menjadi konsep pemasaran. Mulai dari pemenuhan produk (product), penetapan harga (price), pengiriman barang (place), dan mempromosikan barang (promotion). Seseorang yang bekerja dibidang pemasaran disebut pemasar….”<br />
Hubungan masyarakat atau humas (bahasa Inggris: public relation) adalah seni menciptakan pengertian publik yang lebih baik sehingga dapat memperdalam kepercayaan publik terhadap suatu individu/ organisasi.<br />
Sebagai sebuah profesi seorang Humas bertanggung jawab untuk memberikan informasi, mendidik, meyakinkan, meraih simpati, dan membangkitkan ketertarikan masyarakat akan sesuatu atau membuat masyarakat mengerti dan menerima sebuah situasi. Seorang humas selanjutnya diharapkan untuk membuat program-program dalam mengambil tindakan secara sengaja dan terencana dalam upaya-upayanya mempertahankan, menciptakan, dan memelihara pengertian bersama antara organisasi dan masyarakatnya.<br />
Dari pengertian-pengertian tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa Marketing Public Relations merupakan perpaduan pelaksanaan program dan strategi pemasaran (marketing strategy implementation) dengan tkivitas program kerja public relations (work program of Public relations). Dalam pelaksanaannya terdapat tiga strategi penting, yakni<br />
<ol><li>Pull strategy, public relations memiliki dan harus mengembangkan kekuatan untuk menarik perhatian publik.</li>
<li>Push strategy, public relations memiliki kekuatan untuk mendorong berhasilnya pemasaran.</li>
<li>Pass strategy, public relations memiliki kekuatan untuk mempengaruhi dan menciptakan opini publik yang menguntungkan</li>
</ol>Jelas, marketing dalam Marketing Public Relations tidaklah dalam pengertian sempit.Tetapi berkaitan dengan aspek-aspek perluasan pengaruh, informative, persuasif, dan edukatif, baik segi perluasan pemasaran ( makes a marketing) atas suatu produk atau jasa, maupun yang berkaitan dengan perluasan suatu pengaruh tertentu (makes an influence) dari suatu kekuatan lembaga atay terkait dengan citra dan identitas suatu perusahaan.<br />
<br />
<b>B. Tugas-tugas Marketing Public Relations</b><br />
<b> 1. Tugas Pokok</b><br />
<ul><li>Merencanakan alat / media sosialisasi yang up to date mengikuti tuntutan dan kebutuhan dinamika yang ada di masyarakat</li>
<li>Merencanakan Tehnik, Taktik dan strategi pemasaran yang efektif dan produktif yang nantinya digunakan untuk mensosialisasikan program yang dibuka lembaga kepada publik / khalayak ramai.</li>
<li>Meramalkan / Forcasting produk pemasaran dan / media sosialisasi lembaga </li>
<li>Memproduksi alat pemasaran (brosur,famlet,spanduk,dan alat-alat pemasaran yang lain yang akan digunakan sebagai alat sosialisasi).</li>
<li>Mencari data dan memetakan pangsa pasar ( Sekolah, PT, lembaga ; swasta maupun negeri dan DUDI ) yang akan digunakan sebagai target obyek pemasaran atau sosialisasi.</li>
<li>Mengajukan dengan proaktif atas surat / ijin / proposal tawaran kerjasama dengan lembaga swasta maupun negeri termasuk DUDI untuk bekerjasama dalam rangka sosialisasi lembaga</li>
<li>Merencanakan saluran distribusi dan implementasi distribusi alat pemasaran / media sosialisasi yang lainnya kepada obyek pemasaran / kalayak ramai / publik</li>
<li>Merencanakan jadwal waktu prog. pemasaran secara kontinyu dan sekaligus realisasi di lapang sesuai target segmentasi pasar sebagai dasar pembuatan brosur / media publikasi / sosialisasi program intensif dan program 1 tahun </li>
<li>Menginventarisir dokumen dan semua bentuk dan jenis media publikasi / alat pemasaran sebagai dasar koreksi / bahkan pertimbangan / referensi / acuan selanjutnya.</li>
<li>Membuat dokumentasi dan grafik atas trend – trend hasil program pemasaran / sosialisasi lembaga ( rekruting peserta didik, media / alat sosialisasi dll )</li>
<li>Membuat laporan atas hasil program pemasaran / sosialisasi yang mencakup segmentasi pasar, jenis dan kuantitas media publikasi, dan alokasi waktu termasuk didalamnya target anggaran dengan perolehan peserta didik secara periodik dan kontinyu.</li>
<li>Menindaklanjuti setiap proposal penawaran kerjasama dari berbagai institusi lain yang telah mendapat ACC dari Kabag. Humas dan Pemasaran berdasarkan kesepakatan ke-2 belah pihak dan tetap menjaga keharmonisan hubungan ke –2 institusi.</li>
<li>Memantau dan secara simultan menindaklanjuti secara administratif “ rekapitulasi hasil “ atas berbagai angket / quisioner / form pendaftaran mengenai “ asal sumber informasi kursus – program “ yang di isi oleh calon peserta didik di lingkungan lembaga. </li>
</ul><b> 2. Tugas Tambahan</b><br />
<ul><li>Mengevaluasi dan selalu memantau hasil pemasaran yang sedang berjalan, selanjutnya dapat digunakan sebagai dasar pertimbangan keputusan atau kebijakan yang akan diambil. </li>
<li>Membuat rencana anggaran belanja yang akan digunakan pada bagian pemasaran/marketing untuk disampaikan kepada Kabag. Humas dan Pemasaran</li>
<li>Mengerjakan tugas-tugas lain yang berhubungan dengan pekerjaan marketing yang diperintahkan oleh Kabag. Humas da Pemasaran </li>
</ul><br />
<b>C. Peranan Marketing Public Relations</b><br />
Dilihat dari segi pemasaran, Marketing Public Relations berperan sebagai salah satu cara mencapai tujuan pemasaran, yaitu :<br />
<ol><li>Mengadakan riset pasar, untuk mendapatkan informasi bisnis yang sesuai dengan kebutuhan dan keinginan konsumennya.</li>
<li>Menciptakan produk yang sesuai dari hasil riset pasar tersebut.</li>
<li>Menentukan harga produk yang rasional dan kompetitif</li>
<li>Menentukan dan memilih target konsumen (target audience)</li>
<li>Merencanakan dan melaksanakan kampanye pomosi produk ( pre-project selling) yang akn diluncurkan serta mampu bersaing di marketplace dan cukup menarik (eyes catching) baik segi kemasan, maupun kualitas produk yang ditawarkan terhadap konsumennya</li>
<li>Komitmen terhadap pelayanan purna jual dan kepuasan pelanggan akan terpenuhi, yang mengacu kepada “Marketing is the idea of satisfying the needs of customers by means of the product and the whole cluster of things associated with creating, delivering and finally concumming it”.</li>
</ol>Sementara itu dilihat dari segi komunikasi, Marketing Public Relations berperan untuk :<br />
<ul><li>Menumbuhkembangkan citra positif perusahaan (corporate image) terhadap publik eksternal atau masyarakat luas, demi tercapainya saling pengertian bagi kedua belah pihak.</li>
<li>Membina hubungan positif antar karyawan (employee relations) dan antara karyawan dengan pimpinan atau sebaliknya, sehingga akan tumbuh corporate culture yang mengacu kepada disiplin dan motivasi kerja serta profesionalisme tinggi serta memiliki sense of belonging terhadap perusahaan dengan baik.</li>
</ul><br />
Untuk merealisasi tujuan dan peranannya dengan baik, Marketing Public Relations diwujudkan dengan berbagai program komunikasi seperti yang pernah dibahas sebelumnya. Mulai dari komunikasi lisan tulisan, komunikasi cetak (majalah, press release, brosus), sampai komunikasi elektronik melalui radio, internet maupun televisi.<br />
<br />
<b>D. Strategi Marketing Public Relation</b><br />
Personal Selling adalah bagian dari Strategi marketing perusahaan yang merupakan langkah konkret dalam membangun penjualan langsung dan bertujuan bertemu dengan masyarakat. Dalam kaitan ini sang sales atau pelaku marketing mempunyai kesempatan untuk secara langsung mengetahui sejauh mana produk atau layanan direspon secara cepat oleh masyarakat entah itu dalam bentuk penolakan atau persetujuan membeli.<br />
Strategi marketing yang perfect tentu sudah membekali tim yang secara langsung dalam proses personal selling dengan antisipasi lapangan dan taktik membujuk yang relevan, sopan dan efektif. Namun masyarakat tetap saja boleh menolak, karena secara umum budaya, kemampuan dalam masyarakat mampu mempengaruhi keputusan<br />
Di bawah ini ada 5 alasan utama kenapa masyarakat menolak produk atau layanan anda:<br />
<ol><li><b>1. Harga</b></li>
</ol>Harga merupakan faktor penting dalam pengambilan keputusan penolakan sebuah produk. Memang harga bisa dikompromi, secara umum kompromi ada 2, pertama kompromi teradap harga, wujudnya diskon, namun diskon bukanlah faktor utama pelangkap harga. Kedua pola pembayaran, kredit 1. Sd 3 kali atau 1.sd 3 bulan,merupakan bentuk toleransi terhadap harga, dan secara umum kredit 3 bulan dari sisi perusahaan mungkin tidak secara langsung mengurangi harga, namun secara perputaran uang sebenernya menambah beban efektitas perputaran modal, return of investment. Selain harga juga dipengaruhi oleh 4 faktor lainnya<br />
<br />
<ol><li><b>2. Loyalitas pada pemasok lama</b></li>
</ol>KEtika dalam proses penawaran yang bersifat personal selling, maka uji coba produk langsung merupakan langkah yang baik dalam strategi memarketing kanproduk. Karena masyarakat terkadang lebih nyaman dengan pemasok lama yang proses transaksi terbukti dalam sekian waktu. Loyalitas terhadap pemasok lama merupakan tantangan yang nyata saat ini, kecuali barang adalah benar-benara baru dan belum lama diketahui oleh masyarakat. Strategi lain dilapangan berikut kejutan, bahwa anda sebagai pemasok kedua tetap dapat memberikan layanan sebaik pemasok sebelumnya plus bonus yang ditambahkan, bonus tidak harus uang.<br />
<ol><li><b>3. Tak mampu membuat keputusan</b></li>
</ol>Sales yang paham betul akan kaedah-kaedah personal selling sangat memahami bahwa ketika menawarkan kepada masyarakat sering terjadi penolakan sesaat karena tidak mampunya calon pelanggan untuk memutuskan, untuk itu jangan terlalu memaksa, dan ada kesan mengejar, cobalah dengan mencari tahu kemungkinan pelaung pertemuan kedua, ketiga baik dengan mengkoleksi no hp,email, alamat rumah dan sahabatnya.<br />
<br />
<ol><li><b>4. Faktor Produk yang kurang kompetitif</b></li>
</ol>Banyak produk yang ditawarkan ke masyarakat adalah produk inovasi yang hebat, namun bukan produk yang sesuai dengan keinginan masyarakat. Produk yang hebat adlah produk yang mampu bersaing saat ini dank an dating, kenapa karena tolak ukur kompetensi barang di era sekarang adalah pembuktian, visualisasi dan penjelasan teknis. Untuk itu jika produk anda masih baru atau belum popular, maka pahamilah kualifikaasi teknis dan speknya, agar dengan memahami 2 hal tersebut mampu jadi alas an untuk membujuk, selain dari fisik barang tersebut. Misal produk obat herbal, bahwa anda paham ganggang di Afrika adalah yang terbaik karena steril dan jauh dari pemukiman,sedang ganggang Indonesia kurang steril. Dari ruang kontroversi itu ketika anda menjual obat dari bahan ganggang,maka sales sudah mempunyai 2 senjata, dan kondisi akan berbeda jika hanya mengetahui bsatu hal yaitu bahwa ganggang Afrika adalah yang terbaik. Produk yang kurang kompetitif, bisa dikamuflase dengan faktor lain yang kompetitif walau itu sekedar informasi tambahan.<br />
<br />
<ol><li><b>5. Tidak menyukai perusahaan, sistem dan penjualnya</b></li>
</ol>Ketika sebuah perusahaan menerapkan strategi marketing dengan memproduksi susu yang berbeda-beda sampai 5 produk susu, maka ketika salah satu produk bermasalah dan terbukti membuat masyarakat resah maka kemungkinan 4 produk lainnya akan memancing respon dari masyarakat, dan bisa saja respon itu negative, takut memkonsumsi 4 lainnya.<br />
<br />
Contoh lain, istri saya suka sekali dengan produk herbal tapi paling tidak suka jika membeli lewat rantai MLM karena selain strategi bisnis, strategi marketingnya lewat sistem tertentu, juga penjualnya belum tentu paham betul akan penyakit. Paham tentang produk obat mungkin bisa, namun terhadap penyakit tidak semua bisa mengkorelasikan antara penyakit yang komplek dengan produk yang statis terbukti distributor satu dengan yang lain bisa berbeda rekomendasinya walau hanya untuk satu penyakit yang sama. <br />
<br />
Oleh karena itu, strategi yang baik dalam marketing public relation adalah:<br />
<ul><li>Menetapkan tujuan pemasaran</li>
<li>Memilih pesan dan sarana humas yang tepat</li>
<li>Menerapkan rencana MPR</li>
<li>Mengevaluasi hasil MPR</li>
</ul><b><br />
</b><br />
<b>Kiat-kiat utama MPR:</b><br />
<ul><li>Publikasi: advertorial, newsletter, dll</li>
<li>Special event: exhibition, sponsorship, competition, dll</li>
<li>Social relations, community relations</li>
<li>Corporate identity, dll</li>
</ul><br />
<br />
<br />
<div style="text-align: center;"><b>BAB III</b><br />
</div><div style="text-align: center;"><b>PENUTUP</b><br />
</div><br />
<br />
<b>A. Kesimpulan</b><br />
<br />
Memasuki era globalisasi, persaingan di berbagai bidang semakin nyata saja. Keberhasilan kinerja Public Relations sebagai item penting organisasi/perusahaan yang bertugas menciptakan dan mempertahankan nilai/image positif organisasi, semakin tinggi. Salah satu cara yang ditempuh adalah dengan berusaha memarketkan aktivitas public relations dengan maksimal dan efektif.<br />
Pemasaran (Inggris:Marketing) adalah proses penyusunan komunikasi terpadu yang bertujuan untuk memberikan informasi mengenai barang atau jasa dalam kaitannya dengan memuaskan kebutuhan dan keinginan manusia…..<br />
Proses dalam pemenuhan kebutuhan dan keinginan manusia inilah yang menjadi konsep pemasaran. Mulai dari pemenuhan produk (product), penetapan harga (price), pengiriman barang (place), dan mempromosikan barang (promotion). Seseorang yang bekerja dibidang pemasaran disebut pemasar….”<br />
Hubungan masyarakat atau humas (bahasa Inggris: public relation) adalah seni menciptakan pengertian publik yang lebih baik sehingga dapat memperdalam kepercayaan publik terhadap suatu individu/ organisasi.<br />
Secara umum dapat diartikan, Marketing Public Relations adalah suatu proses perencanaan, pelaksanaan dan pengevaluasian sprogram-program yang dapat merangsang pembelian dan keuapasan konsumen melalui komunikasi mengenai informasi yang dapat dipercaya dan melalui kesan-kesan positif yang ditimbulkan dan berkaitan dengan identitas perusahaan atau produknya sesuai dengan kebutuhan, keingian dan kepentingan bagi para konsumennya.<br />
Sebagai sebuah profesi seorang Humas bertanggung jawab untuk memberikan informasi, mendidik, meyakinkan, meraih simpati, dan membangkitkan ketertarikan masyarakat akan sesuatu atau membuat masyarakat mengerti dan menerima sebuah situasi. Seorang humas selanjutnya diharapkan untuk membuat program-program dalam mengambil tindakan secara sengaja dan terencana dalam upaya-upayanya mempertahankan, menciptakan, dan memelihara pengertian bersama antara organisasi dan masyarakatnya.Adminhttp://www.blogger.com/profile/10477376997013121260noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7610405809989588058.post-31853531519365939782009-10-27T06:35:00.001-07:002009-10-28T03:10:34.014-07:00TEORI PEMBANGUNAN: <br />
1. Teori Modernisasi: sebuah negara mengakui bahwa negara berjalan secara linear dari tradisional menuju kearah modernisasi <br />
2. Teori Ketergantungan: meyakini bahwa sebuah negara tidak akan lepas dari Negara lain. <br />
3. Teori Pasca Ketergantungan: negara yang kecil dimungkinkan lepas dari negara adidaya melejit sendiri.<br />
4. Teori Alternatif: berharap negara-negara yang selama ini saling berkompetisi dalam hal persenjataan bergerak maju seakan-akan tidak ada perang.Adminhttp://www.blogger.com/profile/10477376997013121260noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7610405809989588058.post-876124677688143102009-10-21T23:25:00.000-07:002009-12-29T22:32:08.658-08:00Makalah Kontrol dan Perencanaan Strategis<div style="text-align: center;"><b>BAB I</b><br />
</div><div style="text-align: center;"><b>PENDAHULUAN</b><br />
</div><br />
<b>A. Latar Belakang</b> <br />
<div style="text-align: justify;">Pengawasan pada hakekatnya merupakan tindakan membandingkan antara hasil dalam kenyataan (dassein) dengan hasil yang diinginkan (das sollen). Hal ini disebabkan karena antara kedua hal tersebut sering terjadi penyimpangan?penyimpangan, maka tugas pengawasan adalah melakukan koreksi atas penyimpangan?penyimpangan tersebut.<br />
</div><div style="text-align: justify;">Pengawasan merupakan fungsi manajerial yang keempat setelah perencanaan, pengorganisasian, dan pengarahan. Sebagai salah satu fungsi manajemen, mekanisme pengawasan di dalam suatu organisasi memang mutlak diperlukan. Pelaksanaan suatu rencana atau program tanpa diiringi dengan suatu sistem pengawasan yang baik dan berkesinambungan, jelas akan mengakibatkan lambatnya atau bahkan tidak tercapainya sasaran dan tujuan yang telah ditentukan.<br />
</div><div style="text-align: justify;">Perencanaan merupakan salah satu empat fungsi manajemen yang penting dan saling terkait satu sama lain. Berbicara tentang perencanaan, kita dihadapkan pada pertanyaan apakah suatu rencana berjalan dengan baik atau tidak. Pertanyaan mendasar ini kiranya aktual diajukan manakala kita melihat realitas keseharian yang menunjukkan banyaknya kegagalan akibat perencanaan yang salah dan tidak tepat. Kesalahan perencanaan dapat berada pada awal perencanaan itu sendiri ataupun pada saat proses perencanaan itu berlangsung.<br />
</div><div style="text-align: justify;">Banyak perencanaan pemerintah yang gagal gara-gara apa yang direncanakan tersebut tidak mempunyai pijakan yang relevan dengan kondisi sosial budaya masyarakat. Bahkan kadang-kadang alih – alih prrgram yang dilaksanakan dapat memberdayakan masyarakat, akan tetapi pada akhirnya ternyata malah menciptakan ketergantungan masyarakat kepada pemerintah. Artinya pemerintah selalu memberikan ikan, bukan kail seperti yang sering disampaikan oleh beberapa pakar. Melihat kenyataan ini, timbul tanda tanya besar bagi perencana, kenapa hal ini terjadi..<br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: center;"><b>BAB II</b><br />
</div><div style="text-align: center;"><b>PEMBAHASAN</b><br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><b>A. Pengertian Pengawasan</b><br />
</div><div style="text-align: justify;">Istilah pengawasan dalam bahasa Inggris disebut controlling, yang oleh Dale (dalam Winardi, 2000:224) dikatakan bahwa: <i>“… the modern concept of control … provides a historical record of what has happened … and provides date the enable the … executive … to take corrective steps …”.</i> Hal ini berarti bahwa pengawasan tidak hanya melihat sesuatu dengan seksama dan melaporkan hasil kegiatan mengawasi, tetapi juga mengandung arti memperbaiki dan meluruskannya sehingga mencapai tujuan yang sesuai dengan apa yang direncanakan. More (dalam Winardi, 2000:226) menyatakan bahwa: <i>“… there’s many a slip between giving works, assignments to men and carrying them out. Get reports of what is being done, compare it with what ought to be done, and do something about it if the two aren’t the same”.</i><br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Pengertian tentang pengawasan sangat beragam dan banyak sekali pendapat para ahli yang mengemukakannya, namun demikian pada prinsipnya kesemua pendapat yang dikemukan oleh para ahli adalah sama, yaitu merupakan tindakan membandingkan antara hasil dalam kenyataan (dassein) dengan hasil yang diinginkan (das sollen), yang dilakukan dalam rangka melakukan koreksi atas penyimpangan?penyimpangan yang terjadi dalam kegiatan manajemen. Berikut beberapa pengertian tentang pengawasan dari para ahli:<br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Siagian (1990:107) menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan pengawasan adalah: “Proses pengamatan daripada pelaksanaan seluruh kegiatan organisasi untuk menjamin agar supaya semua pekerjaan yang sedang dilakukan berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan sebelumnya.” Ciri terpenting dari konsep yang dikemukan oleh Siagian ini adalah bahwa pengawasan hanya dapat diterapkan bagi pekerjaan?pekerjaan yang sedang berjalan dan tidak dapat diterapkan untuk pekerjaan?pekerjaan yang sudah selesai dilaksanakan<br />
</div><div style="text-align: justify;">Terry (dalam Winardi, 1986:395) juga berpendapat tentang pengertian pengawasan ini, ia mengatakan bahwa: Pengawasan berarti mendeterminasi apa yang dilaksanakan, maksudnya mengevaluasi prestasi kerja dan apabila perlu menerapkan tindakan¬-tindakan korektif sehingga hasil pekerjaan sesuai dengan rencana?rencana. Jadi pengawasan dapat dianggap sebagai aktivitas untuk menemukan dan mengoreksi penyimpangan?penyimpangan penting dalam hasil yang dicapai dari aktivitas?aktivitas yang direncanakan.<br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Sementara Lembaga Administrasi Negara (1996:159) mengungkapkan bahwa: Pengawasan adalah salah satu fungsi organik manajemen, yang merupakan proses kegiatan pimpinan untuk memastikan dan menjamin bahwa tujuan dan sasaran serta tugas?tugas organisasi akan dan telah terlaksana dengan baik sesuai dengan rencana, kebijakan, instruksi, dan ketentuan¬-ketentuan yang telah ditetapkan dan yang berlaku. Pengawasan sebagai fungsi manajemen sepenuhnya adalah tanggung jawab setiap pimpinan pada tingkat mana pun. Hakikat pengawasan adalah untuk mencegah sedini mungkin terjadinya penyimpangan, pemborosan, penyelewengan, hambatan, kesalahan dan kegagalan dalam pencapaian tujuan dan sasaran serta pelaksanaan tugas?tugas organisasi.<br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><b>B. Maksud dan Tujuan Pengawasan</b><br />
</div><div style="text-align: justify;">Terwujudnya tujuan yang dikehendaki oleh organisasi sebenarnya tidak lain merupakan tujuan dari pengawasan. Sebab setiap kegiatan pada dasarnya selalu mempunyai tujuan tertentu. Oleh karena itu pengawasan mutlak diperlukan dalam usaha pencapaian suatu tujuan. Menurut Situmorang dan Juhir (1994:22) maksud pengawasan adalah untuk :<br />
</div><ol><li>Mengetahui jalannya pekerjaan, apakah lancar atau tidak</li>
<li>Memperbaiki kesalahan?kesalahan yang dibuat oleh pegawai dan mengadakan pencegahan agar tidak terulang kembali kesalahan¬-kesalahan yang sama atau timbulnya kesalahan yang baru.</li>
<li>Mengetahui apakah penggunaan budget yang telah ditetapkan dalam rencana terarah kepada sasarannya dan sesuai dengan yang telah direncanakan.</li>
<li>Mengetahui pelaksanaan kerja sesuai dengan program (fase tingkat pelaksanaan) seperti yang telah ditentukan dalam planning atau tidak.</li>
<li>Mengetahui hasil pekerjaan dibandingkan dengan yang telah ditetapkan dalam planning, yaitu standard.</li>
</ol><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Sementara berkaitan dengan tujuan pengawasan, Situmorang dan Juhir (1994:26) mengatakan bahwa tujuan pengawasan adalah :<br />
</div><ol><li>Agar terciptanya aparat yang bersih dan berwibawa yang didukung oleh suatu sistem manajemen pemerintah yang berdaya guna (dan berhasil guna serta ditunjang oleh partisipasi masyarakat yang konstruksi dan terkendali dalam wujud pengawasan masyarakat (kontrol sosial) yang obyektif, sehat dan bertanggung jawab.</li>
<li>Agar terselenggaranya tertib administrasi di lingkungan aparat pemerintah, tumbuhnya disiplin kerja yang sehat.</li>
<li>Agar adanya keluasan dalam melaksanakan tugas, fungsi atau kegiatan, tumbuhnya budaya malu dalam diri masing?masing aparat, rasa bersalah dan rasa berdosa yang lebih mendalam untuk berbuat hal?hal yang tercela terhadap masyarakat dan ajaran agama.</li>
</ol><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><b>C. Tipe Pengawasan</b><br />
</div><div style="text-align: justify;">Donnelly, et al. (dalam Zuhad, 1996:302) mengelompokkan pengawasan menjadi tiga tipe dasar, yaitu <i>preliminary control, concurrent control dan feedback control.</i> Ketiga hal tersebut digambarkan sebagai berikut:<br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Pengawasan pendahuluan (<i>preliminary control).</i> Memusatkan perhatian pada masalah mencegah timbulnya deviasi?deviasi pada kualitas serta kuantitas sumber?sumber daya yang digunakan pada organisasi?organisasi. Sumber?sumber daya ini harus memenuhi syarat?syarat pekerjaan yang ditetapkan oleh struktur organisasi yang bersangkutan. Para pegawai atau karyawan perlu memiliki kemampuan, baik kemampuan fisik ataupun kemampuan intelektual untuk melaksanakan tugas?tugas yang dibebankan kepada mereka. Bahan?bahan yang akan digunakan harus memenuhi kualitas tertentu dan mereka harus tersedia pada waktu dan tempat yang tepat. Di samping itu, modal harus pula tersedia agar dapat dicapai suplai peralatan serta mesin?mesin yang diperlukan. Akhirnya sumber¬-sumber daya finansial harus pula tersedia dalam jumlah dan waktu yang tepat.<br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Pengawasan pada saat pekerjaan berlangsung <i>(concurrent control). </i>Memonitor pekerjaan yang berlangsung guna memastikan bahwa sasaran?sasaran telah dicapai. Alat prinsip dengan apa pengawasan dapat dilaksanakan adalah aktivitas para manajer yang memberikan pengarahan atau yang melaksanakan supervisi.<br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Pengawasan feedback <i>(feedback control).</i> Memusatkan perhatian pada hasil?hasil akhir. Tindakan korektif ditujukan ke arah proses pembelian sumber daya atau operasi?operasi aktual. Tipe pengawasan ini mencapai namanya dari fakta bahwa hasil?hasil historikal mempengaruhi tindakan?tindakan masa mendatang.<br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><b>D. Macam Teknik Pengawasan</b><br />
</div><div style="text-align: justify;">Disarikan dari pendapat Koontz, et. al. (dalam Hutauruk, 1986:298-331) tentang teknik pengawasan, terdapat dua cara untuk memastikan pegawai merubah tindakan/sikapnya yang telah mereka lakukan dalam bekerja, yaitu dengan dilakukannya pengawasan langsung (direct control) dan pengawasan tidak langsung (indirect control). Pengawasan langsung diartikan sebagai teknik pengawasan yang dirancang bangun untuk mengidentifikasi dan memperbaiki penyimpangan rencana. Dengan demikian pada pengawasan langsung ini, pimpinan organisasi mengadakan pengawasan secara langsung terhadap kegiatan yang sedang dijalankan, yaitu dengan cara mengamati, meneliti, memeriksa dan mengecek sendiri semua kegiatan yang sedang dijalankan tadi. Tujuannya adalah agar penyimpangan-penyimpangan terhadap rencana yang terjadi dapat diidentifikasi dan diperbaiki. Menurut Koontz, et. al, pengawasan langsung sangat mungkin dilakukan apabila tingkat kualitas para pimpinan dan bawahannya rendah.<br />
</div><div style="text-align: justify;">Sementara pengawasan tidak langsung diartikan sebagai teknik pengawasan yang dilakukan dengan menguji dan meneliti laporan-laporan pelaksanaan kerja. Tujuan dari pengawasan tidak langsung ini adalah untuk melihat dan mengantisipasi serta dapat mengambil tindakan yang tepat untuk menghindarkan atau memperbaiki penyimpangan. Menurut Koontz, et. al, pengawasan tidak langsung sangat mungkin dilakukan apabila tingkat kualitas para pimpinan dan bawahannya tinggi.<br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><b>E. perencanaan Strategis</b><br />
</div><div style="text-align: justify;">Perencanaan strategis adalah proses yang dilakukan suatu organisasi untuk menentukan strategi atau arahan, serta mengambil keputusan untuk mengalokasikan sumber dayanya (termasuk modal dan sumber daya manusia) untuk mencapai strategi ini. Berbagai teknik analisis bisnis dapat digunakan dalam proses ini, termasuk analisis SWOT (<i>Strengths, Weaknesses, Opportunities, Threats</i>), PEST (<i>Political, Economic, Social, Technological)</i>, atau STEER (<i>Socio-cultural, Technological, Economic, Ecological, Regulatory)</i>.<br />
</div><div style="text-align: justify;">Analisis SWOT (singkatan bahasa Inggris dari "kekuatan"/<i>strengths, </i>"kelemahan<i>"/weaknesses</i>, "kesempatan"/<i>opportunities,</i> dan "ancaman"/<i>threats</i>) adalah metode perencanaan strategis yang digunakan untuk mengevaluasi kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman dalam suatu proyek atau suatu spekulasi bisnis. Proses ini melibatkan penentuan tujuan yang spesifik dari spekulasi bisnis atau proyek dan mengidentifikasi faktor internal dan eksternal yang mendukung dan yang tidak dalam mencapai tujuan tersebut.<br />
</div><div style="text-align: justify;">Teknik ini dibuat oleh Albert Humphrey, yang memimpin proyek riset pada Universitas Stanford pada dasawarsa 1960-an dan 1970-an dengan menggunakan data dari perusahaan-perusahaan Fortune 500.<br />
</div><div style="text-align: justify;">Arti:<br />
</div><div style="text-align: justify;">Perencanaan strategis merupakan proses pemilihan tujuan organisasi, penentuan kebijakan dan program yang perlu, untuk mencapai sasaran tertentu dalam rangka mencapai tujuan, dan penetapan metode yang perlu untuk menjamin agar kebijakan dan program strategis tersebut terlaksana<br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Apakah penting?<br />
</div><div style="text-align: justify;">Banyak organisasi sekarang menyadari akan pentingnya perencanaan strategis untuk perkembangan dan kesehatan jangka panjang bagi organisasinya. para manajer telah menemukan bahwa dengan mendefinisikan misi perusahaannya secara khusus, mereka lebih mudah dalam mengarahkan dan memfokuskan kegiatannya. sehingga, perusahaan dapat berfungsi lebih baik dan lebih tanggap terhadap lingkungan yang selalu berubah ubah.<br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><b>Langkah-langkah:</b><br />
</div><ol><li>perumusan sasaran</li>
<li>pengidentifikasian strategi dan tujuan berjalan</li>
<li>analisis lingkungan</li>
<li>analisis sumber daya</li>
<li>pengidentifikasi peluang dan ancaman</li>
<li>penentuan sejauh mana perubahan strategis dilakukan</li>
<li>pengambilan keputusan strategis</li>
<li>implementasi strategis</li>
<li>pengukuran dan pengendalian program</li>
</ol><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: center;"><b>BAB III</b><br />
</div><div style="text-align: center;"><b>PENUTUP</b><br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><b>A. Kesimpulan</b><br />
</div><div style="text-align: justify;">Pengawasan pada hakekatnya merupakan tindakan membandingkan antara hasil dalam kenyataan (dassein) dengan hasil yang diinginkan (das sollen). Hal ini disebabkan karena antara kedua hal tersebut sering terjadi penyimpangan?penyimpangan, maka tugas pengawasan adalah melakukan koreksi atas penyimpangan?penyimpangan tersebut.<br />
</div><div style="text-align: justify;">Pengertian tentang pengawasan sangat beragam dan banyak sekali pendapat para ahli yang mengemukakannya, namun demikian pada prinsipnya kesemua pendapat yang dikemukan oleh para ahli adalah sama, yaitu merupakan tindakan membandingkan antara hasil dalam kenyataan (dassein) dengan hasil yang diinginkan (das sollen), yang dilakukan dalam rangka melakukan koreksi atas penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dalam kegiatan manajemen.<br />
</div><div style="text-align: justify;">Perencanaan strategis merupakan proses pemilihan tujuan organisasi, penentuan kebijakan dan program yang perlu, untuk mencapai sasaran tertentu dalam rangka mencapai tujuan, dan penetapan metode yang perlu untuk menjamin agar kebijakan dan program strategis tersebut terlaksana<br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Banyak organisasi sekarang menyadari akan pentingnya perencanaan strategis untuk perkembangan dan kesehatan jangka panjang bagi organisasinya. para manajer telah menemukan bahwa dengan mendefinisikan misi perusahaannya secara khusus, mereka lebih mudah dalam mengarahkan dan memfokuskan kegiatannya. sehingga, perusahaan dapat berfungsi lebih baik dan lebih tanggap terhadap lingkungan yang selalu berubah ubah.<br />
</div>Adminhttp://www.blogger.com/profile/10477376997013121260noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7610405809989588058.post-28620824776121343992009-10-18T02:29:00.001-07:002009-12-29T22:34:38.339-08:00Kejahatan, Polisi dan Penegak Hukum<div style="text-align: justify;">Kejahatan-kejahatan berupa perampokan, pencurian, penggarongan, perkosaan, dan pembunuhan itu sifatnya menyolok. Sedang korupsi, penggelapan, penipuan (con games), pemalsuan, perjudian, manipulasi dagang, semuanya sifatnya invisible atau tidak kelihatan. Pengejaran tindak kriminal dilakukan oleh polisi. Namun tragisny, kekuatan angkatan kepolisian biasanya berkembang jauh di belakang pertumbuhan kekuatan kriminal. Bila teknik dan metode-metode kriminal pesat tumbuh sejajar dengan kemajuan teknologi modern, maka biasanya keterampilan anggota-anggota angkatan kepolisian dan sarana-sarana pendeteksi (untuk menemukan) kejahatan lamban sekali perkembangannya, sama lambannya dengan membengkaknya indolensi daripada birokrasi. Dengan demikian, banyak kasus kejahatan lolos dari kejaran polisi dan tuntutan hukum. Budget untuk memodernisasi angkatan kepolisian kita pun sangat tidak memadai dengan meluasnya tugas-tugas menjamin keamanan yang semakin banyak terganggu oleh pelanggaran-pelanggaran dan kejahatan.<br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Jika pemerintahan lemah dan banyak terdapat korupsi politik, maka biasanya lembaga-lembaga hukumnya berfungsi sangat buruk. Ada hakim-hakim atau pengadilan yang membebaskan penjahat-penjahat berbahaya, padahal para petugas polisi telah mengadu jiwa sewaktu mengejar dan menangkap mereka. Sebaliknya, maling-maling kecil yang tidak mampu membayar pihak-pihak penuntut, mendapatkan hukuman berat. Praktik demikian, dilakukan oleh hakim-hakim serta jaksa-jaksa yang tidak jujur dan melanggar kode etik korpsnya. Namun di balik itu, banyak juga jaksa dan hakim terpaksa membebaskan tertuduh/penjahat, karena mendapat katabelletje dari pihak atasan, atau dari penguasa eksekutif yang lebih tinggi. Dengan begitu banyak muncul ketidakadilan karena diterapkannya pertimbangan-pertimbangan hukum yang tidak rasional. Sebagai akibatnya, petugas-petugas polisi lalu mengambil kebijakan dan tindakan tegas, yaitu menembak penjahat-penjahat di tempat (seperti tidak terdapat hukum) saja.<br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Penjahat-penjahat ekonomi kecil-kecilan yang miskin, sering pula dijadikan kambing hitam oleh lembaga pengadilan. Yaitu dijadikan sapi perahan; atau menerima hukuman berat, karena mereka tidak mampu menyuap. Sedang kejahatan-kejahatan kelas kakap bisa lolos dari jaringan karena bisa menyogok dan menyuap. Ditambah lagi dengan banyaknya kasus kejahatan yang diselesaikan di luar pengadilan, maka rakyat pada umumnya tidak mempunyai kepercayaan lagi pada polisi. Peristiwa demikian mengakibatkan timbulnya rasa ketidakpastian internal (sense of internal insecurity) di kalangan korps polisi bahkan mengakibatkan proses demoralisasi dalam departemen kepolisian.<br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Terhadap kejahatan-kejahatan seks, pihak polisi pada umumnya tidak bersikap kejam. Hal ini disebabkan oleh besarnya toleransi terhadap kesalahan sesama manusia. Akan tetapi, terhadap penjahat yang telah membunuh seorang anggota polisi, mereka pada umumnya bersikap kejam sekali.<br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Penjahat-penjahat ini cenderung menyingkirkan penangkapan dan gangguan-gangguan dari anggota polisi. Oleh karena itu, apabila mereka tertangkap, dengan sekuat tenaga mereka secara perorangan atau secara kelompok mencoba menyuap oknum-oknum polisi yang korup. Juga menyuap pengacara dan hakim agar mereka dibebaskan dari tuntutan hukum atau mendapatkan hukuman seringan mungkin.<br />
</div>Adminhttp://www.blogger.com/profile/10477376997013121260noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7610405809989588058.post-10981668024208031492009-10-17T00:08:00.000-07:002009-12-29T22:33:07.317-08:00Sebenarnya, Apakah Pembangunan Itu?<div style="text-align: justify;">Kesulitan dalam mendefinisikan pembangunan, terutama bukan karena orang tidak paham persis tentang apa yang dimaksud dengan pembangunan, tapi justru karena begitu banyaknya aspek dan masalah yang diketahui termasuk ke dalam apa yang disebut pembangunan, sehingga hampir tidak mungkin untuk menyatukan semuanya menjadi suatu bentuk rumusan sederhana sebagai suatu definisi yang komplit: "Inilah dia pembangunan itu".<br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Dalam pengertian sehari-hari yang sederhana, dapatlah disebutkan bahwa pembangunan merupakan usaha yang dilakukan oleh suatu masyarakat untuk meningkatkan taraf hidup mereka. Namun untuk suatu pembahasan yang berlatar-belakang ilmiah, tentu harus di usahakan suatu pengertian yang kurang lebih menggambarkan apa yang dimaksudkan sebagai pembangunan, yang secara umum dapat diterima oleh mereka yang ikut membahasnya.<br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Dalam tulisan-tulisan mengenai pembangunan, pengertian-pengertian berikut ini biasanya selalu dikaitkan dalam menyusun suatu definisi pembangunan; yaitu: modernisasi, perubahan sosial, industrialisasi, pertumbuhan (<i>growth</i>), dan evolusi sosio-kultural. Sebagian besar dari istilah tersebut walaupun memang ada gunanya dalam menyusun pengertian mengenai pembangunan untuk keperluan yang berbeda-beda, tapi terasa kurang sesuai dengan apa yang sesungguhnya dimaksudkan sebagai pembangunan (Frey, 1973). Menurut frey, pengertian pertumbuhan (<i>growth)</i> terasa terlalu luas, sedangkan industrialisasi, terlalu sempit. Begitupun dengan istilah westernisasi, yang terasa bersifat parokial (sempit wawasannya) dan meragukan. Yang paling populer diantara semuanya adalah istilah modernisasi dan pembangunan, yang menyebabkan kedua istilah itu seringkali dianggap merupakan sinonim satu dengan lainnya.<br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Rogers (1969, 1971) mengartikan pembangunan sebagai proses-proses yang terjadi pada level atau tingkatan sistem sosial, sedangkan modernisasi menunjuk pada proses yang terjadi pada level individu. Yang paling sering, kalaupun pengertian kedua istilah tersebut dibedakan, maka pembangunan dimaksudkan yang terjadi pada bidang ekonomi, atau lebih mencakup seluruh proses yang analog dan seiring dengan itu, dalam masyarakat secara keseluruhan.<br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Tehranian (1979) mengartikan istilah kemajuan (<i>progress</i>), pembangunan (<i>development</i>), dan modernisasi, sebagai suatu fenomena historis yang sama, yaitu suatu transisi dari masyarakat yang agraris ke masyarakat industrial.<br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Dalam diskusi teoritis, memang ada yang menspesifikkan arti dari masing-masing istilah tersebut di atas. Arjomand (1977) misalnya, berpendapat bahwa sebagai suatu konsep, pembangunan menunjukkan bias evolusioner. Sedangkan Berger, dkk. (1973) memandang modernisasi sebagai suatu rangkaian fenomena historis yang jauh lebih spesifik, yang diasosiasikan dengan tumbuhnya masyarakat-masyarakat industrial.<br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Para teorisi yang tidak mau dikaitkan dengan salah satu bias tersebut, biasanya lebih suka berbicara dengan menggunakan istilah perubahan sosial. Rogers sendiri (1978) mengubah rumusan yang pernah dibuatnya tentang pembangunan dari apa yang pernah dikemukakan sebelumnya (1971, 1973, 1976) dengan m menyatakan bahwa "Pembangunan sebagai suatu proses perubhan sosial yang bersifat partisipatori secara luas untuk memajukan keadaan sosial dan kebendaan (termasuk keadikan yang lebih besar, kebebasan, dan kualitas yang dinilai tinggi yang lainnya) bagi mayoritas masyarakat melalui perolehan mereka akan kontrol yang lebih besar terhadap lingkungannya".<br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Sementara itu, menurut Seers (1996) sebagai suatu istilah teknis, pembangunan berarti membangkitkan masyarakat di negara-negara sedang berkembang dari keadaan kemiskinan, tingkat melek huruf (l<i>iteracy rate</i>) yang rendah, pengangguran, dan ketidakadilan sosial.<br />
</div>Adminhttp://www.blogger.com/profile/10477376997013121260noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7610405809989588058.post-50628661453306998212009-10-14T08:28:00.000-07:002009-11-25T21:13:33.947-08:00Tugas Pembangunan KelembagaanNama; Abdul Qadir Jailani<br />
Nim: 060210025<br />
Pembagunan kelembagaan<br />
Pengertian Pembangunan<br />
Dalam hal ini, pembangunan dapat diartikan sebagai `suatu upaya terkoordinasi untuk menciptakan alternatif yang lebih banyak secara sah kepada setiap warga negara untuk me¬menuhi dan mencapai aspirasinya yang paling manusiawi (Nugroho dan Rochmin Dahuri, 2004).. <br />
Mengenai pengertian pembangunan, para ahli memberikan definisi yang bermacam-macam seperti halnya peren¬canaan. Istilah pembangunan bisa saja diartikan berbeda oleh satu orang dengan orang lain, daerah yang satu dengan daerah lainnya, Negara satu dengan Negara lain. Namun secara umum ada suatu kesepakatan bahwa pemba¬ngunan merupakan proses untuk melakukan perubahan (Riyadi dan Deddy Supriyadi Bratakusumah, 2005).<br />
Siagian (1994) memberikan pengertian tentang pembangunan sebagai “Suatu usaha atau rangkaian usaha pertumbuhan dan per¬ubahan yang berencana dan dilakukan secara sadar oleh suatu bangsa, negara dan pemerintah, menuju modernitas dalam rangka pembinaan bangsa (nation building)”. Sedangkan Ginanjar Kartasas¬mita (1994) memberikan pengertian yang lebih sederhana, yaitu sebagai “suatu proses perubahan ke arah yang lebih baik melalui upaya yang dilakukan secara terencana”.<br />
<br />
<br />
Teori Pembangunan Dunia Ketiga<br />
Teori Pembangunan Dunia Ketiga adalah teori-teori pembangunan yang berusaha menyelesaikan masalah yang dihadapi oleh negara-negara miskin atau negara yang sedang berkembang dalam dunia yang didominasi oleh kekuatan ekonomi, ilmu pengetahuan dan kekuatan militer negara-negara adikuasa atau negara industri maju.<br />
Persoalan-persoalan yang dimaksud yakni bagaimana mempertahankan hidup atau meletakkan dasar-dasar ekonominya agar dapat bersaing di pasar internasional.<br />
Untuk mengukur pembangunan atau pertumbuhan ekonomi suatu negara dapat dilihat dari:<br />
1.Kekayaan rata-rata yakni produktifitas masyarakat atau produktifitas negara tersebut melalui produk nasional bruto dan produk domestic bruto.<br />
2.Pemerataan: tidak saja kekayaan atau produktifitas bangsa yang dilihat, tetapi juga pemerataan kekayaan dimana tidak terjadi ketimpangan yang besar antara pendapatan golongan termiskin, menengah dan golongan terkaya. Bangsa yang berhasil dalam pembangunan adalah bangsa yang tinggi produktifitasnya serta penduduknya relatif makmur dan sejahtera secara merata.<br />
3.Kualitas kehidupan dengan tolok ukur PQLI (Physical Quality of Life Index) yakni: rata-rata harapan hidup sesudah umur satu tahun, rata-rata jumlah kematian bayi, dan rata-rata presentasi buta dan melek huruf.<br />
4.Kerusakan lingkungan.<br />
5.Kejadian sosial dan kesinambungan.<br />
Teori Modernisasi: Pembangunan sebagai masalah internal.<br />
Teori ini menjelaskan bahwa kemiskinan lebih disebabkan oleh faktor internal atau faktor-faktor yang terdapat di dalam negara yang bersangkutan.<br />
Ada banyak variasi dan teori yang tergabung dalam kelompok teori ini antara lain adalah:<br />
1.Teori yang menekankan bahwa pembangunan hanya merupakan masalah penyediaan modal dan investasi. Teori ini biasanya dikembangkan oleh para ekonom. Pelopor teori antara lain Roy Harrod dan Evsay Domar yang secara terpisah berkarya namun menghasilkan kesimpulan sama yakni: pertumbuhan ekonomi ditentukan oleh tingginya tabungan dan investasi.<br />
2.Teori yang menekankan aspek psikologi individu. Tokohnya adalah McClelaw dengan konsepnya The Need For Achievment dengan symbol n. ach, yakni kebutuhan atau dorongan berprestasi, dimana mendorong proses pembangunan berarti membentuk manusia wiraswasta dengan n.ach yang tinggi. Cara pembentukanya melalui pendidikan individu ketika seseorang masih kanak-kanak di lingkungan keluarga.<br />
3.Teori yang menekankan nilai-nilai budaya mempersoalkan masalah manusia yang dibentuk oleh nilai-nilai budaya di sekitarnya, khususnya nilai-nilai agama. Satu masalah pembangunan bagi Max Weber (tokoh teori ini) adalah tentang peranan agaman sebagai faktor penyebab munculnya kapitalisme di Eropa barat dan Amerika Serikat. Bagi Weber penyebab utama dari semua itu adalah etika protestan yang dikembangkan oleh Calvin.<br />
4.Teori yang menekankan adanya lembaga-lembaga sosial dan politik yang mendukung proses pembangunan sebelum lepas landas dimulai. Bagi W.W Rostow, pembangunan merupakan proses yang bergerak dalam sebuah garis lurus dari masyarakat terbelakang ke masyarakat niaga. Tahap-tahapanya adalah sbb:<br />
a.Masarakat tradisional=belum banyak menguasai ilmu pengetahuan.<br />
b.Pra-kondisi untuk lepas landas= masyarakat tradisional terus bergerak walaupun sangat lambat dan pada suatu titik akan mencapai posisi pra-kondisi untuk lepas landas.<br />
c.Lepas landas : ditandai dengan tersingkirnya hambatan-hambatan yang menghalangi proses pertumbuhan ekonomi.<br />
d.Jaman konsumsi massal yang tinggi. Pada titik ini pembangunan merupakan proses berkesinambungan yang bisa menopang kemajuan secara terus-menerus.<br />
5.Teori yang menekankan lembaga sosial dan politik yang mendukung proses pembangunan. Tokohnya Bert E Hoselitz yang membahas faktor-faktor non-ekonomi yang ditinggalkan oleh W.W Rostow. Hoselitz menekankan lembaga-lembaga kongkrit. Baginya, lembaga-lembaga politik dan sosial ini diperlukan untuk menghimpun modal yang besar, serta memasok tenaga teknis, tenaga swasta dan tenaga teknologi.<br />
6.Teori ini menekankan lingkungan material. Dalam hal ini lingkungan pekerjaan sebagai salah satu cara terbaik untuk membentuk manusia modern yang bisa membangun. Tokohnya adalah Alex Inkeler dan David H. Smith.<br />
Teori ketergantungan.<br />
Teori ini pada mulanya adalah teori struktural yang menelaah jawaban yang diberikan oleh teori modernisasi.<br />
Teori struktural berpendapat bahwa kemiskinan yang terjadi di negara dunia ketiga yang mengkhusukan diri pada produksi pertanian adalah akibat dari struktur pertanian adalah akibat dari struktur perekonomian dunia yang eksploitatif dimana yang kuat mengeksploitasi yang lemah.<br />
Teori ini berpangkal pada filsafat materialisme yang dikembangkan Karl Marx. Salah satu kelompok teori yang tergolong teori struktiral ini adalah teori ketergantungan yang lahir dari 2 induk, yakni seorang ahli pemikiran liberal Raul Prebiesch dan teori-teori Marx tentang imperialisme dan kolonialisme serta seorang pemikir marxis yang merevisi pandangan marxis tentang cara produksi Asia yaitu, Paul Baran.<br />
1.Raul Prebisch : industri substitusi import. Menurutnya negara-negara terbelakang harus melakukan industrialisasi yang dimulai dari industri substitusi impor.<br />
2.Perdebatan tentang imperialisme dan kolonialisme. Hal ini muncul untuk menjawab pertanyaan tentang alasan apa bangsa-bangsa Eropa melakukan ekspansi dan menguasai negara-negara lain secara politisi dan ekonomis. Ada tiga teori:<br />
a.Teori God:adanya misi menyebarkan agama.<br />
b.Teori Glory:kehausan akan kekuasaan dan kebesaran.<br />
c.Teori Gospel:motivasi demi keuntungan ekonomi.<br />
3.Paul Baran: sentuhan yang mematikan dan kretinisme. Baginya perkembangan kapitalisme di negara-negara pinggiran beda dengan kapitalisme di negara-negara pusat. Di negara pinggiran, system kapitalisme seperti terkena penyakit kretinisme yang membuat orang tetap kerdil.<br />
Ada 2 tokoh yang membahas dan menjabarkan pemikirannya sebagai kelanjutan dari tokoh-tokoh di atas, yakni:<br />
1.Andre Guner Frank : pembangunan keterbelakangan. Bagi Frank keterbelakangan hanya dapat diatasi dengan revolusi, yakni revolusi yang melahirkan sistem sosialis.<br />
2.Theotonia De Santos : Membantah Frank. Menurutnya ada 3 bentuk ketergantungan, yakni :<br />
a.Ketergantungan Kolonial: hubungan antar penjajah dan penduduk setempat bersifat eksploitatif.<br />
b.Ketergantungan Finansial- Industri: pengendalian dilakukan melalui kekuasaan ekonomi dalam bentuk kekuasaan financial-industri.<br />
c.Ketergantungan Teknologis-Industrial: penguasaan terhadap surplus industri dilakukan melalui monopoli teknologi industri.<br />
Ada 6 inti pembahasan teori ketergantungan:<br />
1.Pendekatan keseluruhan melalui pendekatan kasus.<br />
Gejala ketergantungan dianalisis dengan pendekatan keseluruhan yang memberi tekanan pada sisitem dunia. Ketergantungan adalah akibat proses kapitalisme global, dimana negara pinggiran hanya sebagai pelengkap. Keseluruhan dinamika dan mekanisme kapitalis dunia menjadi perhatian pendekatan ini.<br />
2.Pakar eksternal melawan internal.<br />
Para pengikut teori ketergantungan tidak sependapat dalam penekanan terhadap dua faktor ini, ada yang beranggapan bahwa faktor eksternal lebih ditekankan, seperti Frank Des Santos. Sebaliknya ada yang menekan factor internal yang mempengaruhi/ menyebabkan ketergantungan, seperti Cordosa dan Faletto.<br />
3.Analisis ekonomi melawan analisi sosiopolitik<br />
Raul Plebiech memulainya dengan memakai analisis ekonomi dan penyelesaian yang ditawarkanya juga bersifat ekonomi. AG Frank seorang ekonom, dalam analisisnya memakai disiplin ilmu sosial lainya, terutama sosiologi dan politik. Dengan demikian teori ketergantungan dimulai sebagai masalah ekonomi kemudian berkembang menjadi analisis sosial politik dimana analisis ekonomi hanya merupakan bagian dan pendekatan yang multi dan interdisipliner analisis sosiopolitik menekankan analisa kelas, kelompok sosial dan peran pemerintah di negara pinggiran.<br />
4.Kontradiksi sektoral/regional melawan kontradiksi kelas.<br />
Salah satu kelompok penganut ketergantungan sangat menekankan analisis tentang hubungan negara-negara pusat dengan pinggiran ini merupakan analisis yang memakai kontradiksi regional. Tokohnya adalah AG Frank. Sedangkan kelompok lainya menekankan analisis klas, seperti Cardoso.<br />
5.Keterbelakangan melawan pembangunan.<br />
Teori ketergantungan sering disamakan dengan teori tentang keterbelakangan dunia ketiga. Seperti dinyatakan oleh Frank. Para pemikir teori ketergantungan yang lain seperti Dos Santos, Cardoso, Evans menyatakan bahwa ketergantungan dan pembangunan bisa berjalan seiring. Yang perlu dijelaskan adalah sebab, sifat dan keterbatasan dari pembangunan yang terjadi dalam konteks ketergantungan.<br />
6.Voluntarisme melawan determinisme<br />
Penganut marxis klasik melihat perkembangan sejarah sebagai suatu yang deterministic. Masyarakat akan berkembang sesuai tahapan dari feodalisme ke kapitalisme dan akan kepada sosialisme. Penganut Neo Marxis seperti Frank kemudian mengubahnya melalui teori ketergantungan. Menurutnya kapitalisme negara-negara pusat berbeda dengan kapitalisme negara pinggiran. Kapitalisme negara pinggiran adalah keterbelakangan karena itu perlu di ubah menjadi negara sosialis melalui sebuah revolusi. Dalam hal ini Frank adalah penganut teori voluntaristik. [C 2002)<br />
<br />
<br />
PEMAHAMAN PEMBANGUNAN<br />
<br />
Pembangunan! Kata ini memang selalu menjadi tema sentral dalam perdebatan yang dilakukan oleh para pakar intelektual dinegeri ini maupun dunia. Seringkali kata ini muncul dari siapapun, entah masyarkat pada level groos roots maupun para pengambil kebjakan. Walaupun kata pembangunan seringkali menghiasi kolom artikel di berbagai media cetak dan buku-buku teks. Namun kenyataan tak bisa dihindari bahwa kata ini belum memiliki makna secara harfiah yang disepakati oleh semua komunitas. Kondisi inilah yang pada gilirannya memunculkan pemahaman atas pengertian pembangunan yang berbeda-beda, bahkan tak jarang menjadi bias. Fakta ini ditemukan oleh seorang Selo Sumardjan yang sempat terdampar di sebuah kota kecil, dimana seorang penduduk menyatakan bahwa “ Saya dulu tinggal di Jakarta, tapi karena adanya pembangunan sehingga saya pindah kesini”. Hal lainnya adalah apa yang pernah ditemukan oleh Romo Mangun diatas puncak gunung kidul, dalam mana seorang penduduk setempat mengatakan bahwa “ Saya bisa menghidupi keluarga, apabila tidak ada perintah pembangunan dari Kepala Desa”. Mungkin saja masih ada paradoks-paradoks lain yang belum terdeteksi. Yang tentu sama halnya dengan kedua paradoks yang ditemukan oleh kedua orang diatas.<br />
Pada konteks itu, mungkinkah diperlukan sebuah konsep pembangunan yang dikonstruksi untuk menyamaratakan pemahaman atas makna pembangunan? Dapatkah kata pengembangan hadir untuk memecahkan paradoks tentang makna pembangunan? Ataukah kata yang tepat digunakan adalah pemberdayaan? Sungguh sebuah dilema.<br />
<br />
ARTI KELEMBAGAAN<br />
<br />
• Dalam literatur, istilah “kelembagaan” disandingkan atau disilangkan dengan “organisasi”.<br />
<br />
• Terdapat kebelumsepahaman tentang arti “kelembagaan” di kalangan ahli.<br />
<br />
• Contoh: “What contstitutes an ‘institution’ is a subject of continuing debate among social scientist….. The term institution and organixation are commonly used interchangeably and this contributes to ambiguityand confusion” (Norman Uphoff, 1986). <br />
<br />
• “…belum terdapat istilah yang mendapat pengakuan umum dalam kalangan para sarjana sosiologi untuk menterjemahkan istilah Inggris ‘social institution’……. Ada yang menterjemahkannya dengan istilah ‘pranata’ ….. ada pula yang ‘bangunan sosial’” (Koentjaraningrat, 1997).<br />
<br />
<br />
Kelembagaan adalah social form. Ibarat organ-organ dalam tubuh manusia. Kata “kelembagaan” menunjuk kepada: <br />
<br />
<br />
Sesuatu yang bersifat mantap (established) yang hidup (constitued) di dalam masyarakat. <br />
Suatu pemantapan perilaku (ways) yang hidup pada suatu kelompok orang. <br />
Merupakan sesuatu yang stabil, mantap, dan berpola. <br />
Berfungsi untuk tujuan-tujuan tertentu dalam masyarakat.<br />
Ditemukan dalam sistem sosial tradisional dan modern<br />
Berfungsi untuk mengefisienkan kehidupan sosial.<br />
Merupakan kelompok-kelompok sosial yang menjalankan masyarakat. <br />
Tiap kelembagaan dibangun untuk satu fungsi tertentu (kelembagaan pendidikan, ekonomi, agama, dan lain-lain). <br />
<br />
<br />
<br />
TEORI KELEMBAGAAN<br />
<br />
Dalam teori kelembagan memandang politik sebai hal yang berkaitan dengan penyelengaran negara. Dalam hal ini, Max Weber merumuskan negara sebagai komunitas menusia yang secara sukses memonopoli penggunaan paksaan fisik yang sah dalam wilayah tertentu.<br />
Negara dipandang sebagai suatu sumber utama hak untuk menggunakan paksaan fisik yang saha. Oleh karena itu, politik bagi Weber merupakan pesainagn untuk membagi kekuasan atau persaingan untuk mempengaruhi pembagian kekuasaan antarnegara maupun antarkelompok di dalam suatu negara. Menurutnya, negara merupakan suatu struktur administrasi atau organisasi yang kongkret, dan dia membatasi pengertian negara semata-mata sebagai paksaan fisik yang digunakan untuk memaksakan ketaatan.<br />
Sebelum Perang Dunia Kedua, sarjana-sarjana ilmu polik mengidentifikasikan politik sebagaistudy mengenai negara. Dalam hal ini. Ada pelbgai kepustakaan yang berjudul “Pengantar Ilmu Politik” yang diawali dengan pernyaataan, ilmu politik bermula dan berakhir dengan negara. Atas dasar itu, ada buku yang di tulis oleh empat sarjana politik di Amerika Serikat. Mereka merumuskan ilmu politik sebagai sebagai ilmu yang mempelajari modern national state, its institutions, laws, and processes.<br />
Akan tetapi, pada tahun 1980-an sejumlah ilmuwan politik Amerika Serikat kembali menjadikan negara sebagi fokus kajian. Mereka memandang negara tidak lagi sekedar arena persaingan kepentingandi antara berbagai kepentingan dalam masyarakat, tetapi juga sebagai lembaga yang memiliki otonomi dan memiliki kemampuan. Negara dilihat sebagi lembaga yang memiliki kepentingan yang berbedadari berbagai kepentinagn yang bertentangan dalam masyarakat. pandangan ini di sebut juga sebagai statist perspective.<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
PEMAHAN KELEMBAGAAN<br />
<br />
Pengertian lembaga sampai saat ini masih menjadi bahan perdebatan yang sengit di kalangan ilmuan sosial. Bahkan lebih jauh Uphoff (1986), memberikan gambaran yang jelas tentang keambiguan antara lembaga dan organisasi. Istilah lembaga dan organisasi secara umum penggunaannya dapat dipertukarkan dan hal tersebut menyebabkan keambiguan dan kebingungan diantara keduanya. Israel (1990) memberikan penjelasan mengenai konsep umum tentang lembaga yang meliputi pada semua tingkatan lokal atau masyarakat, unit manajemen proyek, badan atau departemen pusat dan sebagainya. Pembedaan antara lembaga dan organisasi masih sangat kabur. Organisasi yang telah mendapatkan kedudukan khusus dan legitimasi dari masyarakat karena keberhasilannya memenuhi kebutuhan dan harapan masyarakat dalam waktu yang panjang dapat dikatakan bahwa organisasi tersebut telah “melembaga”.<br />
<br />
<br />
Sumber-sumber PAD<br />
1. Pendapatan Asli Derah (PAD)<br />
1. Pajak Daerah<br />
2. Retribusi Daerah<br />
3. Hasil BUMD<br />
2. Dana Perimbangan<br />
1. Bagi Hasil Pajak ( BBNKB, BBM, BPHTB )<br />
2. DAU (Block Grant)<br />
3. DAK (Spesifik Grant)<br />
3. Pinjaman Daerah<br />
1. Dalam Negeri<br />
2. Luar Negeri<br />
3. Obligasi Daerah<br />
4. Lain- lain penerimaan yang sah<br />
1. Annual Fee<br />
2. Hibah<br />
3. Bantuan DaruratAdminhttp://www.blogger.com/profile/10477376997013121260noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-7610405809989588058.post-91228511438333117462009-10-06T08:39:00.000-07:002009-12-29T22:34:04.817-08:00Sejarah, Pengertian dan Ruang Lingkup Korupsi<div style="text-align: justify;">Asal mula berkembangnya korupsi barangkali dapat di temukan sumbernya pada fenomena sistem pemerintahan monarki absolut tradisional yang berlandaskan pada budaya feodal. Pada masa lalu, tanah-tanah di wilayah suatu negara atau kerajaan adalah milik mutlak raja, yang kemudian di serahkan kepada para pangeran dan bangsawan, yang di tugasi untuk memungut pajak, sewa dan upeti dari rakyat yang menduduki tanah tersebut. Di samping membayar dalam bentuk uang atau in natura, sering pula rakyat di haruskan membayar dengan hasil bumi serta dengan tenaga kasar, yakni bekerja untuk memenuhi berbagai keperluan sang raja atau penguasa. Elite penguasa yang merasa diri sebagai golongan penakluk, secara otomatis juga merasa memiliki hak atas harta benda dan nyawa rakyat yang di taklukan. Hak tersebut biasanya di terjemahkan dalam tuntutan yang berupa upeti dan tenaga dari rakyat (Onghokham, 1995). <br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Seluruh upeti yang masuk ke kantong para pembesar ini selain di pergunakan untuk memenuhi kebutuhan pembesar itu sendiri, pada dasarnya juga berfungsi sebagai pajak yang di pergunakan untuk membiayai kegiatan-kegiatan negara. Hanya saja, belum ada lembaga yang secara resmi ditunjuk sebagai pengumpul dana (revenue gathering). Parahnya kedudukan dalam pemerintahan sebagai pembesar atau pejabat ini dapat diperjualbelikan (venality of office), yang menyebabkan pembeli jabatan tadi berusaha untuk mencari kompensasi atas uang yang telah dikeluarkannya dengan memungut upeti sebesar-besarnya dari rakyat. <br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Pada masa-masa sesudahnya, kondisi ini ternyata memperkuat sistem patron - client, bapak - anak, atau kawula - gusti, dimana seorang pembesar sebagai patron harus dapat memenuhi harapan rakyatnya, tentu saja dengan adanya jasa-jasa timbal balik dari rakyat sebagai client-nya. Hubungan patron - client ini merupakan salah satu sumber korupsi, sebab seorang pejabat untuk membuktikan efektivitasnya harus selalu berbuat sesuatu tanpa menghiraukan apakah ini untuk kepentingan umum, kelompok atau perorangan, yakni para anak buah yang seringkali adalah saudaranya sendiri. Selain itu, sistem patron - client juga menjadi faktor perusak koordinasi dan kerjasama antar para penguasa, dimana timbul kecendrungan persaingan antara para penguasa/pejabat untuk menganak-emaskan orangnya. Disinilah faksionalisme di kalangan elite menjadi berkepanjangan. <br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Korupsi yang sekarang merajalela di Indonesia, berakar pada masa tersebut ketika kekuasaan pada birokrasi patrimonial (Weber) yang berkembang pada kerangka kekuasaan feodal dan memungkinkan suburnya nepotisme. Dalam struktur yang demikian, maka penyimpangan, penyuapan, korupsi dan pencurian akan dengan mudah berkembang (Mochtar Lubis, 1995). <br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Dalam perkembangan selanjutnya, dapat dilihat bahwa ruang lingkup korupsi tidak terbatas pada hal-hal yang sifatnya penarikan pungutan dan nepotisme yang parah, melainkan juga kepada hal-hal lain sepanjang perbuatan tersebut merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. <br />
</div><div style="text-align: justify;">Menurut perspektif hukum, definisi korupsi secara gamblang telah di jelaskan dalam 13 buah pasal dalam UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001. Berdasarkan pasal-pasal tersebut, korupsi di rumuskan ke dalam tiga puluh bentuk/jenis tindak pidana korupsi. Pasal-pasal tersebut menerangkan secara terperinci mengenai perbuatan yang bisa dikenakan pidana penjara karena korupsi. <br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Ketigapuluh bentuk/jenis tindak pidana korupsi tersebut pada dasarnya dapat di kelompokkan sebagai berikut: <br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">1. Kerugian keuangan negara: <br />
</div><div style="text-align: justify;">=> Pasal 2 (melawan hukum untuk memperkaya diri sendiri dan dapat merugikan keuangan negara); <br />
</div><div style="text-align: justify;">=> Pasal 3 (menyalahgunakan kewenangan untuk menguntungkan diri sendiri dan dapat merugikan keuangan negara). <br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">2. Suap-menyuap: <br />
</div><div style="text-align: justify;">=> Pasal 5 ayat (1) huruf a (menyuap pegawai negeri); <br />
</div><div style="text-align: justify;">=> Pasal 5 ayat (1) huruf b (menyuap pegawai negeri); <br />
</div><div style="text-align: justify;">=> Pasal 13 (memberi hadiah kepada pegawai negeri karena jabatannya); <br />
</div><div style="text-align: justify;">=> Pasal 5 ayat (2) (pegawai negeri menerima suap); <br />
</div><div style="text-align: justify;">=> Pasal 12 huruf a (pegawai negeri menerima suap); <br />
</div><div style="text-align: justify;">=> Pasal 12 huruf b (pegawai negeri menerima suap); <br />
</div><div style="text-align: justify;">=> Pasal 11 (pegawai negeri menerima hadiah yang berhubungan dengan jabatannya); <br />
</div><div style="text-align: justify;">=> Pasal 6 ayat (1) huruf a (menyuap hakim); <br />
</div><div style="text-align: justify;">=> Pasal 6 ayat (1) huruf b (menyuap advokat); <br />
</div><div style="text-align: justify;">=> Pasal 6 ayat (2) (hakim dan advokat menerima suap); <br />
</div><div style="text-align: justify;">=> Pasal 12 huruf c (hakim menerima suap); <br />
</div><div style="text-align: justify;">=> Pasal 12 huruf d (advokat menerima suap). <br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">3. Penggelapan dalam jabatan: <br />
</div><div style="text-align: justify;">=> pasal 8 (pegawai negeri menggelapkan uang atau membiarkan penggelapan); <br />
</div><div style="text-align: justify;">=> Pasal 9 (pegawai negeri memalsukan buku untuk pemeriksaan administrasi); <br />
</div><div style="text-align: justify;">=> Pasal 10 huruf a (pegawai negeri merusakkan bukti); <br />
</div><div style="text-align: justify;">=> Pasal 10 huruf b (pegawai negeri membiarkan orang lain merusakkan bukti); <br />
</div><div style="text-align: justify;">=> Pasal 10 huruf c (pegawai negeri membantu orang lain merusakkan bukti). <br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">4. Perbuatan pemerasan: <br />
</div><div style="text-align: justify;">=> Pasal 12 huruf e (pegawai negeri memeras); <br />
</div><div style="text-align: justify;">=> Pasal 12 huruf g (pegawai negeri memeras); <br />
</div><div style="text-align: justify;">=> Pasal 12 huruf f (pegawai negeri memeras pegawai negeri yang lain). <br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">5. Perbuatan curang: <br />
</div><div style="text-align: justify;">=> Pasal 7 ayat (1) huruf a (pemborong berbuat curang); <br />
</div><div style="text-align: justify;">=> Pasal 7 ayat (1) huruf b (pengawas proyek membiarkan perbuatan curang); <br />
</div><div style="text-align: justify;">=> Pasal 7 ayat (1) huruf c (rekanan TNI/Polri berbuat curang); <br />
</div><div style="text-align: justify;">=> Pasal 7 ayat (1) huruf d (pengawas TNI/Polri membiarkan perbuatan curang); <br />
</div><div style="text-align: justify;">=> Pasal 7 ayat (2) (penerima barang TNI/Polri membiarkan perbuatan curang); <br />
</div><div style="text-align: justify;">=> Pasal 12 huruf h (pegawai negeri menyerobot tanah negara sehingga merugikan orang lain).<br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">6. Benturan kepentingan dalam pengadaan: <br />
</div><div style="text-align: justify;">=> Pasal 12 huruf i (pegawai negeri turut serta dalam pengadaan yang di urusnya). <br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">7. Gratifikasi: <br />
</div><div style="text-align: justify;">=> Pasal 12 B jo. Pasal 12 C (pegawai negeri menerima gratifikasi dan tidak lapor KPK). <br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Penjelasan: <br />
</div><div style="text-align: justify;">- Yang di maksud dengan "secara melawan hukum" adalah perbuatan melawan hukum dalam arti formil maupun dalam arti materiil, yakni meskipun perbuatan tersebut tidak di atur dalam peraturan perundang-undangan, namun apabila perbuatan tersebut dianggap tercela karena tidak sesuai dengan rasa keadilan atau norma-norma kehidupan sosial dalam masyarakat, maka perbuatan tersebut dapat di pidana. <br />
</div><div style="text-align: justify;">- Dalam ketentuan ini, kata "dapat" sebelum frasa "merugikan keuangan atau perekonomian negara" menunjukkan bahwa tindak pidana korupsi merupakan delik formil, yaitu adanya tindak pidana korupsi cukup dengan dipenuhinya unsur-unsur perbuatan yang sudah di rumuskan bukan dengan timbulnya akibat. <br />
</div><div style="text-align: justify;">- Yang di maksud dengan "advokat" adalah orang yang berprofesi memberi jasa hukum baik di dalam maupun di luar pengadilan yang memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. <br />
</div><div style="text-align: justify;">- Yang di maksud dengan "gratifikasi" adalah pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, pasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya. Gratifikasi tersebut baik yang di terima di dalam negeri maupun di luar negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik. <br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Tindak Pidana Lain Yang Berkaitan Dengan Tindak Pidana Korupsi <br />
</div><div style="text-align: justify;">: <br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">1. Merintangi proses pemeriksaan perkara korupsi; <br />
</div><div style="text-align: justify;">2. Tidak memberi keterangan atau memberi keterangan yang tidak benar; <br />
</div><div style="text-align: justify;">3. Bank yang tidak memberikan keterangan rekening tersangka; <br />
</div><div style="text-align: justify;">4. Saksi atau ahli yang tidak memberi keterangan atau memberi keterangan palsu; <br />
</div><div style="text-align: justify;">5. Orang yang memegang rahasia jabatan tidak memberikan keterangan atau memberikan keterangan palsu; <br />
</div><div style="text-align: justify;">6. Saksi yang membuka identitas pelapor.<br />
</div>Adminhttp://www.blogger.com/profile/10477376997013121260noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7610405809989588058.post-39097269541783514252009-10-05T15:43:00.000-07:002009-11-25T21:06:43.113-08:00Perbedaan Federasi dan Desentralisasi yang ada di IndonesiaFederasi = Bondstaat (Negara Serikat) <br />
<br />
Negara serikat adalah suatu bentuk negara yang terdiri atas gabungan beberapa negara bagian. Negara bagian tersebut hanya menyerahkan sebagian urusannya kepada pemerintah federal (pusat) yang menyangkut kepentingan bersama seperti urusan keuangan, pertahanan negara, pos, telekomunikasi dan hubungan luar negeri. Negara-negara bagian tidak berdaulat. Meskipun demikian, kekuasaan asli tetap ada pada negara bagian karena negara bagian berhubungan langsung dengan rakyatnya. Contoh negara-negara federasi antara lain: Amerika Serikat, Australia, India, Jerman, Malaysia dan Swiss. Bentuk negara serikat mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: <br />
- Tiap negara bagian berstatus tidak berdaulat, namun kekuasaan asli tetap ada pada negara bagian; <br />
- Kepala negara di pilih oleh rakyat dan bertanggung jawab kepada rakyat; <br />
- Pemerintah pusat memperoleh kedaulatan dari negara-negara bagian untuk urusan keluar dan sebagian kedalam; <br />
- Setiap negara bagian berwenang membuat UUD sendiri selama tidak bertentangan dengan pemerintah pusat; <br />
- Kepala negara mempunyai hak veto (pembatalan keputusan) yang di ajukan oleh parlemen (senat dan kongres). <br />
<br />
Desentralisasi <br />
<br />
Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah otonom dalam kerangka NKRI. Dengan demikian, prakarsa, wewenang dan tanggung jawab atas wewenang yang di serahkan tadi, sepenuhnya menjadi tanggung jawab daerah, baik mengenai sarana dan prasarana sumber daya manusia serta pelaksanaannya, maupun mengenai segi-segi pembiayaannya. Perangkat pelaksananya juga perangkat daerah itu sendiri.<br />
Keuntungan yang dapat di peroleh dengan asas desentralisasi adalah: <br />
- Daerah di beri wewenang membuat peraturan sendiri sesuai dengan daerahnya, terutama dalam menunjang kemajuan; <br />
- Pengurusan jauh lebih efisien dan efektif; <br />
- Birokrasi yang bertele-tele berkurang; <br />
- Asas demokrasi dapat lebih berkembang karena masing-masing daerah dapat menentukan kebijakannya sendiri sepanjang tidak melanggar UU atau aturan pemerintah pusat atau yang di atasnya. <br />
Namun demikian, desentralisasi tersebut merupakan pelaksanaan sistem pemerintahan pusat ke daerah dalam kerangka negara kesatuan. Konsekuensi dari negara kesatuan adalah hanya ada satu pemerintah (pusat) yang memiliki kekuasaan untuk mengatur dan mengurus pemerintahan negara. Karena pada dasarnya negara kesatuan adalah negara merdeka dan berdaulat yang pemerintahannya di atur oleh pemerintah pusat. Negara kesatuan tersebut pada umumnya mempunyai sifat-sifat berikut: <br />
- Kedaulatan negara mencakup ke dalam dan ke luar yang di tangani pemerintah pusat; <br />
- Negara hanya mempunyai satu UUD, satu kepala negara, satu dewan mentri dan satu dewan perwakilan rakyat; <br />
- Hanya ada satu kebijakan yang menyangkut persoalan politik, ekonomi, sosial budaya, moneter, fiskal, agama serta pertahanan dan keamanan. <br />
Berdasarkan uraian di atas, maka yang dapat di jadikan perbedaan antara federasi dan desentralisasi adalah: <br />
1. Bentuk Negara <br />
=> Federasi: federal, serikat. <br />
=> Desentralisasi: kesatuan.<br />
2. Kedaulatan pemerintah pusat <br />
=> Federasi: penuh keluar dan sebagian ke dalam. <br />
=> Desentralisasi: penuh luar dalam. <br />
3. Kewenangan <br />
=> Federasi: lebih luas, karena: <br />
a). Berwenang membuat UUD sendiri; <br />
b). Kepala negara mempunyai hak veto (pembatalan keputusan) yang di ajukan oleh parlemen (senat dan kongres); <br />
c). Hanya masalah keuangan, pertahanan negara, pos, telekomunikasi dan hubungan luar negeri yang menjadi urusan pemerintah pusat (federal), selebihnya menjadi kewenangan negara bagian. <br />
=> Desentralisasi: agak sempit, karena: <br />
a). Berwenang membuat peraturan sendiri yang bukan UUD; <br />
b). Kebijakan yang menyangkut persoalan politik, ekonomi, sosial budaya, moneter, fiskal, agama serta pertahanan dan keamanan merupakan urusan pemerintah pusat. <br />
4. Bentuk dan Tingkatan Daerah/Negara Bagian <br />
=> Federasi: satu bentuk dan setingkat dengan negara bagian yang lain. <br />
=> Desentralisasi: tiga bentuk dan dua tingkatan. Ketiga bentuk daerah tersebut adalah daerah provinsi, daerah kabupaten dan daerah kota. Daerah kabupaten dan daerah daerah kota tersebut memiliki tingkatan yang sama yaitu sama-sama berada di bawah daerah provinsi. Sedangkatan dua tingkatan yang di maksud adalah daerah provinsi dan daerah kabupaten/kota (tinkat I dan II). <br />
<br />
Note: <br />
- Dalam hal kewenangan membuat peraturan perundang-undangan, maka peraturan perundangan yang di buat tersebut tidak boleh bertentangan dengan peraturan di atasnya. Dalam perspektif ketatanegaraan, asas hukum yang lex superior derogat legi inferiori tetap berlaku dalam kedua bentuk tersebut.Adminhttp://www.blogger.com/profile/10477376997013121260noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7610405809989588058.post-12333299999512812092009-09-29T01:11:00.000-07:002009-10-04T10:00:18.654-07:00UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA <br />NOMOR 12 TAHUN 2008<br />TENTANG<br />PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 <br />TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH<br /><br />DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA<br /><br />PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA<br /><br />Menimbang : a. bahwa dalam rangka mewujudkan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, penyelenggaraan pemerintahan daerah diarahkan agar mampu melahirkan kepemimpinan daerah yang efektif dengan memperhatikan prinsip -demokrasi, persamaan, keadilan, dan kepastian hukum dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia;<br />b. bahwa untuk mewujudkan kepemimpinan daerah yang demokratis yang memperhatikan prinsip persamaan dan keadilan, penyelenggaraan pemilihan kepala pemerintah daerah memberikan kesempatan yang sama kepada setiap warga negara yang memenuhi persyaratan; <br />c. bahwa dalam penyelenggaraan pemilihan kepala pemerintah daerah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah telah terjadi perubahan, terutama setelah putusan Mahkamah Konsiitusi tentang calon perseorangan; <br />d. bahwa dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah belum diatur mengenai pengisian kekosongan jabatan wakil kepala daerah yang raenggantikan kepala daerah yang meninggal dunia, mengundurkan diri, atau tidak dapat melakukan kewajibannya selama 6 (enam) bulan secara terus-menerus dalam masa jabatannya; <br />e. bahwa dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah belum diatur mengenai pengisian kekosongan jabatan wakil kepala daerah yang meninggal dunia, berhenti, atau tidak dapat melakukan kewajibannya selama 6 (enam) bulan secara terus-menerus; <br /> f. bahwa dalam rangka efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah, perlu adanya pcngaturan untuk mengintegrasikan jadv/al penyelenggaraan pemilihan kepala daerah sehingga Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Femerintahan Daerah perlu diubah;<br /> g. bahwa berdasarkan pertinibangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, dan huruf f, perlu membentuk Undang-Undang tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah;<br /><br />Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (4), Pasal 20, Pasal 27 ayat (1), dan Pasal 28D ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;<br />2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4548);<br /><br />Dengan Persetujuan Bersama<br />DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA<br />DAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA<br /><br />MEMUTUSKAN:<br /><br />Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH<br /><br />Pasal I<br />Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437), diubah sebagai berikut: <br />1. Ketentuan Pasal 26 ditambah 4 (empat) ayat, yakni ayat (4), ayat (5), ayat (6), dan ayat (7), sehingga Pasal 26 berbunyi sebagai berikut;<br /><br />Pasal 26<br />(1) Wakil kepala daerah mempunyai tugas:<br />a. membantu kepala daerah dalam menyelenggarakan pemerintahan daerah; <br />b, membantu kepala daerah dalam mengkoordinasikan kegiatan instansi vertikal di daerah, menindaklanjuti laporan dan/atau temuan hasil pengawasan aparat pengawasan, melaksanakan pemberdayaan perempuan dan pemuda, serta mengupayakan pengembangan dan pelestarian sosial budaya dan lingkungan hidup; <br />c. memantau dan mengevaluasi penyelenggaraan pemerintahan kabupaten dan kota bagi wakil kepala daerah provinsi; <br />d. memantau dan mengevaluasi penyelenggaraan pemerintahan di wilayah kecamatan, kelurahan dan/atau desa bagi wakil kepala daerah kabupaten/kota; <br />e. memberikan saran dan pertimbangan kepada kepala daerah dalam penyelenggaraan kegiatan pemerintahan. daerah; <br />f. melaksanakan tugas dan kewajiban pemerintahan lainnya yang diberikan oleh kepala daerah; dan <br />g, melaksanakan tugas dan wewenang kepala daerah apabila kepala daerah berhalangan,<br />(2) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Wakil kepala daerah bertanggung jawab kepada kepala daerah. <br />(3) Wakil kepala daerah menggantikan kepala daerah sampai habis masa jabatannya apabila kepala daerah meninggal dunia, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya selama 6 (enamj bulan secara terus menerus dalam masa jabatannya <br />(4) Untuk mengisi kekosongan jabatan wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang berasal dari partai politik atau gabungan partai politik dan masa jabatannya masih tersisa 18 (delapan belas bulan atau lebih, kepala daerah mengajukan 2 (dua orang calon wakii kepala daerah berdasarkan usui partai politik atau gabungan partai politik yang pasangan calonnya terpilih dalam pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah untuk dipilih oleh Rapat Paripurna DPRD <br />(5) Untuk mengisi kekosongan jabatan wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang berasal dari calon perseorangan dan masa jabatannya masih tersisa 18 (delapan belas) bulan atau lebih kepala daerah mengajukan 2 (dua) orang calon wakil kepala daerah untuk dipilih oleh Rapat Paripurna DPRD <br />(6) Dalam hal terjadi kekosongan jabatan wakil kepala daerah yang berasal dari partai politik atau gabungan partai politik karena meninggal dunia, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya selama 6 (enam) bulan secara terus-menerus dalam masa jabatannya dan masa jabatannya masih tersisa 18 (delapan belas) bulan atau lebih, kepala daerah mengajukan 2 (dua) orang calon wakil kepala daerah berdasarkan usul partai politik atau gabungan partai politik yang pasangan calonnya terpilih dalam pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah untuk dipilih oleh Rapat Paripurna DPRD. <br />(7) Dalam hal terjadi kekosongan jabatan wakil kepala daerah yang berasal dari calon perseorangan karena meninggal dunia, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya selama 6 (enam) bulan secara terus-menerus dalam masa jabatannya dan masa jabatannya masih tersisa 18 (delapan belas bulan atau lebih, kepala daerah mengajukan 2 (dua orang calon wakil kepala daerah untuk dipilih oleh Rapat Paripurna DPRD.<br />2. Ketentuan Pasal 42 ayat (1) huruf i dihapus dan penjelasan huruf e diubah sebagaimana tercantum dalam penjelasan, sehingga Pasal 42 berburiyi sebagai berikut:<br /><br />Pasal 42<br />(1) DPRD mempunyai tugas dan wewenang:<br />a. membentuk Perda yang dibahas dengan kepala daerah untuk mendapatkan persetujuan bersama; <br />b. membahas dan menyetujui rancangan Perda tentang APBD bersama dengan kepala daerah; <br />c. melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan Perda dan peraturan perundang-undangan lainnya, peraturan kepala daerah, APBD, kebijakan pemerintah daerah dalam melaksanakan program pembangunan daerah, dan keija sama internasional di daerah; <br />d. mengusulkan pengangkatan dan pei-iberhentian kepala daerah/wakil kepala daerah kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negen bagi DPRD Provinsi dan kepada Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur bagi DPRD Kabupaten/Kota; <br />e. memilih wakil kepala daerah Jam hal terjadi kekosongan jabatan wakil kepala daerah; <br />f. memberikan pendapat dan pertimbangan kepada pemerintah daerah terhadap rencana perjanjian internasional di daerah; <br />g. memberikan persetujuan terhadap rencana kerja sama internasional yang dilakukan oleh pemerintah daerah; <br />h. meminta laporan keterangan pertanggungjawaban kepala daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan;<br />i. dihapus; <br />j. melakukan pengawasan dan meminta laporan KPU provinsi dan/atau KPU kabupaten/kota dalam penyelenggaraan pemilihan kepala daerah; <br />k. memberikan persetujuan terhadap rencana kerja sama antardaerah dan dengan pihak ketiga yang membebani masyarakat dan daerah.<br />(2) Selain tugas dan wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), DPRD melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. <br />3. Ketentuan Pasal 56 ayat (2) diubah, sehingga Pasal 56 berbunyi sebagai berikut:<br /><br />Pasal 56<br />(1) Kepala daerah dan wakil kepala daerah dipilih dalam satu pasangan calon yang dilaksanakan secara demokratis berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil, <br />(2) Pasangan calon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diusulkan oleh partai politik, gabungan partai politik, atau perseorangan yang didukung oleh sejumlah orang yang memenuhi persyaratan sebagaimana ketentuan dalam Undang-Undang ini.<br />4. Ketentuan Pasal 58 huruf d dan huruf f diubah, huruf 1 dihapus serta ditambah 1 (satu) huruf, yakni huruf q, sehingga Pasal 58 berbunyi sebagai berikut:<br /><br />Pasal 58<br />Calon kepala daerah dan wakil kepala daerah adalah warga Negara Republik Indonesia yang memenuhi syarat:<br />a. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; <br />b. setia kepada Pancasila sebagai Dasar Negara, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, cita-cita Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, dan kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia serta Pemerintah; <br />c. berpendidikan sekurang-kurangnya sekolah lanjutan tingkat atas dan/atau sederajat; <br />d. berusia sekurang-kurangnya 30 (tiga puluh) tahun bagi calon gubernur/wakil gubernur dan berusia sekurang-kurangnya 25 (dua puluh lima) tahun bagi calon bupati/wakil bupati dan walikota/wakil walikota;<br />e. sehat jasmani dan rohani berdasarkan hasil pemeriksaan kesehatan menyeluruh dari tim dokter; <br />f. tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih; <br />g. tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap; <br />h. mengenal daerahnya dan dikenal oleh masyarakat di daerahnya; <br />i. menyerahkan daftar kekayaan pribadi dan bersedia untuk diumumkan; <br />j. tidak sedang memiliki tanggungan utang secara perseorangan dan/atau secara badan hukum yang menjadi tanggung jawabnya yang merugikan keuangan negara; <br />k. tidak sedang dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap; <br />l. dihapus; <br />m. memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) atau bagi yang belum mempunyai NPWP wajib mempunyai bukti pembayaran pajak; <br />n. menyerahkan daftar riwayat hidup lengkap yang memuat antara lain riwayat pendidikan dan pekerjaan serta keluarga kandung, suami atau istri; <br />o. belum pernah menjabat sebagai kepala daerah atau wakil kepala daerah selarna 2 (dua) kali masa jabatan dalam jabatan yang sama; <br />p. tidak dalam status sebagai penjabat kepala daerah; dan <br />q. mengundurkan diri sejak pendaftaran bagi kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah yang masih menduduki jabatannya.<br />5. Ketentuan Pasal 59 ayat (1) diubah, di antara ayat (2) dan ayat (3) disisipkan 5 (lima) ayat, yakni ayat (2a), ayat (2b), ayat (2c), ayat (2d), dan ayat (2e), ayat (3) dihapus, di antara ayat (4) dan ayat (5) disisipkan 1 (satu) ayat, yakni ayat (4a), dan di antara ayat (5) dan ayat (6) disisipkan 2 (dua) ayat, yakni ayat (5a) dan ayat (5b), sehingga Pasal 59 berbunyi sebagai berikut :<br /><br />Pasal 59<br />(1) Peserta pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah adalah;<br />a. pasangan calon yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik.<br />b. pasangan calon perseorangan yang didukung oleh sejumlah orang,<br />(2) Partai politik atau gabungan partai politik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dapat mendaftarkan pasangan calon apabila memenuhi persyaratan perolehan sekurang-kurangnya 15% (lima belas persen) dari jumlah kursi DPRD atau 15% (lima belas persen) dari akumulasi perolehan suara sah dalam pemilihan umum anggota DPRD di daerah yang bersangkutan.<br />(2a) Pasangan calon perseorangan sebag tirnana dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat mendalwrkan diri sebagai pasangan calon gubernur/ wakil gubernur apabila memenuhi syarat dukungan dengan ketentuan:<br />a. provinsi dengan jumlah penduduk sampai dengan 2.000,000 (dua juta) jiwa harus didukung sekurang-kurangnya 6,5% (enam koma lima persen);<br />b. provinsi dengan jumlah penduduk lebih dari 2.000.000 (dua juta) sampai dengan 6.000.000 (enam juta) jiwa harus didukung sekurang-kurangnya 5% (lima persen);<br />c. provinsi dengan jumlah penduduk lebih dari 6.000.000 (enam juta) sampai dengan 12.000.000 (dua belas juta) jiwa harus didukung sekurang-kurangnya 4% (empat persen); dan <br />d. provinsi dengan jumlah penduduk lebih dari 12.000.000 (dua belas juta) jiwa harus didukung sekurang-kurangnya 3% (tiga persen).<br />(2b) Pasangan calon perseorangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat mendaftarkan diri sebagai pasangan calon bupati/wakil bupati atau walikota/wakil walikota apabila memenuhi syarat dukungan dengan ketentuan:<br />a. kabupaten/kota dengan jumlah penduduk sampai dengan 250.000 (dua ratus lima puluh ribu) jiwa harus didukung sekurang-kurangnya 6,5% (enam koma lima persen);<br />b. kabupaten/kota dengan jumlah penduduk lebih dari 250.000 (dua ratus lima puluh ribu) sampai dengan 500.000 (lima ratus ribu) jiwa harus didukung sekurang-kurangnya 5% (lima persen);<br />c. kabupaten/kota dengan jumlah penduduk lebih dari 500,000 (lima ratus ribu) sampai. dengan 1.000.000 (satu juta) jiwa harus didukung sekurang-kurangnya 4% (empat persen); dan<br />d. kabupaten/kota dengan jumlah penduduk lebih dari 1.000.000 (satu juta) jiwa harus didukung sekurang-kurangnya 3% (tiga persen).<br />(2c) Jumlah dukungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (2a) tersebar di lebih dari 50% (lima puluh persen) jumlah kabupaten/kota di provinsi dimaksud.<br />(2d) Jumlah dukungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (2b) tersebar di lebih dari 50% (lima puluh persen) jumlah kecpmatan di kabupaten/kota dimaksud.<br />(2e) Dukungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2a) dan ayat (2b) dibuat dalam bentuk surat dukungan yang disertai dengan fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau surat keterangan tanda penduduk sesuai dengan peraturan perundang-undangan.<br />(3) Dihapus.<br />(4) Dalam proses penetapan pasangan calon, partai politik atau gabungan partai politik memperhatikan pendapat dan tanggapan masyarakat,<br />(4a) Dalam proses penetapan pasangan calon perseorangan, KPU provinsi dan/atau KPU kabupaten/kota memperhatikan pendapat dan tanggapan masyarakat.<br />(5) Partai politik atau gabungan partai politik pada saat mendaftarkan calon partai politik, wajib menyerahkan:<br />a. Surat pencalonan yang ditandatangani oleh pimpinan partai politik atau pimpinan partai politik yang bergabung;<br />b. kesepakatan tertulis antarpartai politik yang bergabung untuk mencalonkan pasangan calon;<br />c. surat pernyataan tidak akan menarik pencalonan atas pasangan yang dicalonkan yang ditandatangani oleh pimpinan partai politik atau para pimpinan partai politik yang bergabung;<br />d. surat pernyataan kesediaan yang bersangkutan sebagai calon kepala daerah dan wakil kepala daerah secara berpasangan;<br />e. surat pernyataan tidak akan mengundurkan diri sebagai pasangan calon;<br />f. surat pernyataan kesanggupan mengundurkan diri dari jabatan apabila terpilih menjadi kepala daerah atau wakil kepala daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan;<br />g. surat pernyataan mengundurkan diri dari jabatan negeri bagi calon yang berasal dari pegawai negeri sipil, anggota Tentara Nasional Indonesia, dan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia;<br />h. surat pernyataan tidak aktif dari jabatannya bagi pimpinan DPRD tempat yang bersangkutan menjadi calon di daerah yang menjadi wilayah kerjanya;<br />i. surat pemberitahuan kepada pimpinan bagi anggota DPR, DPD, dan DPRD yang mencalonkan diri sebagai calon kepala daerah dan wakil kepala daerah;<br />j. kelengkapan persyaratan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58; dan<br />k. visi, misi, dan program dari pasangan calon secara tertulis.<br />(5a) Calon perseorangan pada saat mendaftar wajib menyerahkan:<br />a. surat pencalonan yang ditandatangani oleh pasangan calon perseorangan;<br />b. berkas dukungan dalam bentuk pernyataan dukungan yang dilampiri dengan fotokopi Kartu Tanda Penduduk atau surat keterangan tanda penduduk;<br />c. surat pernyataan tidak akan mengundurkan diri sebagai pasangan calon;<br />d. surat pernyataan kesanggupan mengundurkan diri dari jabatan apabila terpilih menjadi kepala daerah atau wakil kepala daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan;<br />e. surat pernyataan mengundurkan diri dari jabatan negeri bagi calon yang berasal dari pegawai negeri sipil, anggota Tentara Nasional Indonesia, dan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia;<br />f. surat pernyataan nonaktif dari jabatannya bagi pimpinan DPRD tempat yang bersangkutan menjadi calon kepala daerah dan wakil kepala daerah di daerah wilayah kerjanya;<br />g. surat pembericahuan kepada pimpinan bagi anggota DPR, DPD, dan DPRD yang mencalonkan diri sebagai calon kepala daerah dan wakil kepala daerah;<br />h. kelengkapan persyaratan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58; dan<br />i. visi, misi, dan program dari pasangan calon secara tertulis.<br />(5b) Dukungan sebagaimana dimaksud pada ayat (5a) huruf b hanya diberikan kepada satu pasangan calon perseorangan.<br />(6) Partai politik atau gabungan partai politik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat mengusulkan satu pasangan calon dan pasangan calon tersebut tidak dapat diusulkan lagi oleh partai politik atau gabungan partai politik lainnya.<br />(7) Masa pendaftaran pasangan calon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama 7 (tujuh) hari terhitung sejak pengumuman pendaftaran pasangan calon.<br />6. Di antara Pasal 59 dan Pasal 60 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 59A, yang berbunyi sebagai berikut:<br /><br />Pasal 59A<br />(1) Verifikasi dan rekapitulasi dukungan calon perseorangan untuk pemilihan gubernur/wakil gubernur dilakukan oleh KPU provinsi yang dibantu oleh KPU kabupaten/kota, PPK, dan PPS.<br />(2) Verifikasi dan rekapitulasi dukungan calon perseorangan untuk pemilihan bupati/wakil bupati dan walikota/wakil walikota dilakukan oleh KPU kabupaten/kota yang dibantu oleh PPK dan PPS.<br />(3) Bakal pasangan calon perseorangan untuk pemilihan bupati/wakil bupati dan walikota/wakil walikota menyerahkan daftar dukungan kepada PPS untuk dilakukan verifikasi paling lambat 21 (dua puluh satu) hari sebelum waktu pendaftaran pasangan calon dimulai.<br />(4) Bakal pasangan calon perseorangan untuk pemilihan gubernur/wakil gubernur menyerahkan daftar dukungan kepada PPS untuk dilakukan verifikasi paling lambat 28 (dua puluh delapan) hari sebelum waktu pendaftaran pasangan calon dimulai.<br />(5) Verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) dilakukan paling lama 14 (empat belas) hari sejak dokumen dukungan bakal pasangan calon perseorangan diserahkan.<br />(6) Hasil verifikasi dukungan calon perseorangan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dituangkan dalam berita acara, yang selanjutnya diteruskan kepada PPK dan salinan hasil verifikasi disampaikan kepada bakal pasangan calon.<br />(7) PPK melakukan verifikasi dan rekapitulasi jumlah dukungan bakal pasangan calon untuk menghindari adanya seseorang yang memberikan dukungan kepada lebih dari satu bakal pasangan calon dan adanya informasi manipulasi dukungan yang dilaksanakan paling lama 7 (tujuh) hari.<br />(8) Hasil verifikasi dan rekapitulasi dukungan calon perseorangan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dituangkan dalam berita acara yang selanjutnya diteruskan kepada KPU kabupaten/kota dan salinan hasil verifikasi clan rekapitulasi disampaikan kepada bakal pasangan calon.<br />(9) Dalam pemilihan bupati/wakil bupati dan walikota/wakil walikota, salinan hasil verifikasi dan rekapitulasi sebagaimana dimaksud pada ayat (8) dipergunakan oleh bakal pasangan calon dari perseorangan sebagai bukti pemenuhan persyaratan dukungan pencalonan.<br />(10) KPU kabupaten/kota melakukan verifikasi dan rekapitulasi jumlah dukungan bakal pasangan calon untuk menghindari adariya seseorang yang memberikan dukungan kepada lebih dari satu bakal pasangan calon dan adanya informasi manipulasi dukungan yang dilaksanakan paling lama 7 (tujuh) hari.<br />(11) Hasil verifikasi dan rekapitulasi dukungan calon perseorangan sebagaimana dimaksud pada ayat (10) dituangkan dalam berita acara yang selanjutnya diteruskan kepada KPU provinsi dan salinan hasil verifikasi dan rekapitulasi disampaikan kepada bakal pasangan calon untuk dipergunakan sebagai bukti pemenuhan persyaratan jumlah dukungan untuk pencalonan pernilihan gubernur/wakil gubernur.<br />7. Ketentuan Pasal 60 ayat (2), ayat (4), dan ayat (5) diubah, dan di antara ayat (3) dan ayat (4) disisipkan 3 (tiga) ayat, yakni ayat (3a), ayat (3b) dan ayat (3c), serta ditambah 1 (satu) ayat, yakni ayat (6), sehingga Pasal 60 berbunyi sebagai berikut:<br /><br />Pasal 60<br />(1) Pasangan calon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (1) diteliti persyaratan administrasinya dengan melakukan klarifikasi kepada instansi pemerintah yang berwenang dan menerima masukan dari masyarakat terhadap persyaratan pasangan calon.<br />(2) Hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberitahukan secara tertulis kepada calon partai politik dengan tembusan pimpinan partai politik, gabungan partai politik yang mengusulkan, atau calon perseorangan paling lama 21 (dua puluh satu) hari terhitung sejak tanggal penutupan pendaftaran,<br />(3) Apabila pasangan calon partai politik atau gabungan partai politik belum memenuhi syarat atau ditolak karena tidak memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 dan/atau Pasal 59 ayat (5), partai politik atau gabungan partai politik yang mengajukan calon diberi kesempatan untuk melengkapi dan/atau memperbaiki surat pencalonan beserta persyaratan pasangan calon atau mengajukan calon baru paling lama 7 (tujuh) hari sejak saat pemberitahuan hasil penelitian persyaratan oleh KPU provinsi dan/atau KPU kabupaten/ kota.<br />(3a) Apabila belum memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 dan Pasal 59 ayat (5a) huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf f, huruf g, huruf h, dan huruf i, calon perseorangan diberi kesempatan untuk melengkapi dan/atau memperbaiki surat pencalonan beserta persyaratan pasangan calon paling lama 7 (tujuh) hari sejak saat pemberitahuan hasil penelitian persyaratan oleh KPU provinsi dan/atau KPU kabupaten/kota.<br />(3b) Apabila belum memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (5a) huruf a, calon perseorangan diberi kesempatan untuk melengkapi dan/atau memperbaiki surat pencalonan beserta persyaratan pasangan calon paling lama 14 (empat belas) hari sejak saat pemberitahuan hasil penelitian persyaratan oleh KPU provinsi dan/atau KPU kabupaten/kota.<br />(3c) Apabila calon perseorangan ditolak oleh KPU provinsi dan/atau KPU kabupaten/kota karena tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 atau Pasal 59 ayat (5a), pasangan calon tidak dapat mencalonkan kembali.<br />(4) KPU provinsi dan/atau KPU kabupaten/kota melakukan penelitian ulang tentang kelengkapan dan/atau perbaikan persyaratan calon sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ayat (3a), dan ayat (3b) sekaligus memberitahukan hasil penelitian tersebut paling lama 14 (empat belas) hari kepada pimpinan partai politik atau gabungan partai politik yang mengusulkannya atau calon perseorangan.<br />(5) Apabila hasil penelitian berkas calon sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak memenuhi syarat dan ditolak oleh KPU provinsi dan/atau KPU kabupaten/kota, partai politik, gabungan partai politik, atau calon perseorangan tidak dapat lagi mengajukan calon,<br />(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penelitian persyaratan administrasi pasangan calon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan KPU.<br />8. Ketentuan Pasal 62 ayat (1) diubah, dan di antara ayat (1) dan ayat (2) disisipkan 3 (tiga) ayat, yakni ayat (la), ayat (Ib), dan ayat (Ic), serta ditambah 1 (satu) ayat, yakni ayat (3), sehingga Pasal 62 berbunyi sebagai berikut:<br /><br />Pasal 62<br />(1) Partai politik atau gabungan partai politik dilarang menarik calonnya dan/atau pasangan calonnya serta pasangan calon atau salah seorang dari pasangan calon dilarang mengundurkan diri terhitung sejak ditetapkan sebagai pasangan calon oleh KPU provinsi dan/atau KPU kabupaten/kota,<br />(1a) Pasangan calon perseorangan atau salah seorang di antaranya dilarang mengundurkan diri terhitung sejak ditetapkan sebagai pasangan calon oleh KPU provinsi dan/atau KPU kabupaten/kota,<br />(1b) Pasangan calon perseorangan atau salah seorang di antaranya yang mengundurkan diri sebagaimana dimaksud pada ayat (1a) dikenai sanksi tidak dapat mencalonkan diri atau dicalonkan oleh partai politik/gabungan partai politik sebagai calon kepala daerah/wakil kepala daerah untuk selamanya di seluruh wilayah Republik Indonesia.<br />(1c) Apabila pasangan calon perseorangan atau salah seorang di antaranya mengundurkan diri sebagaimana dimaksud pada ayat (1a) setelah ditetapkan oleh KPU sebagai pasangan calon sehingga tinggal 1 (satu) pasang calon, pasangan calon tersebut dikenai sanksi sebagaimana diatur pada ayat (1b) dan denda sebesar Rp20.000.000.000,00 (dua puluh miliar rupiah).<br />(2) Apabila partai politik atau gabungan partai politik menarik calonnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), partai politik atau gabungan partai politik yang mencalonkan tidak dapat mengusulkan calon pengganti.<br />(3) Apabila pasangan calon perseorangan atau salah seorang di antaranya mengundurkan diri sebagaimana dimaksud pada ayat (1a), pasangan calon perseorangan dimaksud dinyatakan gugur dan tidak dapat diganti pasangan calon perseorangan lain.<br />9. Ketentuan Pasal 63 ayat (1) dan ayat (3) diubah, dan di antara ayat (1) dan ayat (2) disisipkan 2 (dua) ayat, yakni ayat (la) dan ayat (Ib), serta ditambah 4 (empat) ayat, yakni ayat (4), ayat (5), ayat (6), dan ayat (7), sehingga Pasal 63 berbunyi sebagai berikut:<br /><br />Pasal 63<br />(1) Dalam hal salah satu calon atau pasangan calon meninggal dunia sejak penetapan calon sampai pada saat dimulainya hari kampanye, partai politik atau gabungan partai politik yang pasangan calonnya meninggal dunia clapat mengusulkan pasangan calon pengganti paling lama 3 (tiga) hari sejak pasangan calon meninggal dunia,<br />(1a) KPU provinsi dan/atau KPU kabupateri/kota melakukan penelitian persyaratan administrasi pasangan calon pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan menetapkannya paling lama 4 (empat) hari terhitung sejak tanggal pendaftaran,<br />(1b) Dalam hal salah seorang dari atau pasangan calon meninggal dunia sejak penetapan calon sampai pada saat dimulainya hari kampanye sehingga jumlah pasangan calon kurang dari 2 (dua) pasangan, KPU provinsi dan/atau KPU kabupaten/kota membuka kembali pendaftaran pengajuan pasangan calon paling lama 10 (sepuluh) hari,<br />(2) Dalam hal salah satu calon atau pasangan calon meninggal dunia pada saat dimulainya kampanye sampai hari pemungutan suara dan masih terdapat 2 (dua) pasangan calon atau lebih, tahapan pelaksanaan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah dilanjutkan dan pasangan calon yang meninggal dunia tidak dapat diganti serta dinyatakan gugur,<br />(3) Dalam hal salah seorang atau pasangan calon partai politik atau gabungan partai politik meninggal dunia pada saat dimulainya kampanye sampai hari pemungutan suara, calon kurang dari 2 (dua) pasangan tahapan pelaksanaan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah ditunda paling lama 60 (enam puluh) hari.<br />(4) Partai politik atau gabungan partai politik yang pasangan calonnya meninggal dunia sebagaimana dimaksud pada ayat (3) mengusulkan pasangan calon pengganti paling lama 7 (tujuh) hari sejak pasangan calon meninggal dunia.<br />(5) KPU provinsi dan/atau KPU kabupaten/kota melakukan penelitian persyaratan administrasi usulan pasangan calon pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan menetapkannya paling lama 21 (dua puluh satu) hari terhitung sejak pendaftaran pasangan calon pengganti.<br />(6) Dalam hal salah seorang atau pasangan calon perseorangan berhalangan tetap pada saat dimulainya kampanye sampai dengan hari pemungutan suara sehingga jumlah pasangan calon kurang dari 2 (dua) pasangan, tahapan pelaksanaan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah ditunda paling lama 60 (enam puluh) hari.<br />(7) KPU provinsi dan/atau KPU kabupaten/kota membuka kembali pendaftaran pengajuan pasangan calon perseorangan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) paling lama 30 (tiga puluh) hari.<br />10. Ketentuan Pasal 64 ayat (2) diubah, dan ditambah 1 (satu) ayat, yakni ayat (3), sehingga Pasal 64 berbunyi sebagai berikut;<br /><br />Pasal 64<br />(1) Dalam hal salah seorang atau pasangan calon berhalangan tetap setelah pemungutan suara putaran pertama sampai dimulainya hari pemungutan suara putaran kedua, tahapan pelaksanaan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah ditunda paling lama 30 (tiga puluh) hari.<br />(2) Partai politik atau gabungan partai politik yang pasangan calonnya berhalangan tetap mengusulkan pasangan calon pengganti paling lambat 3 (tiga) hari sejak pasangan calon berhalangan tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan KPU provinsi dan/atau KPU kabupaten/kota melakukan penelitian persyaratan administrasi dan menetapkan pasangan calon pengganti paling lama 4 (empat) hari terhitung sejak pendaftaran pasangan calon pengganti.<br />(3) Dalam hal salah seorang atau pasangan calon perseorangan berhalangan tetap pada saat dimulainya pemungutan suara putaran kedua sehingga jumlah pasangan calon kurang dari 2 (dua) pasangan, KPU provinsi dan/atau KPU kabupaten/kota menetapkan pasangan yang memperoleh suara terbanyak ketiga pada putaran pertama sebagai pasangan calon untuk putaran kedua.<br />11. Ketentuan Pasal 75 ayat (3) diubah, sehingga Pasal 75 berbunyi sebagai berikut:<br /><br />Pasal 75<br />(1) Kampanye dilaksanakan sebagai bagian dari penyelenggaraan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah.<br />(2) Kampanye sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan selama 14 (empat belas) hari dan berakhir 3 (tiga) hari sebelura hari pemungutan suara.<br />(3) Kampanye sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan oleh tim kampanye yang dibentuk oleh pasangan calon bersama-sama partai politik atau gabungan partai politik yang mengusulkan atau oleh pasangan calon perseorangan,<br />(4) Tim kampanye sebagaimana dimaksud pada ayat (3) didaftarkan ke KPU provinsi dan/atau KPU kabupaten/kota bersamaan dengan pendaftaran pasangan calon.<br />(5) Kampanye sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara bersama-sama atau secara terpisah oleh pasangan calon dan/atau oleh tim kampanye,<br />(6) Penanggung jawab kampanye adalah pasangan calon, yang pelaksanaannya dipertanggungjawabkan oleh tim kampanye.<br />(7) Tim kampanye dapat dibentuk secara berjenjang di provinsi, kabupaten/kota bagi pasangan calon gubernur dan wakil gubernur dan kabupaten/kota dan kecamatan bagi pasangan calon bupati/wakil bupati dan walikota/wakil walikota.<br />(8) Dalam kampanye, rakyat mempunyai kebebasan untuk menghadiri kampanye.<br />(9) Jadwal pelaksanaan kampanye ditetapkan oleh KPU provinsi dan/atau KPU kabupaten/kota dengan memperhatikan usul dari pasangan calon.<br />12. Ketentuan Pasal 107 ayat (2) dan ayat (4) diubah, sehingga Pasal 107 berbunyi sebagai berikut:<br /><br />Pasal 107<br />(1) Pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah yang memperoleh suara lebih dari 50 % (lima puluh persen) jumlah suara sah ditetapkan sebagai pasangan calon terpilih.<br />(2) Apabila ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak terpenuhi, pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah yang memperoleh suara lebih dari 30% (tiga puluh persen) dari jumlah suara sah, pasangan calon yang perolehan suaranya terbesar dinyatakan sebagai pasangan calon terpilih.<br />(3) Dalam hal pasangan calon yang perolehan suara terbesar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdapat lebih dari satu pasangan calon yang perolehan suaranya sama, penentuan pasangan calon terpilih dilakukan berdasarkan wilayah perolehan suara yang lebih luas,<br />(4) Apabila ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak terpenuhi, atau tidak ada yang mencapai 30% (tiga puluh persen) dari jumlah suara sah, dilakukan pemilihan putaran kedua yang diikuti oleh pemenang pertama dan pemenang kedua.<br />(5) Apabila pemenang pertama sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diperoleh dua pasangan calon, kedua pasangan calon tersebut berhak mengikuti pemilihan putaran kedua.<br />(6) Apabila pemenang pertama sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diperoleh oleh tiga pasangan calon atau lebih, penentuan peringkat pertama dan kedua dilakukan berdasarkan wilayah perolehan suara yang lebih luas.<br />(7) Apabila pemenang kedua sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diperoleh oleh lebih dari satu pasangan calon, penentuannya dilakukan berdasarkan wilayah perolehan suara yang lebih luas.<br />(8) Pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah yang memperoleh suara terbanyak pada putaran kedua dirtyatakan sebagai pasangan calon terpilih.<br />13. Di antara ayat (5) dan ayat (6) Pasal 108 disisipkan 1 (satu) ayat, yakni ayat (5a), sehingga Pasal 108 berbunyi sebagai berikut:<br /><br />Pasal 108<br />(1) Dalam hai calon wakil kepala daerah terpilih berhalangan tetap, calon kepala daerah terpilih dilantik menjadi kepala daerah.<br />(2) Kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengusulkan dua calon wakil kepala daerah kepada DPRD untuk dipilih,<br />(3) Dalam hal calon kepala daerah terpilih berhalangan tetap, calon wakil kepala daerah terpilih dilantik menjadi kepala daerah.<br />(4) Kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) mengusulkan dua calon wakil kepala daerah kepada DPRD untuk dipilih.<br />(5) Dalam hal pasangan calon terpilih berhalangan tetap, partai politik, gabungan partai politik yang pasangan calonnya meraih suara terbanyak pertama dan kedua mengusulkan pasangan calon kepada DPRD untuk dipilih menjadi kepala daerah dan wakil kepala daerah selambat-lambatnya dalam waktu 60 (enam puluh) hari.<br />(5a) Dalam hal pasangan calon terpilih dari calon perseorangan berhalangan tetap, pasangan calon yang meraih suara terbanyak kedua dan ketiga diusulkan KPU provinsi dan/atau KPU kabupaten/kota kepada DPRD untuk dipilih menjadi kepala daerah dan wakil kepala daerah paling lama 30 (tiga puluh) hari,<br />(6) Untuk memilih wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (4), pemilihannya dilakukan selambat-lambatnya dalam waktu 60 (enam puluh) hari.<br />14. Ketentuan Pasal 115 ditambah 3 (tiga) ayat, yakni ayat (7), ayat (8), dan ayat (9), sehingga Pasal 115 berbunyi sebagai berikut:<br /> (1) Setiap orang yang dengan sengaja memberikan keterangan yang tidak benar mengenai diri sendiri atau diri orang lain tentang suatu hal yang diperlukan untuk pengisian daftar pemilih, diancam dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan dan denda paling sedikit Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah) dan paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).<br />(2) Setiap orang yang dengan sengaja menyebabkan orang lain kehilangan hak pilihnya dan orang yang kehilangan hak pilihnya tersebut mengadukan, diancam dengan pidana penjara paling singkat 12 (dua belas) bulan dan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dan denda paling sedikit Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) dan paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah).<br />(3) Setiap orang yang dengan sengaja memalsukan surat yang menurut suatu aturan dalarn Undang-Undang ini diperlukan untuk menjalankan suatu perbuatan dengan maksud untuk digunakan sendiri atau orang lain sebagai seolah-oHh surat sah atau tidak dipalsukan, diancam dengan pidana penjara paling singkat 36 (tiga puluh enam) bulan dan paling lama 72 (tujuh puluh dua) bulan dan denda paling sedikit Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah) dan paling banyak Rp72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah).<br />(4) Setiap orang yang dengan sengaja dan mengetahui bahwa suatu surat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) adalah tidak sah atau dipalsukan, menggunakannya, atau menyuruh orang lain menggunakannya sebagai surat sah, diancam dengan pidana penjara paling singkat 36 (tiga puluh enam) bulan dan paling lama 72 (tujuh puluh dua) bulan dan denda paling sedikit Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah) dan paling banyak Rp72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah).<br />(5) Setiap orang yang dengan kekerasan atau dengan ancaman kekuasaan yang ada padanya saat pendaftaran pemilih menghalang-halangi seseorang untuk terdaftar sebagai pemilih dalam pemilihan kepala daerah menurut Undang-Undang ini, diancam dengan pidana penjara paling singkat 12 (dua belas) bulan dan paling lama 36 (tiga puluh enam) bulan dan denda paling sedikit Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) dan paling banyak Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah).<br />(6) Setiap orang yang dengan sengaja memberikan keterangan yang tidak benar atau menggunakan surat palsu seolah-olah sebagai surat yang sah tentang suatu hal yang diperlukan bagi persyaratan untuk menjadi pasangan calon kepala daerah/wakil kepala daerah, diancam dengan pidana penjara paling singkat 36 (tiga puluh enam) bulan dan paling lama 72 (tujuh puluh dua) bulan dan denda paling sedikit Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah) dan paling banyak Rp72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah).<br />(7) Setiap orang yang dengan sengaja memberikan keterangan yang tidak benar atau menggunakan identitas diri palsu untuk mendukung bekal pasangan calon perseorangen kepala daerah dan wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 diancam dengan pidana penjara paling singkat 12 (dua belas) bulan dan paling lama 36 (tiga puluh enam) bulan dan denda paling sedikit Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) dan paling banyak Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah).<br />(8) Anggota PPS, anggota PPK, anggota KPU kabupaten/kota, dan anggota KPU provinsi yang dengan sengaja memalsukan daftar dukungan terhadap calon perseorangan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, diancam dengan pidana penjara paling singkat 36 (tiga puluh enam) bulan dan paling lama 72 (tujuh puluh dua) bulan dan denda paling sedikit Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah) dan paling banyak Rp72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah).<br />(9) Anggota PPS, anggota PPK, anggota KPU kabupaten/kota, dan anggota KPU provinsi yang dengan sengaja tidak melakukan verifikasi dan rekapitulasi terhadap calon perseorangan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, diancam dengan pidana penjara paling singkat 36 (tiga puluh enam) bulan dan paling lama 72 (tujuh puluh dua) bulan dan denda paling sedikit Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah) dan paling banyak Rp72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah).<br />15. Ketentuan Pasal 233 ayat (1) dihapus, ayat (2) diubah, dan ditambah 1 (satu) ayat, yakni ayat (3), sehingga Pasal 233 berbunyi sebagai berikut:<br /><br />Pasal 233<br />(1) Dihapus.<br />(2) Pemungutan suara dalam pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah yang masa jabatannya berakhir pada bulan November 2008 sampai dengan bulan Juli 2009 diselenggarakan berdasarkan Undang-Undang ini paling lama pada bulan Oktober 2008.<br />(3) Dalam hal terjadi pemilihan kepala daerah putaran kedua, pemungutan suara diselenggarakan paling lama pada bulan Desember 2008.<br />16. Ketentuan Pasal 235 diubah dan ditambah 1 (satu) ayat, yakni ayat (2), sehingga Pasal 235 berbunyi sebagai berikut:<br /><br />Pasal 235<br />(1) Pemungutan suara dalam pemilihan gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, serta walikota dan wakil walikota dalam satu daerah yang sama yang berakhir masa jabatannya pada tahun 2008 sampai dengan Juli 2009 dapat diselenggarakan pada hari dan tanggal yang sama.<br />(2) Pemungutan suara dalam pemilihan gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, serta walikota dan wakil walikota dalam satu daerah yang sama yang berakhir masa jabatannya dalam kurun waktu 90 (sembilan puluh) hari, setelah bulan Juli 2009 diselenggarakan pada hari dan tanggal yang sama.<br />17. Di antara Pasal 236 dan Pasal 237 disisipkan 3 (tiga) pasal, yakni Pasal 236A, Pasal 236B, dan Pasal 236C, yang berbunyi sebagai berikut:<br /><br />Pasal 236A<br />Dalam hal penyelenggaraan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah akan berlangsung sebelum terbentuknya panitia pengawas pemilihan oleh Badan Pengawas Pemilu, DPRD berwenang membentuk panitia pengawas pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah,<br />Pasal 236B<br />Pada saat berlakunya Undang-Undang ini, kepala daerah/wakil kepala daerah yang sudah terdaftar sebagai calon kepala daerah/wakil kepala daerah tidak mengundurkan diri dan jabatannya.<br /><br />Pasal 236C<br />Penanganan sengketa hasil penghitungan suara pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah oleh Mahkamah Agung dialihkan kepada Mahkamah Konstitusi paling lama 18 (delapan belas) bulan sejak Undang-Undang ini diundangkan.<br />18. Di antara Pasal 239 dan Pasal 240 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 239A, yang berbunyi sebagai berikut:<br /><br />Pasal 239A<br />Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semua ketentuan dalam peraturan perundang-undangan yang bertentangan dengan Undang-Undang ini dinyatakan tidak berlaku.<br /><br />Pasal II<br />Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.<br />Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.<br /><br /> Disahkan di Jakarta <br /> pada tanggal 28 April 2008 <br /> PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,<br />ttd.<br /> DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO<br /><br /><br />Diundangkan di Jakarta <br />pada tanggal 28 April 2008 <br />MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,<br />ttd.<br />ANDI MATTALATTA<br /><br /><br />LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2008 NOMOR 59<br /><br />Salinan sesuai dengan aslinya <br />SEKRETARIAT NEGARA RI<br />Kepala Biro Peraturan Perundang-undangan Bidang Politik dan Kesejahteraan Rakyat,<br /><br />ttd.<br /><br />Wisnu Setiawan<br /> <br />PENJELASAN<br />ATAS<br />UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA <br />NOMOR 12 TAHUN 2008<br />TENTANG<br />PERUBAHAN KEDUA ATAS <br />UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 <br />TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH<br /><br />I. UMUM<br />Sebagaimana diamanatkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah provinsi dan aaerah provinsi dibagi lagi atas daerah kabupaten dan kota, yang masing-masing sebagai daerah otoncm, Sebagai daerah otonom, daerah provinsi dan kabupaten/kota merailiki pemerintahan daerah yang melaksanakan fungsi-fungsi pemerintahan daerah, yakni Pemerintah Daerah dan Dewan Perv/akilan Rakyat Daerah (DPRD), Kepala Daerah adalah Kepala Pemerintah Daerah baik di daerah provinsi maupun kabupaten/kota, yang merupakan eksekutif di daerah, sedangkan DPRD baik di daerah provinsi maupun daerah kabupaten/kota merupakan lembaga legislatif daerah.<br />Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah diterapkan prinsip demokrasi. Sesuai dengan Pasal 18 ayat (4) UUD 1945, kepala daerah dipilih secara demokratis, Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, diatur mengenai pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah yang dipilih secara langsung oleh rakyat yang diajukan oleh partai politik atau gabungan partai politik.<br />Berdasarkan perkembangan hukum dan politik untuk mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan daerah yang lebih efektif dan akuntabel sesuai dengan aspirasi masyarakat, pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah perlu dilakukan secara lebih terbuka dengan melibatkan partisipasi masyarakat, Oleh karena itu penyelenggaraan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, perlu dilakukan perubahan dengan memberikan kesempatan bagi calon perseorangan untuk ikut serta dalam pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah.<br /><br />II. PASAL DEMI PASAL<br /><br />Pasal I<br />Angka 1<br />Pasal 26<br />Ayat (1)<br />Huruf a<br />Cukup jelas.<br />Huruf b<br />Yang dimaksud deagan instansi vertikal di daerah dalam huruf b ini adalah perangkat departemen dan/atau lembaga pemerintah non departemen yang mengurus urusan pemerintahan yang tidak diserahkan kepada daerah dalam wilayah tertentu dalam rangka dekonsentrasi,<br />Huruf c<br />Cukup jelas,<br />Huruf d<br />Cukup jelas,<br />Huruf e<br />Cukup jelas.<br />Huruf f<br />Cukup jelas,<br /><br />Huruf g<br />Cukup jelas.<br />Ayat (2)<br />Cukup jelas,<br />Ayat (3)<br />Cukup jelas.<br />Ayat (4)<br />Cukup jelas.<br />Ayat (5)<br />Cukup jelas.<br />Ayat (6)<br />Cukup jelas.<br />Ayat (7)<br />Cukup jelas.<br />Angka 2<br />Pasal 42<br />Ayat (1) <br />Huruf a<br />Yang dimaksud dengan "membentuk" dalam ketentuan ini adalah termasuk pengajuan Rancangan Perda sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004.<br />Huruf b<br />Cukup jelas.<br />Huruf c<br />Cukup jelas,<br />Huruf d<br />Cukup jelas.<br />Huruf e<br />Cukup jelas,<br />Huruf f<br />Yang dimaksud dengan "perjanjian internasional” dalam ketentuan ini adalah perjanjian antar Pemerintah dengan pihak luar negeii yang terkait dengan kepentingan daerah.<br />Huruf g<br />Yang dimaksud dengan "kerja sama internasionar dalam ketentuan mi adalah kerja sama daerah dengan pihak luar negeri yang nieliputi kerja sama Kabupaten/Kota "kembar", kerja sama teknik termasuk bantuan kemanusiaan, kerja sama penerusan pinjaman/hibah, kerja sama penyertaan modal dan kerja sama lainnya sesuai dengan peraturan perundangan.<br />Huruf h<br />Yang dimaksud dengan "laporan keterangan pertanggungjawaban" dalam ketentuan ini adalah laporan yang disampaikan oleh kepala daerah setiap tahun dalam sidang Paripurna DPRD yang berkaitan dengan penyelenggaraan tugas otonomi dan tugas pembantuan,<br />Huruf i<br />Dihapus,<br />Huruf j<br />Cukup jelas,<br />Huruf k<br />Cukup jelas.<br />Ayat (2)<br />Yang dimaksud dengan "tugas dan wewenang" sebagaimana yang diatur pada ayat (2) antara lain Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara,<br /><br />Angka 3<br />Pasal 56<br />Cukup jelas,<br />Angka 4<br />Pasal 58<br />Huruf a<br />Yang dimaksud dengan "bertakwa" dalam ketentuan ini dalam arti taat menjalankan kcwajiban agamanya,<br />Huruf b<br />- Yang dimaksud dengan "setia" dalam ketentuan ini adalah tidak pernah terlibat gerakan separatis, tidak pernah melakukan gerakan secara inkonstitusional atau dengan kekerasan untuk mengubah Dasar Negara serta tidak pernah melanggar Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945.<br />- Yang dimaksud dengan "setia kepada pemerintah" dalam ketentuan ini adalah yang mengakui pemerintah yang sah menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,<br />Huruf c<br />Yang dimaksud dengan "sekolah lanjutan tingkat atas dan/atau sederajat" dalam ketentuan ini dibuktikan dengan surat tanda tamat belajar yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang.<br />Huruf d<br />Cukup jelas,<br />Huruf e<br />Cukup jelas,<br />Huruf f<br />Cukup jelas,<br />Huruf g<br />Cukup jelas.<br />Huruf h<br />Ketentuan ini tidak dimaksudkan harus dengan memiliki Kartu Tanda Penduduk daerah yang bersangkutan,<br />Huruf i<br />Cukup jelas.<br />Huruf j<br />Cukup jelas.<br />Huruf k<br />Cukup jelas,<br />Huruf l<br /> Dihapus.<br />Huruf m<br />Cukup jelas.<br />Huruf n<br />Cukup jelas.<br />Huruf o<br />Cukup jelas.<br />Huruf p<br />Cukup jelas.<br />Huruf q<br />Pengunduran diri dari jabatannya berlaku bagi:<br />a. kepala daerah yang akan mencalonkan diri atau dicalonkan menjadi kepala daerah di daerah sendiri atau di daerah lain;<br />b. wakil kepala daerah yang akan mencalonkan diri atau dicalonkan menjadi kepala daerah di daerah sendiri atau di daerah lain;<br />c. wakil kepala daerah yang akan mencalonkan diri atau dicalonkan menjadi wakil kepala daerah di daerah sendiri atau di daerah lain;<br />d. bupati atau walikota yang akan mencalonkan diri atau dicalonkan menjadi gubernur atau wakil gubernur; dan<br />e. wakil bupati atau wakil walikota yang akan mencalonkan diri atau dicalonkan menjadi gubernur atau wakil gubernur.<br />Pengunduran diri gubernur dan wakil gubernur dibuktikan dengan menyerahkan surat ptrnyataan pengunduran diri yang tidak dapat ditarik kembali disertai dengan surat persetujuan Menteri Dalam Negeri atas nama Presiden, sedangkan keputusan Presiden tentang pemberhentian yang bersangkutan sebagai kepala daerah/wakil kepala daerah disampaikan kepada KPU provinsi selambat-lambatnya pada saat ditetapkan sebagai calon gubernur dan wakil gubernur,<br />Pengunduran diri bupati/wakil bupati dan walikota/wakil walikota dibuktikan dengan menyerahkan surat pernyataan pengunduran diri yang tidak dapat ditarik kembali disertai dengan surat persetujuan Menteri Dalam Negeri, sedangkan keputusan Menteri Dalam Negeri tentang pemberhentian yang bersangkutan sebagai kepala daerah/wakil kepala daerah disampaikan kepada KPU kabupaten/kota selambat-lambatnya pada saat ditetapkan sebagai calon bupati/wakil bupati dan walikota/wakil walikota.<br /><br />Angka 5<br />Pasal 59<br />Ayat (1) <br />Huruf a<br />Yang dimaksud dengan "pasangan calon" adalah calon kepala daerah dan wakil kepala daerah secara berpasangan sebagai satu kesatuan.<br />Huruf b<br />Yang dimaksud dengan "pasangan calon" adalah calon kepala daerah dan wakil kepala daerah secara berpasangan sebagai satu kesatuan.<br />Ayat (2)<br />Cukup jelas.<br />Ayat (2a)<br />Cukup jelas.<br />Ayat (2b)<br />Cukup jelas.<br />Ayat (2c)<br />Cukup jelas.<br />Ayat (2d)<br />Cukup jelas.<br />Ayat (2e)<br />Cukup jelas.<br />Ayat (3) <br />Dihapus.<br />Ayat (4)<br />Cukup jelas.<br />Ayat (4a)<br />Cukup jelas.<br />Ayat (5)<br />Huruf a<br /> Yang dimaksud dengan “pimpinan partai politik” adalah ketua dan sekretaris partai politik atau sebutan pimpinan lainnya sesuai dengan kewenangan berdasarkan anggaran dasar/anggaran rumah tangga partai politik yang bersangkutan, sesuai dengan tingkat daerah pencalonannya,<br />Huruf b<br />Cukup jelas.<br /><br />Huruf c<br />Cukup jelas.<br />Huruf d<br />Cukup jelas.<br />Huruf e<br />Cukup jelas,<br />Huruf f<br />Cukup jelas.<br />Huruf g<br />Cukup jelas,<br />Huruf h<br />Cukup jelas.<br />Huruf i<br />Cukup jelas.<br />Huruf j<br />Cukup jelas.<br />Huruf k<br />Cukup jelas.<br />Ayat (5a)<br />Cukup jelas,<br />Ayat (5b)<br />Cukup jelas,<br />Ayat (6)<br />Cukup jelas.<br />Ayat (7)<br /><br />Angka 6<br />Pasal 59A<br />Ayat (1)<br />Yang dimaksud dengan "verifikasi" adalah penelitian keabsahan surat pernyataan dukungan, fotokopi kartu tanda penduduk atau surat keterangan tanda penduduk, pembuktian tidak adanya dukungan ganda, tidak adanya pendukung yang telah meninggal dunia, tidak adanya pendukung yang sudah tidak lagi menjadi penduduk di wilayah yang bersangkutan, atau tidak adanya pendukung yang tidak mempunyai hak pilih.<br />Ayat (2)<br />Cukup jelas.<br />Ayat (3)<br />Cukup jelas.<br />Ayat (4)<br />Cukup jelas.<br />Ayat (5)<br />Cukup jelas.<br />Ayat (6)<br />Hasil verifikasi mencantumkan jumlah dukungan yang memenuhi persyaratan.<br />Ayat (7)<br />Cukup jelas.<br />Ayat (8)<br />Cukup jelas.<br />Ayat (9)<br />Cukup jelas.<br />Ayat (10)<br />Cukup jelas.<br />Ayat (11)<br />Cukup jelas.<br /> <br />Angka 7<br />Pasal 60<br />Cukup jelas.<br />Angka 8<br />Pasal 62<br />Cukup jelas.<br />Angka 9<br />Pasal 63<br />Cukup jelas.<br />Angka 10<br />Pasal 64<br />Cukup jelas.<br />Angka 11<br />Pasal 75<br />Cukup jelas.<br /><br />Angka 12<br />Pasal 107<br />Ayat (1)<br />Cukup jelas.<br />Ayat (2)<br />Cukup jelas.<br />Ayat (3)<br />- Yang dimaksud dengan peroleh suara yang lebih luas adalah pasangan calon yang unggul di lebih banyak jumlah kabupaten/kota untuk calon Gubernur dan wakil Gubernur, pasangan calon yang unggul di lebih banyak jumlah kecamatan untuk calon Bupati dan wakil Bupati, Walikota dan wakil Walikota,<br />- Apabila diperoleh persebaran yang sama pada tingkat kabupaten/kota untuk Gubernur dan wakil Gubernur, pasangan calon terpilih ditentukan berdasarkan persebaran tingkat kecamatan, kelurahan/ desa, dan seterusnya. Hal yang sama berlaku untuk penetapan pasangan calon Bupati dan wakil Bupati, Walikota dan wakil Walikota.<br />Ayat (4)<br />Cukup jelas.<br />Ayat (5)<br />Cukup jelas.<br />Ayat (6)<br />Cukup jelas.<br />Ayat (7)<br />Cukup jelas.<br />Ayat (8)<br />Cukup jelas.<br /><br />Angka 13<br />Pasal 108<br />Ayat (1)<br />Cukup jelas.<br />Ayat (2)<br />Cukup jelas.<br />Ayat (3)<br />Cukupjelas.<br />Ayat (4)<br />Cukup jelas.<br />Ayat (5)<br />Calon yang diajukan untuk dipilih oleh DPRD dalam ketentuan ini harus memenuhi persyaratan yang diatur dalam Undang-Undang ini,<br />Ayat (5a)<br />Yang dimaksud dengan "berhalangan tetap" adalah meninggal dunia, sakit permanen yang mengakibatkan baik fisik maupun mental tidak berfungsi secara normal yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter yang berwenang, dan/atau tidak diketahui keberadaannya.<br /><br />Angka 14<br />Pasal 115<br />Cukup jelas.<br /><br />Angka 15<br />Pasal 233<br />Ayat (1)<br />Dihapus.<br />Ayat (2)<br />Cukup jelas.<br />Ayat (3)<br />Cukup jelas.<br /><br />Angka 16<br />Pasal 235<br />Cukup jelas.<br /><br />Angka 17<br />Pasal 236A<br />Cukup jelas.<br />Pasal 236B<br />Cukup jelas.<br />Pasal 236C<br />Cukup jelas.<br /><br />Angka 18<br />Pasal 239A<br />Cukup jelas.<br /><br />Pasal II<br />Cukup jelas.<br /><br /><br />TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4844Adminhttp://www.blogger.com/profile/10477376997013121260noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7610405809989588058.post-77636252953610121452009-09-16T21:14:00.001-07:002009-09-29T01:20:54.131-07:00Langkah Mengukir PrestasiSetiap orang pada dasarnya memiliki potensi untuk unggul. Namun, pada kenyataannya betapa banyak pula orang yang cukup potensial, tetapi tidak pernah menjadi manusia unggul. Betapa banyak orang yang memiliki bakat terpendam dan tetap terpendam tidak tergali karena dia tidak tahu ilmu untuk mengoptimalkannya. Oleh karena itu, mungkin yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana caranya untuk menjadi orang yang berprestasi. Setidaknya ada lima hal yang dapat memacu seseorang menjadi pribadi prestasi, yakni sebagai berikut.<br /><br />1). Percepatan diri<br /><br />Salah satu kunci untuk memacu prestasi diri adalah kemampuan mengelola waktu. Orang yang unggul adalah orang yang berbuat lebih banyak dari orang lain dalam rentang waktu yang sama.<br />Yahya bin Hubairah, guru Ibnu Qayyim Al-Jauziah berkata: "Waktu adalah barang paling berharga untuk kau jaga. Menurutku, ia adalah barang yang paling mudah hilang darimu. Waktu adalah hidup kita. Orang bodoh adalah mereka yang di beri modal waktu, namun disia-siakan". Jadi, marilah kita mulai dari sekarang dalam waktu yang sama, tetapi isi berbeda!<br /><br />2). Sistem yang Kondusif<br /><br />Andaikata susah memiliki percepatan diri, maka kita harus masuk ke dalam sistem atau lingkungam yang membuat kita bisa bergerak lebih cepat.<br />Lembaga atau organisasi yang memiliki sistem yang unggul, banyak yang telah dapat membuktikan dirinya tampil dalam kehidupan bermasyarakat. Kalau ingin memiliki pribadi prestatif dan tangguh, pastikan untuk tidak salah dalam memilih pergaulan. Salah dalam memilih lingkungan, salah dalam memilih sistem, berarti telah salah dalam memilih kesuksesan. Oleh karena itu, carilah lingkungan yang baik, yang dapat mengatrol tata nilai kehidupan kita menjadi lebih baik.<br /><br />3). Berdaya saing positif<br /><br />Kiat menjadi unggul yang ketiga adalah memiliki naluri berdaya saing positif. Sebenarnya setiap orang memiliki naluri untuk berlomba-lomba dalam kebajikan.<br />Hal yang membuat kita terpuruk sebenarnya bukan musuh, melainkan kualitas dan kemampuan kita sendiri yang terbatas. Tidak perlu emosional, saingan adalah aset, bukan ancaman. Orang yang memili mental bersaing secara positif, justru akan menanggapi adanya saingan dengan senang hati, seolah dia mendapat sparring partner yang akan memacu kerja lebih berkualitas.<br />Sebuah ungkapan, "Lebih baik jadi juara kedua di antara para juara umum, daripada jadi juara pertama di antara yang lemah." Orang-orang yang suka iri hati, sebel, dongkol kepada prestasi orang lain, biasanya tidak akan unggul. Berani bersaing secara sehat dan positif adalah kunci menuju gerbang kesuksesan.<br /><br />4). Mampu Bersinergi (Berjamaah)<br /><br />Jika kita ingin unggul, nikmati hidup berjamaah. Kita harus senang hidup berjamaah dengan yang lain. Namun, tentu saja berjamaah dengan arti positif, karena adakalanya dalam berjamaah itu juga saling melemahkan, saling melumpuhkan.<br /><br />5). Manajemen Qalbu<br /><br />Tidak bisa tidak, bagi pribadi yang ingin unggul dan berprestasi, dia harus mampu mengendalikan suasana hatinya. Dalam organisasi misalnya, kita harus mampu mengelola konflik. Ingat, konflik bukan untuk di hindari atau di hilangkan. Konflik adalah untuk di kelola agar menjadi sebuah kekuatan yang positif. Banyak fakta membuktikan bahwa rubuhnya organisasi itu karena pengelolaan hati para pengurusnya kurang baik. Ingatlah pepatah, "Kekayaanku adalah hatiku, apapun yang engkau lakukan, yang penting adalah jangan kau curi hatiku."<br />Untuk dapat mengelola hati dengan baik, maka bekal yang utama adalah ilmu, ingatlah konsep perubahan. Seseorang itu berubah bukan karena tahu, tapi karena paham. Oleh karena itu, dari sekarang sisihkanlah waktu, tenaga, biaya untuk menggali ilmu. Ingat, upaya itu selain untuk tahu, adalah juga untuk paham. Setelah tahu ilmu, segera amalkan!<br /><br /><br />Sumber: Sebuah Nasihat Kecil, 2004 (dengan penyesuaian)Adminhttp://www.blogger.com/profile/10477376997013121260noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7610405809989588058.post-51345362954664511552009-09-15T21:28:00.001-07:002009-09-29T01:21:14.390-07:00Sejarah Kerajaan Kutai dan Kerajaan Kutai KertanegaraKerajaan Kutai<br /><br />Kerajaan Kutai merupakan kerajaan tertua di Indonesia yang bercorak Hindu. Kerajaan Kutai terletak di tepi Sungai Mahakam, yaitu di Muara Kaman. Di Muara Kaman inilah di temukan batu bertulis atau prasasti yang di sebut "YUPA" berbentuk menhir atau tiang batu dari abad ke-4 Masehi. Batu bertulis ini memakai bahasa sanskerta dan huruf pallawa. Daerah Muara Kaman itu sekarang merupakan sebuah kecamatan di Kabupaten Kutai Kertanegara.<br /><br />Kerajaan Kutai meninggalkan tujuh yupa. Prasasti-prasasti itu berisi sebagai berikut:<br /><br />"Sang Maharaja Kudungga mempunyai anak Sang Asmawarman. Asmawarman mempunyai tiga orang putra. Salah seorang putra yang terkemuka adalah Mulawarman. Ia seorang raja yang berperadaban baik, kuat dan kuasa. Mulawarman memerintahkan untuk mengadakan selamatan besar-besaran. Kaum Brahmana mengadakan tugu peringatan untuk memperingati selamatan yang di adakan oleh Mulawarman".<br /><br />"Raja Mulawarman memberikan hadiah tanah dan 20.000 ekor sapi untuk Kaum Brahmana. Oleh Karena itu, Kaum Brahmana mengadakan tugu peringatan".<br /><br />Dengan hasil yang melimpah, Kerajaan Kutai dapat memasarkan barang dagangannya ke Cina, Kamboja, Siam dan Champa.<br />Kerajaan Kutai ini di sebut juga Kutai Lama. Kadang-kadang disebut juga Kerajaan Mulawarman. Sebab raja pertamanya bernama Mulawarman Naladewa. Kerajaan Mulawarman (Kutai Lama) kira-kira berusia 1.300 tahun. Kerajaan ini sempat di perintah oleh 20 raja dari dinasti Syailendra.<br />Ibukota Kerajaan Kutai adalah Martadira (sekarang Muara Kaman), yang berarti istana yang bisa mengawasi daerah setiap waktu. Kerajaan Kutai ini hancur dan musnah karena kalah dalam peperangan pada abad ke-16 melawan Kerajaan Kutai Kertanegara, sebuah kerajaan baru yang berdiri pada abad ke-13. Sekarang, nama Mulawarman di abadikan menjadi sebuah Perguruan Tinggi Negeri di Kota Samarinda (Universitas Mulawarman [Unmul]) dan menjadi nama sebuah museum di Kota Tenggarong (Museum Mulawarman).<br /><br />Kerajaan Kutai Kertanegara<br /><br />Kerajaan Kutai Kertanegara berdiri pada abad ke-13. Rajanya berasal dari dinasti Sanjaya di Mataram. Raja tersebut bernama Aji Batara Agung Dewasakti.<br />Setelah berhasil mengalahkan Kerajaan Mulawarman, Kerajaan Kutai Kertanegara menguasai daerah yang luas. Mulai daerah pesisir Kalimantan sebelah timur, yaitu Balikpapan, sampai ke daerah yang paling udik di sepanjang Sungai Mahakam. Pada abad ke-16, agama Islam mulai masuk ke pedalaman daerah Kutai yang di bawa oleh saudagar-saudagar Arab. Ada pula di antaranya ulama dari Minangkabau yang bernama Datuk Bandang. Raja Kutai Kertanegara yang pertama memeluk agama Islam adalah Sultan Muhammad Idris (1732 - 1739). Maka Kerajaan Kutai Kertanegara menjadi kerajaan Islam. Raja-raja Kutai Kertanegara berikutnya adalah sebagai berikut:<br />1). Aji Sultan Muhammad Muslihuddin (1739 - 1780)<br />2). Aji Sultan Muhammad Salihuddin (1780 - 1845)<br />3). Aji Sultan Muhammad Sulaiman (1850 - 1899)<br />4). Aji Sultan Muhammad Alimuddin (1899 - 1910)<br />5). Aji Sultan Muhammad Parikesit (1920 - 1960)<br /><br />Pada tahun 1884, Belanda menyerang ibukota Kerajaan Kutai Kertanegara yaitu Kota Tenggarong. Muncullah pahlawan Kutai, yaitu Awang Long Pangeran Ario Senopati. Pada peperangan tersebut Panglima Awang Long Ario Seopati gugur. Sebagai penghormatan kepada Panglima Awang Long Ario Senopati maka di bangunlah tugu peringatan. Sekaligus tugu tersebut di jadikan azimut kilometer nol (0) untuk permulaan menghitung jarak dalam kilometer ke penjuru Kota Tenggarong.<br />Pada saat pecah perang melawan belanda, Kutai kertanegara di pimpin oleh Sultan Mohammad Salihuddin. Beliau terpaksa membuat perjanjian dengan pihak Belanda. Sejak itu Kerajaan Kutai di jajah Belanda.<br /><br /><br />Di Kutip Dari Buku Ilmu Pengetahuan Sosial Lokal Kalimantan Timur oleh Sugeng Adnan, Tahun 1995, halaman 37, 38, 41, 42, 77, 78. Penerbit PT. Tiga Serangkai.Adminhttp://www.blogger.com/profile/10477376997013121260noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7610405809989588058.post-44109834356140366802009-09-15T05:46:00.000-07:002009-09-15T07:09:09.628-07:00Asal Usul Nama Borneo dan KalimantanAsal Mula Nama Borneo<br /><br />Sebelum bernama Kalimantan, pulau ini bernama Borneo. Asal mula nama Borneo adalah sebagai berikut:<br /><br />Pada suatu peristiwa beberapa abad yang lalu, terdapat sebuah kapal layar berbendera asing yang berlabuh di Bandar Alalak, Kerajaan Banjar, Kalimantan Selatan. Rupanya kapal layar tersebut sebelumnya mengalami kerusakan berat sewaktu dalam perjalanan. Telah lama kapal itu di perbaiki, tetapi tidak juga membawakan hasil yang memuaskan. Kapal layar itu bernama "Borneo" dan di nakhodai oleh seorang kapten bernama "De Barito".<br /><br />Karena masih merasa sangat khawatir tidak berhasil dalam perjalanan membawa dan mengangkut bahan rempah-rempah serta lainnya, maka kapal itu mereka tinggalkan begitu saja. Karena kapal layar yang mereka tinggalkan dalam keadaan rusak, lama kelamaan bertambah rusak, akhirnya tenggelam.<br /><br />Kerangka kapal yang tenggelam masih di tahan oleh jangkarnya sehingga tidak terbawa larut oleh arus sungai yang deras. Dalam masa beberapa waktu lamanya kerangka kapal yang tenggelam masih berada pada tempatnya semula sehingga menjadi pampangan rerumputan serta kayu-kayuan yang datang dari hulu terbawa oleh arus. Jadilah kerangka kapal itu merupakan sebuah tumpukan yang di tumbuhi oleh rumput dan kayu-kayuan. Akhirnya tumpukan itu menjadi sebuah pulau kecil yang di namakan masyarakat Pulau Kambang, yang berarti pulau timbul dan terapung, yang dalam Bahasa Jawa di sebut ngambang atau terapung.<br /><br />Ketika datang orang-orang Inggris sekitar tahun 1811, mereka langsung menyebut sungai di hadapan Pulau Kambang itu Barito dan pulau asal sungai Borneo. Nama ini di ambil dari nama kapal yang tenggelam dan nama kapten kapalnya.<br /><br />Pulau Kambang, bekas Kapal Barito yang tenggelam tadi di huni oleh beberapa kawanan kera dan di tumbuhi oleh beberapa jenis pohon membentuk sebuah hutan.<br /><br />Beberapa waktu yang lalu, sekelompok masyarakat ada yang datang ke Pulau Kambang dengan membawa pisang untuk makanan kera serta membawa kembang (bunga) untuk harum-haruman. Akhirnya Pulau Kambang lama kelamaan namanya berubah menjadi Pulau Kembang, yang artinya "Pulau Bunga". Sekarang pulau itu sebagai hutan lindung yang banyak di kunjungi wisatawan, baik wisatawan dalam negeri maupun luar negeri. Itulah asal-usul nama Sungai Barito, Pulau Borneo dan Pulau Kembang.<br /><br />Asal Mula Nama Kalimantan<br /><br />Nama Kalimantan terdiri atas dua suku kata, yaitu "kali" dan "mantan". Kali berasal dari Bahasa Jawa yang maksudnya sungai, sedangkan mantan berasal dari Bahasa Banjar, yaitu kata jumantan atau intan jumantan yang artinya kumpulan beberapa macam warna intan, di sebut intan berlian atau ratna mutu manikam. Jadi, pulau itu di namakan Kalimantan karena di situ terdapat sungai yang banyak mengandung intan berlian berlian atau ratna mutu manikam. Itulah cerita asal mula nama Kalimantan.<br /><br /><br />Di kutip dari buku Ilmu Pengetahuan Sosial Lokal Kalimantan Timur (Sugeng Adnan, 1995:34, 35).Adminhttp://www.blogger.com/profile/10477376997013121260noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7610405809989588058.post-75676099521004477142009-09-04T00:44:00.001-07:002009-12-30T21:14:15.211-08:00Tugas (1) Kapita Selekta Ilmu Adm. Negara<div style="text-align: center;"><b>Nama: Abdul Qadir Jailani</b><br />
</div><div style="text-align: center;"><b>Nim: 060210025</b><br />
</div><div style="text-align: center;"><b>Mata Kuliah: Kapita Selekta IAN</b><br />
</div><div style="text-align: center;"><b>Dosen Pengasuh: Risna Dewi, S.Sos</b><br />
</div><div style="text-align: center;"><b>Tugas 1</b><br />
</div><br />
<b>Soal: Carilah!</b><br />
<ol><li>Asal mula Pancasila dan makna lima sila</li>
<li>Fungsi-fungsi manajemen</li>
<li>Ciri-cirinya (manajemen)</li>
<li>Kegunaan filsafat manajemen</li>
</ol><br />
<b>Jawab:</b><br />
<b>(1). Asal mula pancasila</b><br />
<div style="text-align: justify;">Pancasila merupakan istilah yang pertama kali di perkenalkan oleh Ir. Soekarno (penggali) dalam pidatonya pada tanggal 1 Juni 1945 (sidang pertama BPUPKI) dengan rumusan sebagai berikut:<br />
</div><ul><li>Kebangsaan Indonesia;</li>
<li>Internasionalisme atau perikemanusiaan;</li>
<li>Mufakat atau demokrasi;</li>
<li>Kesejahteraan Sosial;</li>
<li>Ketuhanan yang berkebudayaan. </li>
</ul><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Dalam sidang pertama BPUPKI tersebut, para anggota mengemukakan dasar negara merdeka. Dan pendapat yang berkembang di antara Mr. Mohammad Yamin, Mr. Soepomo dan Ir. Soekarno akhirnya di sepakati bahwa Dasar Negara Indonesia terdiri dari lima unsur dengan nama pancasila. Oleh karena ada rumusan yang berbeda di antara para anggota, di pandang perlulah membentuk sebuah panitia kecil (panitia sembilan) yang bertugas membahas usul-usul yang di ajukan oleh para anggota.<br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Panitia kecil yang di pimpin oleh Ir. Soekarno, pada tanggal 22 Juni 1945 telah menghasilkan "Piagam Jakarta" atau Jakarta charter yang di dalamnya tercantum rumusan dasar negara, yakni:<br />
</div><ol><li>Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan Syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya;</li>
<li>Kemanusiaan yang adil dan beradab;</li>
<li>Persatuan Indonesia;</li>
<li>Kerakyatan yang di pimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan; dan</li>
<li>Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.</li>
</ol><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Selanjutnya, Piagam Jakarta oleh panitia kecil di ajukan kepada sidang kedua BPUPKI pada tanggal 14 - 16 Juli 1945, dan diterima dengan baik. (Budiyanto, 2000:78)<br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Piagam Jakarta kemudian menjadi mukaddimah UUD 1945. Di dalam merumuskan Piagam Jakarta sebagai dasar filsafat Negara Indonesia merdeka perlu di adakan perubahan pada sila pertama, yaitu dari "Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan Syariat Islam bagi pemeluknya" menjadi "Ketuhanan Yang Maha Esa". Perubahan seperti ini sudah tentu di sesuaikan dengan keadaan masyarakat Indonesia yang beraneka ragam agama. (I Wayan Badrika, 2000:217)<br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><b>Makna ke lima sila dari pancasila tersebut adalah:</b><br />
</div><ol><li>Keyakinan adanya Tuhan Yang Maha Esa;</li>
<li>Adanya asas kekeluargaan;</li>
<li>Adanya asas musyawarah mufakat;</li>
<li>Adanya asas gotong royong;</li>
<li>Adanya asas tenggang rasa dan tepo seliro.</li>
</ol><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Selain itu, pancasila juga merupakan pandangan hidup dan dasar Negara Republik Indonesia.<br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><b>(2).Fungsi-fungsi manajemen:</b><br />
</div><ol><li>Fungsi perencanaan (planning) yaitu, suatu kegiatan membuat tujuan dan di ikuti dengan membuat berbagai rencana untuk mencapai tujuan yang telah di tentukan tersebut.</li>
<li>Fungsi pengorganisasian (organizing) yaitu, suatu kegiatan pengaturan pada sumber daya manusia dan sumber daya fisik lain yang di miliki untuk menjalankan rencana yang telah di tetapkan serta menggapai tujuan.</li>
<li>Fungsi pengarahan (actuating) yaitu, suatu fungsi kepemimpinan manajer untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi kerja secara maksimal serta menciptakan lingkungan kerja yang sehat, dinamis, dan sebagainya.</li>
<li>Fungsi pengendalian/pengawasan (controlling) yaitu, suatu aktivitas menilai kinerja berdasarkan standar yang telah di buat untuk kemudian di lakukan perubahan dan perbaikan jika di perlukan. (<a href="http://organisasi.org/">http://organisasi.org/</a>)</li>
</ol><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><b>(3).Ciri-ciri manajemen:</b><br />
</div><ul><li>Manajemen di arahkan untuk mencapai tujuan;</li>
<li>Manajemen sebagai proses: perencanaan, pengorganisasian, penggerakan pelaksanaan, pengarahan, dan pengawasan;</li>
<li>Tersedia sumber daya: manusia, material, dan sumber daya lainnya;</li>
<li>Mendayagunakan atau menggerakkan sumber daya tersebut secara efektif dan efisien;</li>
<li>Terdapat orang yang menggerakkan sumber daya tersebut (manajer);</li>
<li>Penerapan manajemen berdasarkan ilmu dan juga seni atau keahlian harus di miliki manajer. (<a href="http://organisasi.org/">http://organisasi.org/</a>)</li>
</ul><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><b>(4)Kegunaan filsafat manajemen:</b><br />
</div><ul><li>Memberikan suatu dasar dan pedoman bagi pekerjaan manajer;</li>
<li>Memberikan kepercayaan dan pegangan bagi manajer dalam proses manajemen untuk mencapai tujuan;</li>
<li>Memberikan dasar dan pedoman berfikir efektif bagi manajer;</li>
<li>Dapat di pergunakan untuk mendapatkan sokongan dari partisipasi para bawahan, jika mereka mengetahui peranan manajer dan mengerti tindakan-tindakannya, asalkan mereka telah menghayati filsafat manajemen. (<a href="http://organisasi.org/">http://organisasi.org/</a>)</li>
</ul>Adminhttp://www.blogger.com/profile/10477376997013121260noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7610405809989588058.post-19442296776949646792009-08-23T23:16:00.001-07:002009-09-29T01:21:30.924-07:00Perencanaan<br /><br />Perencanaan adalah keseluruhan tindakan yang berkesinambungan yang mengupayakan terwujaudnya suatu keadaan tertentu yang teratur. Namun demikian, dalan UU 25/2004 tentang sistem Perencanaan Pembangunan Nasional disebutkan bahwa perencanaan adalah suatu proses untuk menentukan tindakan masa depan yang tepat, melalui urutan pilihan, dengan memperhitungkan sumber daya yang tersedia. Perencanaan terbagi dalam tiga kategori, yaitu sebagai berikut: <br />1. Perencanaan informatif (informative planning) yaitu rancangan estimasi mengenai perkembangan masyarakat yang di tuangkan dalam alternatif-alternatif kebijakan tertentu.<br />2. Perencanaan indikatif (indicative planning) yaitu rencana yang memuat kebijakan yang akan di tempuh dan mengindifikasikan bahwa kebijakan itu akan di laksanakan.<br />3. Perencanaan operasional atau normatif (operational of normative planning) yaitu perjanjian-perjanjian, persiapan-persiapan, dan ketetapan-ketetapan, rencana tata ruang, pengembangan perkotaan, rencana pemberian subsidi, rencana pembebasan tanah.<br /><br />Berdasarkan pembagian tersebut, perencanaan juga di bagi berdasarkan:<br />1. Waktu (rencana waktu panjang, menengah, pendek);<br />2. Tempat (pemerintah pusat, provinsi, kabupaten, kota);<br />3. Bidang Hukum (tata ruang, ekonomi, sosial, kesehatan);<br />4. Sifatnya (perencanaan sektoral, bidang, integral);<br />5. Metode (perencanaan akhir dan proses);<br />6. Sarananya (instrumen yuridis, finansial, organisasi).<br /><br />Pembangunan<br /><br />Definisi:<br />1. Pembangunan merupakan proses yang bergerak dalam sebuah garis lurus, yakni dari masyarakat yang terbelakang ke masyarakat yang maju (Rostow dalam Budiman, 1996);<br />2. Serangkaian usaha mewujudkan pertumbuhan dan perubahan secara terencana dan sadar yang di tempuh oleh suatu negara, bangsa menuju modernitas dalam rangka pembangunan bangsa/nation building (Siagian, 2003);<br />3. Suatu proses perubahan sosial dengan partisipatori yang luas dalam suatu masyarakat yang di maksudkan untuk kemajuan sosial dan material (termasuk bertambah besarnya keadilan, kebebasan, dan kualitas lainnya yang di hargai) untuk mayoritas rakyat melalui kontrol yang lebih besar yang mereka peroleh terhadap lingkungan mereka (Rogers 1983).Adminhttp://www.blogger.com/profile/10477376997013121260noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7610405809989588058.post-7543283717789499512009-08-22T03:02:00.001-07:002009-09-29T01:21:49.601-07:00GlobalisasiGlobalisasi mempunyai beragam pengertian, diantaranya adalah: 1). Globalisasi adalah sebuah perubahan sosial, berupa bertambahnya keterkaitan di antara negara-negara dan elemen-elemennya yang terjadi akibat dari perkembangan teknologi di bidang transportasi dan komunikasi yang memfasilitasi pertukaran budaya dan ekonomi internasional. 2). Globalisasi adalah proses, dimana berbagai peristiwa, keputusan dan kegiatan di belahan dunia yang satu dapat membawa konsekuensi penting bagi berbagai individu dan masyarakat di belahan dunia yang lain.<br /><br />Dampak Globalisasi Sosial Budaya<br /><br />Dalam bidang sosial dan budaya, dampak globalisasi antara lain adalah meningkatnya individualisme, perubahan pada pola kerja, terjadinya pergeseran nilai kehidupan dalam masyarakat. Saat ini di kalangan generasi muda banyak yang seperti kehilangan jati dirinya. Mereka berlomba-lomba meniru gaya hidup ala barat yang tidak cocok jika di terapkan di Indonesia, seperti berganti-ganti pasangan, konsumtif dan hedonisme. Namun di sisi lain, globalisasi juga dapat mempercepat perubahan pola kehidupan manusia. Misalnya melahirkan pranata-pranata atau lembaga-lembaga sosial baru seperti Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), organisasi profesi dan pasar modal. Perkembangan pakaian, seni, dan ilmu pengetahuan turut meramaikan kehidupan masyarakat.<br /><br />Dampak Globalisasi Politik<br /><br />Dalam bidang politik, dampak globalisasi antara lain adalah dengan perubahan sistem kepartaian yang di anut, sehingga memunculkan adanya partai-partai baru, kesadaran akan perlunya jaminan dan perlindungan HAM, terjadinya perubahan sistem ketatanegaraan, pelaksanaan PEMILU untuk anggota-anggota parlemen, pemilihan Presiden dan Wapres, pemilihan Gubernur dan Wagub serta pemilihan Bupati dan Wabup/ Walikota dan Wakil Walikota yang di laksanakan secara langsung (A. T Sugeng Priyanto, et.al, 2008:72,95)Adminhttp://www.blogger.com/profile/10477376997013121260noreply@blogger.com0