TEORI MODERNISASI: Pembangunan Sebagai Masalah Internal
Teori modernisasi merupakan sebuah teori yang muncul karena adanya kenyataan kesenjangan kehidupan bernegara secara ekonomi antara negara yang memproduksi hasil pertanian (negara agraris) dan negara yang memproduksi barang industri (negara industri) yang menganut konsep pembagian kerja secara internasional. Konsep tersebut mendasarkan pada teori keuntungan komparatif yang di milili oleh setiap negara, sehingga terjadi spesialisasi produksi pada tiap-tiap negara sesuai dengan keuntungan komparatif yang mereka miliki. Menurut konsep ini, antara kedua kelompok negara tersebut terjadi hubungan dagang dan keduanya saling di untungkan. Akan tetapi, negara-negara industri menjadi semakin kaya jika di bandingkan dengan negara-negara agraris setelah beberapa puluh tahun kemudian, sehingga menimbulkan sebuah pertanyaan: "Apa yang menjadi penyebabnya?"
Teori modernisasi merupakan sebuah jawaban atas pertanyaan tersebut. Dalam teori modernisasi, problema pembangunan seperti kemiskinan di pandang sebagai permasalahan internal yang di sebabkan oleh faktor-faktor internal atau faktor-faktor yang terdapat dalam negeri negara yang bersangkutan.
Selain teori modernisasi, juga terdapat teori struktural, yaitu teori-teori yang lebih banyak mempersoalkan faktor-faktor eksternal sebagai penyebab terjadinya kemiskinan. Kemiskinan dilihat terutama sebagai akibat dari bekerjanya kekuatan-kekuatan luar yang menyebabkan negara yang bersangkutan gagal melakukan pembangunannya. Teori struktural ini juga merupakan jawaban atas pertanyaan tersebut. Akan tetapi, pada kesempatan ini hanya akan di sajikan teori yang termasuk ke dalam kelompok teori modernisasi.
Teori-teori yang mewakili dan termasuk ke dalam kelompok teori modernisasi tersebut adalah sebagai berikut:
(1). Teori Harrod-Domar: Tabungan dan Investasi
Teori dipelopori oleh ahli ekonomi pembangunan, yaitu Evsey Domar dan Roy Harrod. Teori ini berpendapat bahwa pertumbuhan ekonomi ditentukan oleh tingginya tabungan dan investasi. Sedangkan yang menjadi masalah utama pembangunan adalah kekurangan modal, tabungan, dan investasi. Oleh karena itu, untuk memecahkan masalah ini adalah dengan mencari tambahan modal, baik yang bersumber dari dalam negeri maupun luar negeri.
(2). Max Weber: Etika Protestan
Etika protestan merupakan sebuah jawaban yang ditemukan oleh weber terhadap kemajuan beberapa negara di Eropa dan AS dibawah sistem kapitalisme. Ajaran ini menyatakan bahwa: seseorang sudah di takdirkan sebelumnya untuk masuk surga atau neraka. Dan untuk mengetahui hal tersebut, maka indikatornya adalah keberhasilan di dunia. Kalau seseorang berhasil dalam kerjanya di dunia, maka hampir dapat di pastikan bahwa dia ditakdirkan untuk naik ke surga setelah dia mati nanti, dan begitupun sebaliknya. Sehingga, mereka bekerja keras untuk meraih sukses di dunia demi kejelasan nasibnya di akhirat kelak. Sementara kekayaan material merupakan produk sampingan yang tidak di sengaja. Inilah yang menjadi faktor utama munculnya kapitalisme menurut Weber. Oleh karena itu, peran agama (etika protestan yang di arahkan secara positif mempunyai implikasi terhadap pertumbuhan ekonomi.
(3). David McClelland: Dorongan berprestasi atau n-Ach
Kebutuhan atau dorongan untuk berprestasi atau the need for achievement atau yang lebih dikenal dengan sebuah simbol yang disingkat: "n-Ach" merupakan sebuah konsep yang dicetuskan oleh David McClelland. Konsep ini di pengaruhi oleh pemikiran Max Weber tentang Etika Protestan. David McClelland berpendapat bahwa untuk membuat sebuah pekerjaan berhasil, yang paling penting adalah sikap terhadap pekerjaan tersebut. Untuk itu diperlukan n-Ach yang tinggi. n-Ach seseorang di anggap tinggi apabila seseorang tersebut menunjukkan optimisme yang tinggi, keberanian untuk mengubah nasib dan tidak cepat menyerah. Kalau tidak, nilainya di anggap kurang dan harus di tingkatkan. Untuk menumbuhkan n-Ach tersebut, maka cara yang paling efektif adalah melalui keluarga. Oleh karena itu, kalau dalam sebuah masyarakat ada banyak orang yang memiliki n-Ach yang tinggi, maka dapat diharapkan masyarakat tersebut akan menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi.
(4). WW. Rostow: Lima Tahap Pembangunan
Menurut Rostow, pembangunan merupakan sebuah proses yang bergerak dalam sebuah garis lurus, yaitu dari masyarakat yang terbelakang ke masyarakat yang maju. Hal tersebut mempunyai kejadian yang sama di setiap negara, baik di masa lalu, masa sekarang, maupun masa yang akan datang. Walaupun terdapat variasi antara negara yang satu dengan negara lainnya, akan tetapi variasi tersebut bukanlah merupakan perubahan yang mendasar dari proses ini, melainkan hanya berlangsung di permukaan saja. Proses pembangunan tersebut di bagi kedalam lima tahap, yaitu:
1. Masyarakat Tradisional: belum banyak menguasai ilmu pengetahuan.
2. Pra kondisi untuk lepas landas: perubahan pola pikir masyarakat tradisional akibat dari intervensi masyarakat yang sudah maju, dan bersiap-siap menuju proses lepas landas.
3. Lepas landas: ditandai dengan tersingkirnya hambatan-hambatan yang menghalangi proses pertumbuhan ekonomi.
4. Bergerak ke kedewasaan: perkembangan industri melaju pesat, sehingga kegiatan ekspor-import menjadi seimbang.
5. Jaman konsumsi massal yang tinggi: tahap ini merupakan proses pembangunan berkelanjutan (sustainable development) yang bisa menopang kemajuan secara kontinyu.
Pada dasarnya, konsep pembangunan yang di cetuskan oleh Rostow ini hampir bersamaan dengan teori Harrod-Domar, yaitu berhubungan dengan peningkatan tabungan dan investasi produktif setinggi mungkin. Hanya saja, Rostow lebih menitikberatkan pada peran lembaga-lembaga non ekonomi seperti lembaga-lembaga sosial politik untuk mencapai tujuan. Dan titik terpenting dalam gerak kemajuan dari masyarakat yang satu ke yang lainnya adalah periode lepas landas. Untuk itu, hambatan-hambatan yang ada pada masyarakat harus di hilangkan, sehingga terciptanya masyarakat yang dapat memerdekakan diri dari nilai-nilai tradisinya dan mulai bergerak maju. Peran lembaga sosial politik tersebut di sebut faktor-faktor non ekonomi.
(5). Bert F. Hoselitz: Faktor-faktor non ekonomi
Hoselitz menambahkan bahwa dalam menggerakkan lembaga-lembaga non ekonomi (lembaga-lembaga sosial politik) pada proses pencapaian tahap lepas landas oleh Rostow, maka hal yang perlu di perhatikan adalah pembentukan kondisi lingkungan umum pada tahap pra kondisi lepas landas.
Hoselitz berpendapat bahwa masalah utama pembangunan bukan hanya di sebabkan karena kekurangan modal, melainkan keterampilan kerja, termasuk tenaga wiraswasta yang tangguh juga ikut memberikan andil dalam proses pembangunan. Dengan demikian, di perlukan pembangunan kelembagaan (institution building) yang dapat memengaruhi pemasokan modal dan menjadikannya produktif, sehingga dapat menghasilkan tenaga wiraswasta dan administrasi, serta keterampilan teknis dan keilmuan yang di butuhkan. Pemasokan modal yang di butuhkan meliputi beberapa unsur, yaitu:
a). Pemasokan modal besar dan perbankan
b). Pemasokan tenaga ahli yang terampil
(6). Alex Inkeles dan David H. Smith: Manusia Modern
Menurut Inkeler dan Smith, faktor penting penopang pembangunan adalah SDM yang kompetitif, sehingga produktivitas sarana material dapat di kembangkan. Untuk itu, di perlukan manusia modern, yaitu manusia yang memilik keterbukaan terhadap pengalaman dan ide baru, berorientasi ke masa sekarang dan masa depan, punya kesanggupan merencanakan, percaya bahwa manusia bisa menguasai alam, dan bukan sebaliknya, dsb. Untuk membentuk manusia modern tersebut, maka cara yang paling efektif adalah melalui pendidikan, pengalaman kerja dan pengenalan terhadag media massa
Label: Kuliah
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda